Teknik Minimalist Parenting untuk Pola Asuh Anak
Yuk, ketahui teknik minimalist parenting untuk pola asuh anak! Seperti apa tekniknya? Baca selengkapnya pada artikel berikut!
—
Hampir setiap orang tua yang akan memiliki anak untuk pertama kalinya, selalu berencana ingin memberikan lebih banyak dari apa yang pernah dimiliki oleh orang tua di masa kecil; lebih banyak kesempatan, permainan, dan juga proteksi. Semua keinginan tersebut tentu saja berasal dari rasa cinta yang ingin dicurahkan dalam bentuk pola asuh anak.
Namun, setelah sang buah hati bertumbuh kembang, semua keinginan tersebut justru berubah menjadi rasa takut bagi orang tua. Kalau anak nggak cukup bermain dengan orang tua, apa ia bahagia? Kalau ia nggak disekolahkan di tempat terbaik, apa pendidikannya bisa berguna? Intinya, semua rasa cinta menjadi ketakutan dan membuat orang tua menjadi kurang berenergi, kurang bahagia, dan kurang tenang.
Ternyata, semua ini bisa dihindari dengan menerapkan konsep Minimalist Parenting, lho. Minimalis nggak hanya sekadar menyingkirkan barang seperti teorinya Marie Kondo ya, Smart Parents. Topik yang kita akan bahas ini justru tentang memfokuskan energi orang tua hanya pada hal penting.
Keluarga Denaye Barahona, praktisi Minimalist Parenting (Sumber: simplefamilies.com)
Menurut penulis buku Simple Happy Parenting, Denaye Barahona, dibutuhkan keseimbangan dan ketenangan untuk menyatukan ikatan pada anak dan orang tua. Lalu, bagaimana caranya? Mudahnya, formula rahasia untuk orang tua yaitu Less is More. Berikut hal-hal yang bisa diterapkan:
1. Hindari terlalu mengarahkan anak
Kalau menghabiskan begitu banyak waktu untuk melindungi anak, orang tua jadi lupa membiarkan mereka ‘hidup’. Sedikit-sedikit merasa takut kalau anak jadi kenapa-kenapa, padahal itu merusak rasa percaya dirinya. Justru, orang tua perlu menanamkan rasa tanggung jawab dan memacu keingintahuan mereka, bukan? Ketika mereka ingin pergi camping, misalnya. Biarkan ia mengatur sendiri barang bawaan apa saja yang harus dikemas dalam tas ranselnya.
2. Pacu inovasi anak
Kreasi anak (Sumber: shutterstock.com)
Apakah Anda orang tua yang senang mencari banyak ide tentang art, craft, dan aktivitas lainnya dalam mengembangkan pola asuh anak? Hal tersebut membuat kita merasa seolah-olah perlu berbuat lebih banyak demi menghibur anak. Tetapi, ketika menyediakan jenis hiburan terus-menerus, anak jadi memiliki kesempatan yang sangat sedikit untuk membuat dan mengeksplorasi ide-ide baru sendiri. Jadi, mulai kurangi kegiatan hiburan, screen time, dan biarkan anak-anak bosan. Beri mereka ruang, dan inovasi yang dihasilkan akan mengejutkan Anda.
3. Kurangi jadwal dan anak akan lebih banyak beristirahat
Sebagai manusia, kita perlu mengistirahatkan tubuh dan pikiran. Ini terutama berlaku untuk tubuh yang sedang dalam masa tumbuh dan kembang. Jika seorang anak tumbuh dengan kegelisahan akibat memikirkan banyak kegiatan, ia lebih cenderung diganggu oleh tantangan kesehatan mental saat dewasa. Berhentilah membuat istirahat menjadi barang mewah—jadikanlahh sebagai prioritas. Kesehatan mental dan fisik keluarga sangat bergantung pada kualitas beristirahat.
4. Beli sedikit barang
Pernahkah Anda berteriak pada anak-anak untuk membersihkan kamar? Akibat banyaknya barang yang berantakan di sekitar Anda. Padahal terkadang, sumber utamanya ya orang tua sendiri yang membelikan barang-barang tersebut. Tujuan awalnya memang baik, supaya anak senang, bukan? Misal dengan membeli mainan setiap bepergian ke mall. Tapi, jika Anda berani untuk mencoba membeli barang dengan lebih sedikit, hasilnya anak-anak akan dapat mengeksplor lebih banyak. Melihat dari berbagai sisi atas kegunaan mainan mereka.
Baca Juga: 10 Karakter yang Perlu Dimiliki Anak Agar Sukses di Masa Depan
Penelitian yang diungkapkan Barahona juga memberi tahu bahwa liburan keluarga dan kebersamaanlah yang justru akan berdampak pada jangka panjang kebahagiaan anak. Daripada menghabiskan uang untuk dibelanjakan makanan, jauh lebih baik ditabung untuk berlibur, ‘kan? Menurut Barahona, hal ini mampu menurunkan tingkat stres tinggi dalam keluarga.
5. Biarkan memecahkan masalah sendiri
Anak menyelesaikan masalah mereka (Sumber: wamu.org)
Orang tua memiliki kecenderungan untuk terlibat dan menyelesaikan tiap perselisihan dan tantangan yang dihadapi anak-anak. Sepertinya, memang lebih mudah jadi wasit daripada menonton anak menyelesaikan perselisihan mereka sendiri. Sama juga halnya dengan lebih baik membantu anak daripada harus menunggunya sepuluh menit mengikat tali sepatu. Tetapi sayangnya, anak-anak perlu banyak latihan untuk belajar memecahkan masalah. Mari kita beri mereka banyak kesempatan untuk melakukannya sendiri.
Apalagi soal belajar, ia tak terus-menerus harus dibantu orang tua, lho. Bersama ruangbelajar, ia bisa mempelajari sendiri bagian-bagian yang dirasanya belum mengerti. Jadi, selain anak dapat mengembangkan cara pikir mereka, ia juga mampu menjadi mandiri.