Sempat Fobia, Ini Cara Kak Dillan Berani Mengajar di Depan Kamera
Artikel ini menceritakan tentang master teacher yang sempat mengalami fobia kamera.
—
Piawai berbicara di depan umum sudah pasti jadi syarat mutlak untuk jadi seorang guru, bukan? Tetapi, bagaimana dengan berbicara di depan kamera? Master Teacher Bahasa Inggris, Dillan, mengaku ia senang sekali mengajar. Namun, ternyata memiliki fobia besar pada kamera sejak di bangku sekolah. Lalu, bagaimana caranya ia melewati proses pembuatan video belajar di Ruangguru setiap harinya hingga materi tersebut dapat dinikmati oleh jutaan siswa di Indonesia? Simak ceritanya.
Besar di lingkungan guru, membuat cita-cita Dillan saat kecil begitu dipengaruhi orang-orang sekitarnya. “Saya seperti nggak punya pilihan cita-cita, selain juga jadi guru,” ujarnya. Tetapi semakin ia dewasa, dirinya sadar kalau keputusan tersebut nggak pernah salah, karena dengan terus berbagi ke orang lain, maka akan jadi lebih menguasai suatu materi secara mendalam.
Baca juga: 3 Cara Bangun Kepercayaan dengan Murid
Diawali dengan memutuskan untuk mengambil program studi Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2012 lalu. Kemudian, Dillan mendapat kesempatan untuk Praktik Kerja Lapangan (PKL) selama 6 bulan untuk menjadi guru di sebuah sekolah menengah pertama. Saking jatuh cintanya pada dunia mengajar, ia sempat memutuskan rehat dari kampus dan melanjutkan mengajar sebagai guru honorer di sekolah yang sama. “Saya pernah bertemu dengan siswa yang rasanya nggak punya motivasi belajar, dan itu justru yang menjadi motivasi mengajar buat saya.”
Tugasnya di sekolah tak hanya menyampaikan materi atau menyusun kurikulum dengan baik, tapi juga bagaimana mampu mengemas pelajaran jadi menyenangkan untuk siswa. Membawa pengalaman tersebut dan ditambah dengan pengalaman mengikuti kursus singkat, ia pun memberanikan diri keluar dari zona nyaman.
Tanpa proses rumit, ia diterima menjadi Master Teacher Bahasa Inggris di Ruangguru dan Dillan merasakan perbedaan 180 derajat dengan pekerjaan sebelumnya. “Ada hal yang benar-benar baru, dan menuntut saya harus mampu mengajar di depan kamera. Padahal, saya sulitnya di situ,” tutur pria yang pernah menjadi lulusan terbaik di angkatannya ini.
Salah satu cuplikan Dillan di video belajar Bahasa Inggris (Sumber: dok. Ruangguru)
Jika sebelumnya, di sekolah terbiasa menangani 40 siswa dalam satu kelas. Justru di Ruangguru, ia tidak melihat wajah siswa sama sekali dan inilah proses mengajar yang membuatnya bingung. Dirinya sempat merasa down di awal-awal proses pembuatan video. Selama tiga jam hanya mampu memproduksi satu video berdurasi tak lebih dari 10 menit.
Bahkan, Dillan pernah mengulang satu scene sebanyak 50 kali. Saat itu, ia merasa minggu pertamanya sangat chaos karena selalu salah di sana-sini serta penuh kritik dan masukan dari videografer. Saat melalui masa-masa berat tersebut, ia berusaha untuk bicara pada dirinya sendiri. “Nggak boleh begini terus, karena orang-orang di sekeliling sangat mendukung, saya harus maju dan berubah,” ucapnya.
Rasa takut pada kamera ia alihkan dengan berlatih rutin di depan cermin hingga larut malam, sampai ia merasa sudah bisa berbicara dengan baik. Mulai dari segi materi, intonasi, dan juga kepercayaan diri. Sayangnya, ketika berhadapan dengan kamera, grogi itu masih terjadi dan butuh waktu 1-2 bulan untuk lancar terbiasa.
Meski begitu, ia sebenarnya cukup terbantu karena di Ruangguru sangat dibebaskan untuk menciptakan metode belajar versi sendiri. Supaya proses mengajar bisa jadi senyaman mungkin. “Saya sendiri sengaja bikin video yang seekspresif mungkin dan relate konteksnya ke kehidupan siswa sehari-hari,” tutup Dillan.
Mau punya pengalaman dan tantangan seperti Dillan? Ikuti program rekrutmen Master Teacher di Ruangguru melalui link berikut ini. Yuk, jadi bagian untuk menginspirasi 15 juta siswa pengguna Ruangguru di seluruh Indonesia mulai dari sekarang.