Jangan Samakan, Ini 5 Perbedaan Psikolog dan Psikiater
Profesi psikolog dan psikiater sering kali dianggap sama karena keduanya menangani masalah kejiwaan. Tapi, ternyata keduanya berbeda, loh! Yuk simak perbedaan psikolog dan psikiater dalam artikel ini!
—
Tahukah kamu, merujuk dari data hasil riset oleh tim Divisi Psikiatri Anak dan Remaja, Fakultas Kesehatan di Universitas Indonesia tahun 2021, yang dilakukan pada 393 remaja berusia 16-24 tahun, sebanyak 95,4% dari mereka menyatakan pernah mengalami gejala kecemasan (anxiety), sebanyak 88% pernah mengalami gejala depresi dalam menghadapi permasalahan selama di usia ini, dan dari seluruh responden, sebanyak 96,4% menyatakan kurang memahami cara mengatasi stres akibat masalah yang sering mereka alami.
Tentunya, persoalan kesehatan jiwa ini tidak bisa dianggap sepele. Dibutuhkan tenaga ahli seperti psikolog dan psikiater untuk menanganinya. Secara garis besar, psikolog adalah seorang ahli dalam bidang psikologi yang fokus pada penanganan perilaku dan kesehatan mental. Sedangkan psikiater adalah dokter spesialis jiwa yang juga bertanggung jawab dengan gangguan mental.
Meskipun keduanya sama-sama menangani kesehatan mental, tapi keduanya nggak sepenuhnya sama, lho! Apa saja ya perbedaan psikolog dan psikiater? Lalu, bagaimana dengan jurusan kuliahnya? Kira-kira kamu harus mengambil jurusan apa ya jika ingin berkarier menjadi salah satunya? Yuk, cari tahu!
1. Latar belakang pendidikan jurusan psikolog dan psikiater
Psikolog adalah ilmu sosial, psikiater adalah cabang ilmu kedokteran (Sumber: leaderonomics.com)
Untuk menjadi seorang psikolog, kamu harus menempuh pendidikan dan menyelesaikan pendidikan S1 dari Ilmu Psikologi terlebih dahulu. Baru setelah itu kamu bisa meneruskan program profesi untuk belajar praktik menjadi psikolog.
Sementara itu, psikiater adalah spesialisasi dari ilmu Kedokteran. Untuk menjadi psikiater, kamu harus menempuh pendidikan sarjana kedokteran untuk mendapatkan gelar dokter umum terlebih dahulu. Setelah mendapatkan gelar dokter umum, kamu bisa mengambil pelatihan residensi selama empat tahun dengan pengkhususan di bidang psikiatri. Setelah lulus masa residensi, psikiater akan bergelar dokter dan Sp.Kj (Spesialis Kesehatan Jiwa).
Baca juga: Peran Psikologi Klinis untuk Bantu Masalah Kesehatan Mental
2. Psikolog menyelidiki penyebab gejala psikologi dari sisi non-medis, sedangkan psikiater dari sisi medis
Psikolog menyelidiki dari non medis, psikiater dari sisi medis (Sumber: eduadvisor.my)
Perbedaan psikolog dan psikiater selanjutnya dilihat dari tugas/pekerjaannya. Tugas seorang psikiater adalah menyelidiki penyebab gejala psikologi dari sisi medis dan kelainan susunan saraf pada penderita penyakit kejiwaan. Psikiater juga bertanggung jawab untuk mendiagnosis gangguan mental seorang pasien dan menentukan pengobatan yang dilakukan.
Sementara itu, tugas psikolog adalah untuk menyelidiki penyebab gejala psikologi dari sisi non medis seperti pola asuh, susunan keluarga, tumbuh kembang selama anak-anak hingga dewasa, hingga pengaruh lingkungan sosial. Psikolog harus fokus pada terapi psikososial untuk perilaku, pikiran dan emosi pasien.
Baca juga: Apa Saja Macam-Macam Gangguan Mental?
3. Psikiater boleh memberikan obat, sedangkan psikolog tidak
Psikiater boleh memberikan obat, psikolog tidak (Sumber: leaderonomics.com)
Saat kuliah di kedokteran, psikiater juga mempelajari ketidakseimbangan kimia di dalam otak manusia. So, seorang psikiater bisa memberikan resep dan terapi obat-obatan (farmakoterapi), terapi stimulasi otak, pemeriksaan fisik dan laboratorium sesuai kebutuhan pasien. Tentunya setelah dilakukan diagnosis gangguan mental terlebih dahulu.
Psikolog lebih fokus kepada aspek sosial pasien, seperti memberikan terapi psikologi atau psikoterapi. Selain itu, psikolog juga berkompeten untuk melakukan serentetan tes psikologi yang nantinya akan diinterpretasikan sebagai jawaban dari masalah yang dialami pasien seperti tes IQ, tes kepribadian, minat bakat, dan sebagainya.
4. Memberikan terapi terbaik dengan cara yang berbeda
Kapan kita harus ke Psikolog atau ke Psikiater? (Sumber: medicalnewstoday.com)
Intinya, psikolog dan psikiater sama-sama mendalami ilmu kejiwaan dan memiliki konsentrasi praktik yang sama, berupa upaya penanganan, pencegahan, diagnosis dan juga pemberian terapi. Keduanya bekerja sama untuk saling berkoordinasi dalam memberikan terapi terbaik bagi pasien. Hanya saja dalam bentuk yang berbeda.
Psikolog melakukan terapi pada pasien setiap minggu untuk konseling psikososial. Psikiater juga akan melakukan terapi setiap minggu atau bulanan untuk psikoterapi atau psikofarmakologi. Hal ini tergantung pada kasus dan permasalahan yang dihadapi masing-masing pasien atau kebutuhan klinis pasien.
Baca Juga: Bahaya Kebiasaan Self Diagnosis yang Penting Diketahui
5. Psikolog bisa menjadi tempat untuk berkonsultasi, sedangkan psikiater untuk pengobatan
Psikolog menjadi tempat untuk berkonsultasi, sedangkan psikiater khusus pengobatan. (Sumber: cancercenter.com)
Bagi yang memiliki permasalahan dengan kesehatan jiwa, kamu bisa berkonsultasi ke psikolog atau psikiater. Ada juga kasus pasien yang perlu berkonsultasi dengan kedua profesi ini. Hal ini sangat tergantung pada kasus dan permasalahan yang dihadapi pasien. Bisa saja, seorang pasien yang berkonsultasi ke psikolog juga akan direferensikan ke psikiater karena misalnya membutuhkan terapi berupa obat.
—
Nah itu dia, perbedaan psikolog dan psikiater. Masalah kesehatan jiwa memang masih kerap dianggap kurang penting dibandingkan kesehatan fisik. Padahal jika tidak ditangani, gangguan kejiwaan juga dapat mengancam kehidupan seseorang, lho. Baik psikolog maupun psikiater sangat dibutuhkan untuk banyak orang. Kamu berminat berprofesi menjadi salah satunya? Yuk, siapkan diri untuk bisa masuk jurusan Psikologi atau Kedokteran bersama ruangbelajar.
Referensi:
“Riset: usia 16-24 tahun adalah periode kritis untuk kesehatan mental remaja dan anak muda Indonesia” [Daring]. Tautan: https://theconversation.com/riset-usia-16-24-tahun-adalah-periode-kritis-untuk-kesehatan-mental-remaja-dan-anak-muda-indonesia-169658 (Diakses pada 30 Juni 2022)