Kisah Herman Johannes, Insinyur yang Berperang Bersama Ilmunya
Artikel ini akan membahas tentang seorang pahlawan nasional yang sosoknya terukir pada mata uang Rp100,- keluaran tahun 2016. Pahlawan itu bernama Herman Johannes, seorang cendekiawan, ilmuwan, politikus, dan militer.
—
Kamu pasti tau ‘kan sebutan Bapak Teknologi Indonesia ditujukan untuk siapa? Iya betul, sebutan itu ditujukan kepada Prof. Dr. Ing. B. J. Habibie, Presiden Ke-3 Republik Indonesia. Habibie merupakan seorang cendekiawan di bidang teknologi, utamanya pesawat terbang. Insinyur lulusan Jerman ini sangat berjasa bagi Indonesia. Tidak sedikit generasi muda yang mengidolakan sosoknya.
Tapi, kamu tau nggak sih, ternyata kita masih punya lho sosok insinyur lain yang berjasa bagi negara berkat ilmu yang dimilikinya. Insinyur itu bernama Prof. Dr. Ir. Herman Johannes. Nahloh, siapakah Herman Johannes? Jasa apa yang telah disumbangkannya untuk Indonesia? Langsung simak aja yuk perjalanan hidup tokoh ini yang dirangkum dari berbagai sumber.
Biografi Herman Johannes
Herman Johannes yang biasa disapa Pak Jo ini berasal dari wilayah paling selatan negara Indonesia. Yups, Pak Jo lahir di Kepulauan Rote, Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Desa Keka pada tanggal 28 Mei 1912.
Dia anak keempat dari pasangan Daniel Abia Johannes dan Aranci Dirk. Ayahnya seorang guru desa dengan gaji terbatas, tetapi sangat mengutamakan pendidikan anaknya. Oleh sebab itu, ia disekolahkan hingga menjadi seorang insinyur.
Pak Jo pernah mengenyam pendidikan di Sekolah Melayu (1921), tetapi hanya setahun, kemudian ia pindah ke Kupang untuk bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS) pada tahun 1922. Alasan kepindahannya agar dia dapat terus melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Wah, emang berminat tinggi pada pendidikan ya?
Setelah lulus dari ELS, Pak Jo mendapat tawaran beasiswa dari Pemerintah Hindia Belanda untuk bersekolah di Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA). Namun, tawaran itu ditolaknya.
Dia memilih pergi ke Makassar (1928) untuk melanjutkan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Kemudian tahun 1931, dia bersekolah di Algemeene Middelbare School (AMS) di Batavia. Dia memperoleh nilai tertinggi dan mendapat beasiswa ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS) di Bandung.
Baca Juga: Mengenal Ismail Marzuki, Sang Maestro Pejuang Kemerdekaan Indonesia
Masa Perkuliahan Herman Johannes
Nah, ketika berkuliah di THS (1934) inilah, kecerdasan seorang Herman Johannes semakin terlihat. Meskipun saat itu dirinya harus lulus lebih lama, yakni tahun 1946, karena faktor keamanan yang menyebabkan kampusnya ditutup. Emang ada apa sih kok pakai ditutup segala? Ada demo?
Nggak! Bukan begitu! Pada waktu itu, THS Bandung ditutup karena Belanda berhasil dipukul mundur oleh Jepang pada tahun 1942.
Semasa kuliah, Pak Jo nggak cuma belajar tapi juga aktif berorganisasi dan menulis karya ilmiah. Tulisannya banyak mendapat pujian dan mendapat perhatian besar, sehingga dimuat dalam majalah De Ingenieur in Nederlandsch. Nggak cuma itu, tulisannya juga mendapat penghargaan Koninklijk Instituut van Ingenieurs di Belanda, lho!
Pak Jo yang aktif berorganisasi ini bertemu dengan pelajar asal Timur lainnya, yaitu Simon K. Tibuludji, Izaak Huru Doko, Josef Toella, dan Chris Ndaumanu. Mereka bersama-sama mendirikan Timorsche Jongeren atau Perkumpulan Kebangsaan Timor (PKT) yang bertujuan memajukan masyarakat Timur.
Oh iya, selagi kampusnya ditutup, Pak Jo nggak cuma diam merenung. Dia tetap belajar, bahkan udah dipercaya untuk mengajar di beberapa sekolah, di antaranya Sekolah Menengah Tinggi di Jakarta, Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta, dan Akademi Militer Yogyakarta. Hebat ya?
Eh tapi tunggu, kenapa Pak Jo ngajar di Akademi Militer? ‘Kan dia bukan tentara?
Jadi, gini lho ceritanya.
Jepang mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Nah, tak lama kemudian, Belanda yang masih ingin menjajah, balik lagi ke Indonesia dengan agresi militernya. HAHAHA tapi tidak semudah itu Ferguso! Para pejuang Indonesia nggak maulah memberi kesempatan kedua kepada Belanda. Ntar disakitin lagi, ‘kan capek!
Ini malah ngomongin apa sih? Lanjut cerita, yuk!
Baca Juga: Bung Hatta, Pendiri Bangsa yang Lebih dari Bapak Koperasi Indonesia
Peran dan Kiprah Herman Johannes di Masa Perang Sampai Kemerdekaan
Para pejuang yang berusaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia, termasuk Pak Jo, bergerak menyelamatkan bahan-bahan peledak peninggalan Jepang yang ada di beberapa gudang penyimpanan.
Lalu karena pengetahuannya tentang fisika dan kimia, Pak Jo seringkali dimintain bantuan untuk merakit senjata api, membuat detonator, serta alat peledak oleh para pejuang muda. Wadaw! Satu tongkrongan sama Oppenheimer nih, kayaknya.
Makin lama kemampuannya ini terdengar dan mendapat perhatian dari Markas Tertinggi Tentara di Yogyakarta. Pada tanggal 5 November 1945, dia menerima Surat Perintah pemanggilan dirinya untuk menjadi tenaga ahli yang membangun dan memimpin laboratorium persenjataan Markas Tertinggi Tentara.
Saat itu, tentara kita emang sedang mengalami krisis persenjataan gitu gengs katanya. Lalu karena tugasnya itu, Pak Jo diberi pangkat mayor oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Nah, sekarang udah tau ‘kan alasan Pak Jo bisa mengajar di Akademi Militer?
Baca Juga: Untung Surapati: Kisah Budak yang Memberontak
Singkat cerita nih, laboratorium itu berhasil memproduksi berbagai macam bahan peledak, seperti bom asap dan granat. Karier Pak Jo sebagai perakit bom pun kembali diuji. Pada 19 Desember 1948, Pak Jo diminta untuk memasang bom di jembatan kereta api Sungai Progo oleh Letkol Soeharto. Hal itu dikarenakan Soeharto tahu bahwa Pak Jo belajar teori jembatan saat di THS.
Kemudian, ia diminta untuk bergabung di Akademi Militer Sektor Sub-Wehrkreise 104 Yogyakarta oleh Kolonel GPH Djatikoesoemo. Lagi-lagi nih Pak Jo diminta untuk meledakkan jembatan.
Kali ini targetnya adalah Jembatan Sungai Opak dan jembatan-jembatan lainnya yang menjadi penghubung ke kota Yogyakarta, yang pada saat itu dijadikan ibukota negara. Aksi itu berhasil membuat Belanda harus memutar jauh mengelilingi Gunung Merapi dan Gunung Merbabu, serta melewati Magelang dan Salatiga untuk masuk ke wilayah Yogyakarta.
Jadi, Pak Jo nggak cuma berada di garis belakang lho ya. Dia juga turut aktif berjuang di garis depan bersama Taruna Akademi Militer di bawah komando Kolonel GPH Djatikoesoemo.
Bahkan dia ikut serta dalam Serangan Umum 1 Maret 1949, yakni serangan kilat yang menyerbu kota Yogyakarta di pagi buta, dan bisa menduduki ibukota republik selama enam jam. Selain itu, dia juga memimpin Gerakan Rakyat Indonesia Sunda Kecil (GRISK) membela daerah asalnya.
Akhirnya, tahun 1949, Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia dan agresi militer pun berakhir. Di tahun yang sama, Pak Jo menjadi salah satu perintis berdirinya Universitas Gadjah Mada (UGM). Kenapa dia bisa jadi perintis?
Ingat gengs, Pak Jo berhasil lulus dan mendapatkan gelar insinyurnya itu pada tahun 1946. Nah, sebenarnya nih kampusnya yang waktu itu ditutup dipindahkan ke Yogyakarta setahun setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada tahun 1946. Makanya dia bisa lulus pada tahun itu. Kemudian pada tahun 1948, dia mendapatkan gelar mahaguru. Wih, mantap ‘kan?
Perjalanan Karier Herman Johannes
Balik lagi ke ceritanya.
Setelah UGM diresmikan, tahun 1950, Pak Jo berniat kembali ke dunia pendidikan. Namun, nasib berkata lain, Pak Jo justru ditunjuk oleh Presiden Soekarno untuk menjadi Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga RI dalam kabinet Mohammad Natsir.
Dia menjabat selama setahun, yaitu pada 1950-1951. Setelah itu, barulah dia kembali ke dunia pendidikan. Dia menjadi dosen di UGM dan menjabat sebagai Dekan Fakultas Teknik dan Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam (FIPA).
Selain itu, dia juga mendapat dukungan dari sejumlah kalangan mahasiswa dan dosen untuk menjadi Rektor UGM periode 1961-1966. Oh iya, Pak Jo juga tercatat sebagai Anggota Executive Board UNESCO PBB lho pada periode 1954-1957.
Terus Soeharto juga mengangkatnya menjadi Koordinator Perguruan Tinggi (Koperti) DIY-Jawa Tengah (1966-1978). Lalu diangkat menjadi Anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) RI (1968-1978) dan masih banyak jabatan lainnya.
Baca Juga: Sejarah Pramuka di Indonesia dan Perkembangannya dari Masa ke Masa
Wafatnya Herman Johannes
Berita duka terdengar pada tanggal 17 Oktober 1992. Herman Johannes meninggal dunia karena kanker prostat yang dideritanya. Meskipun berhak untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Pak Jo meminta untuk dimakamkan di Pemakaman Keluarga UGM saja.
Namanya diabadikan di berbagai tempat, seperti menjadi nama jalan penghubung Kampus UGM dengan Jalan Solo dan Jalan Jenderal Sudirman di Yogyakarta, nama Taman Hutan Raya kawasan hutan Sisimeni Sanam di Kabupaten Kupang, dan nama sebuah penghargaan bagi karya utama penelitian bidang ilmu dan teknologi: Herman Johannes Award yang diprakarsai oleh Keluarga Alumni Teknik Universitas Gadjah Mada (KATGAMA).
Akhirnya, pada tanggal 9 November 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahinya gelar Pahlawan Nasional.
Herman Johannes juga merupakan satu dari dua belas Pahlawan Nasional yang sosoknya dicantumkan dalam uang tahun emisi 2016 oleh Bank Indonesia. Nah, kalau kamu punya uang koin Rp100,-, di salah satu sisinya ada gambar beliau, nih.
—
Oke, itu dia perjalanan hidup dari Prof. Dr. Ir. Herman Johannes. Berkat kecerdasan dan prestasinya, dia menjadi seseorang yang berjasa bagi negara. Kamu pasti juga mau dong menjadi seseorang yang pintar dan berprestasi seperti Pak Jo? Pada era digital gini mah gampang, kamu tinggal gabung aja ke ruangbelajar. Di sana, kamu bisa belajar materi pelajaran yang seru ditemani video-video animasi yang menarik.
Artikel ini terakhir diperbarui pada 22 Agustus 2023.