Kehidupan Masyarakat Indonesia di Masa Demokrasi Terpimpin | Sejarah Kelas 12
Seperti apa sih kehidupan di masa Demokrasi Terpimpin? Yuk cari tahu mulai dari aspek politik, ekonomi, hingga sosial budaya Demokrasi Terpimpin di artikel Sejarah Kelas 12 berikut!
—
Kamu tahu nggak kalau setelah merdeka pada tahun 1945, sebagai negara baru, Indonesia pernah beberapa kali berganti sistem pemerintahan? Setelah “mencoba” demokrasi liberal, Indonesia mengubah haluan sistem pemerintahannya ke sistem demokrasi terpimpin.
Hal ini dimaksudkan agar seluruh keputusan serta pemikiran yang berkaitan dengan negara berpusat pada pemimpin negara saat itu, yaitu Soekarno. Masa Demokrasi Terpimpin dimulai sejak lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Baca Juga: Sejarah Sistem Demokrasi Liberal di Indonesia
Kira-kira, seperti apa ya kehidupan Indonesia pada masa demokrasi terpimpin? Langsung aja yuk disimak, mulai dari kondisi politik, ekonomi, sosial budaya, hingga beberapa peristiwa penting yang terjadi di masa itu.
Kondisi Politik Demokrasi Terpimpin
Pada 9 Juli 1959, Kabinet Djuanda dibubarkan dan diganti menjadi Kabinet Kerja yang dilantik pada 10 Juli 1959. Kabinet ini memiliki program kerja yang disebut Tri Program yang meliputi:
- masalah-masalah sandang dan pangan,
- keamanan dalam negeri, dan
- pengembalian Irian Barat.
Lalu, seperti apa kebijakan dalam dan luar negeri pada masa Demokrasi Terpimpin?
-
Kebijakan Dalam Negeri
1) Pidato “Penemuan Kembali Revolusi Kita” (1959) oleh Presiden Sukarno dijadikan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) berdasarkan Ketetapan MPRS Nomor 1 Tahun 1960. Kamu bisa menemukan pidato ini dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi karya Presiden Sukarno.
2) Lewat Sidang Umum MPRS (1963), Sukarno ditetapkan sebagai presiden seumur hidup.
3) Sukarno membentuk MPRS & DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara) yang dipilih langsung dan diketuai olehnya.
4) Presiden membentuk DPR-GR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong) setelah DPR sebelumnya menolak RAPBN.
5) Partai Masyumi dan PSI dibubarkan karena pemimpinnya terlibat dalam pemberontakan PRRI/Permesta.
6) Dibentuk Front Nasional sebagai satu-satunya organisasi yang memperjuangkan cita-cita Proklamasi dan Undang-Undang Dasar 1945.
7) Lembaga tinggi negara (MPRS, DPR-GR, DPA, Depernas, & Front Nasional) diintregasikan & disebut re-grouping kabinet.
8) Presiden mengambil alih pimpinan tertinggi militer & membentuk Komando Operasi Tinggi (KOTI).
9) Menerapkan paham NASAKOM (Nasionalisme, Agama, Komunis) dalam lembaga negara.
-
Kebijakan Luar Negeri
1) Muncul istilah OLDEFO (Old Established Forces); negara-negara kapitalis yang cenderung kolonialis, dan NEFO (New Emerging Forces); negara-negara anti kolonialis dan anti imperialisme.
2) Menjalankan Politik Mercusuar, yaitu pengadaan proyek-proyek besar untuk mengangkat Indonesia menjadi negara yang terkemuka.
3) Menjalankan Politik Poros, yaitu pelaksanaan ‘hubungan istimewa’ antara Indonesia dengan Republik Rakyat Cina (RRC) dalam Poros Jakarta-Peking, juga Kamboja, Vietnam Utara, dan Korea Utara dalam Poros Jakarta-Pnom Penh-Hanoi-Peking-Pyongyang).
Baca Juga: Sejarah Runtuhnya Vietnam Selatan
Kebijakan-kebijakan politik yang terdapat dalam infografis di atas tentunya tidak lepas dari berbagai kecaman karena adanya penyimpangan. Seperti penetapan Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup. Hmm, kok bisa?
Waktu itu masih bisa, karena waktu itu UUD 1945 belum diamandemen, dan di Pasal 7 saat itu hanya disebutkan bahwa presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya boleh dipilih kembali. Wah, kalau sekarang tentu nggak bisa yaa.
Selain itu, keberadaan MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) dan DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara) juga menuai kontroversi. Kenapa?
Tidak lain karena pembentukannya dibuat langsung oleh presiden, bahkan diketuai olehnya. Padahal seharusnya, badan seperti MPRS dipilih melalui Pemilu (Pemilihan Langsung).
Peristiwa Penting di Masa Demokrasi Terpimpin
Kehidupan Indonesia di masa Demokrasi Terpimpin ini memicu terjadinya berbagai peristiwa penting. Peristiwa apa saja sih?
-
Pembebasan dan Pengembalian Irian Barat
a. Jalur Diplomasi
Dilakukan melalui perundingan bilateral (1951), sidang PBB (1954), dukungan dari negara peserta Konferensi Asia Afrika (KAA), dan Sidang Majelis Umum Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (1957).
b. Konfrontasi Ekonomi
Dilakukan dalam upaya memblokir kebutuhan Belanda di Indonesia, seperti melarang media cetak dan film berbahasa Belanda, nasionalisasi perusahaan Belanda di Indonesia, mengalihkan pusat pemasaran komoditi RI dari Rotterdam (Belanda) ke Bremen, Jerman, dan lain-lain.
c. Konfrontasi Militer
Dilakukan pemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda. Sukarno juga membentuk Komando Mandala (yang diketuai oleh Mayor Jenderal Suharto). Pada 15 januari 1962, terjadi pertempuran di Laut Aru yang menewaskan Komodor Yos Sudarso. Kemudian, pada 15 Agustus 1962 dilakukan Perjanjian New York & pada 19 November 1969 Sidang Umum PBB mengesahkan hasil Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat Irian Barat).
-
Konfrontasi dengan Malaysia
Pada 1961, muncul rencana pembentukan Federasi Malaysia yang terdiri dari Persekutuan Tanah Melayu, Singapura, Serawak, Brunei, dan Sabah.
Indonesia menentang karena dianggap bahwa pembentukan federasi tersebut adalah proyek neokolim Inggris yang membahayakan revolusi Indonesia yang belum selesai.
Diadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Maphilindo (Malaysia, Filipina, Indonesia) & PBB membentuk tim investigasi. Sebelum investigasi selesai, Malaysia sudah memproklamirkan terbentuknya Federasi Malaysia. Sukarno pun mengeluarkan Dwikora & konfrontasi “Ganyang Malaysia”.
Isi dari Dwikora (Dwi Komando Rakyat) antara lain:
- Perkuat ketahanan revolusi Indonsia;
- Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Serawak, dan Brunei untuk membubarkan negara boneka Malaysia.
-
Gerakan 30S 1965
Pada 30 September 1965 malam hingga 1 Oktober dini hari terjadi penculikan dan pembunuhan perwira Angkatan Darat, termasuk penculikan 7 jenderal. Berita tentang Gerakan 30 September segera menyebar pada 1 Oktober 1965 dan menimbulkan kebingungan di masyarakat.
Peristiwa ini mengubah konstelasi politik Indonesia yang menjadi ‘akhir’ dari Demokrasi Terpimpin.
Baca Juga: Bentuk Penyimpangan Demokrasi Terpimpin terhadap Politik Luar Negeri
Kondisi Ekonomi Demokrasi Terpimpin
Kondisi ekonomi pada masa awal Demokrasi Terpimpin sangat terpuruk akibat pemberontakan-pemberontakan yang terjadi. Untuk mengatasi keadaan ekonomi pada masa ini, sistem ekonomi berjalan dengan sistem komando, di mana alat-alat produksi dan distribusi yang vital harus dimiliki dan dikuasai negara atau minimal di bawah pengawasan negara.
Beberapa upaya yang dilakukan antara lain:
1. Pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas) dan Badan Perancangan Pembangunan Nasional (Bappenas)
Upaya perbaikan perekonomian Indonesia dilakukan dengan pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas) pada 15 Agustus 1959 yang dipimpin Moh. Yamin.
Dapernas kemudian menyusun program kerjanya berupa pola pembangunan nasional yang disebut sebagai Pola Pembangunan Semesta Berencana dengan mempertimbangkan faktor pembiayaan dan waktu pelaksanaan pembangunan. Pola Pembangunan Semesta dan Berencana terdiri atas Blueprint tripola yaitu proyek pembangunan, pola penjelasan pembangunan dan pola pembiayaan pembangunan.
Pada tahun 1963, juga dibentuk Badan Perancangan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin Presiden Soekarno sebagai pengganti Depernas. Tugas Bappenas adalah menyusun rencana pembangunan jangka panjang maupun pendek.
2. Penurunan nilai uang
Untuk membendung inflasi dan mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, pada tanggal 25 Agustus 1950 pemerintah mengumumkan penurunan nilai uang.
Gimana sih penurunan nilai uang tersebut?
Sebagai contoh, untuk uang kertas pecahan Rp500 nilainya akan berubah menjadi Rp50 begitu seterusnya. Selain itu, semua simpanan di bank yang melebihi Rp25.000 akan dibekukan.
3. Melaksanakan Deklarasi Ekonomi (Dekon)
Pada tanggal 28 Maret 1963 dikeluarkan landasan baru bagi perbaikan ekonomi secara menyeluruh yaitu Deklarasi Ekonomi (Dekon). Tujuan dibentuknya Dekon adalah untuk menciptakan ekonomi yang bersifat nasional, demokratis, dan bebas dari imperialisme.
Meski begitu, dalam pelaksanaannya Dekon tidak mampu mengatasi kesulitan ekonomi dan masalah inflasi, Dekon justru mengakibatkan perekonomian Indonesia stagnan. Masalah perekonomian diatur atau dipegang oleh pemerintah sedangkan prinsip-prinsip dasar ekonomi banyak diabaikan.
4. Pembangunan Proyek Mercusuar
Keadaan perekonomian semakin buruk karena pembengkakan biaya proyek mercusuar. Proyek Mercusuar Soekarno adalah proyek pembangunan ibukota agar mendapat perhatian dari luar negeri.
Untuk memfasilitasi Ganefo (Games of the New Emerging Forces) sebagai tandingan dari Olimpiade, pemerintah membangun proyek besar seperti gedung CONEFO yang sekarang dikenal sebagai DPR, MPR, DPD DKI Jakarta, Gelora Bung Karno, Hotel Indonesia, Jembatan Semanggi, pembangunan Monumen Nasional (Monas), dan pusat pertokoan Sarinah.
Pembangunan Kompleks Olahraga di Senayan, termasuk Gelora Bung Karno merupakan proyek yang ambisius pada saat itu. (Sumber: sejarahri.com).
Kondisi Sosial dan Budaya Demokrasi Terpimpin
1. Larangan pedagang asing di luar ibukota daerah
Dalam bidang sosial, pada masa Demokrasi Terpimpin pernah terjadi konflik antar pedagang asing, terutama Cina. Pada 1 Januari 1960, para pedagang asing dilarang berdagang di pedesaan. Akibatnya, banyak di antara mereka yang dipindahkan ke kota.
Atas kebijakan tersebut pemerintah di Beijing memberikan reaksi keras terhadap usaha tentara Indonesia melarang warga negara asing (etnis Cina) bergerak dalam bidang usaha eceran di luar kota-kota besar.
2. Kerusuhan di Jakarta
Pada masa Konfrontasi Indonesia-Malaysia, keadaan sosial Indonesia mulai kacau. Kedutaan besar Inggris dan 21 rumah stafnya dibakar habis di Jakarta. Sebagai balasan, kedutaan besar Indonesia di Malaysia juga mengalami kerusakan. Hal ini berujung pada pemutusan hubungan diplomatik dengan Malaysia dan Singapura.
Soekarno ketika masa Demokrasi Terpimpin (Sumber: qudsfata.com).
3. Konflik Lekra dengan Manikebu
Dalam bidang kebudayaan, juga terdapat konflik Lekra dan Manikebu. Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) kelompok pendukung ajaran Nasakom sementara Manikebu (Manifesto Kebudayaan) adalah sekelompok cendekiawan yang anti dengan ajaran tersebut.
Kelompok Manikebu mendukung Pancasila, namun tidak mendukung ajaran Nasakom. Manikebu tidak ingin kebudayaan nasional didominasi ideologi tertentu. Manikebu kemudian dilarang oleh pemerintah RI karena dianggap menunjukkan sikap ragu-ragu terhadap revolusi. Tokoh-tokoh dalam Manikebu antara lain H.B. Jassin dan Taufiq Ismail.
4. Pelarangan musik dan tarian ala Barat
Guys, sekarang kamu tentu bisa dengar berbagai musik dan menarikan berbagai tarian dengan bebas, ‘kan? Berbeda dengan masa Demokrasi Terpimpin, segala aspek kehidupan masyarakat berada di bawah dominasi politik.
Bahkan, kelompok seniman Koes Bersaudara (Koes Plus) juga pernah ditahan oleh pihak Kejaksaan karena dianggap memainkan musik yang kebarat-baratan. Melalui pidato-pidatonya, Presiden Soekarno mengecam kebudayaan Barat berupa musik “rock and roll”, dansa ala “cha-cha”, musik pop.
—
Hidup di masa sekarang tentunya berbeda dengan kehidupan Indonesia di masa demokrasi terpimpin, ya. Jika di masa sekarang kita bisa hidup bebas, di masa itu pemerintah hampir “memasuki” semua aspek kehidupan. Kita harus bersyukur nih, guys.
Oh iya, kalau kamu mau diskusi tentang topik ini lewat Ruangguru Privat Sejarah yang pastinya didampingi sama guru-guru yang handal.
Sumber Referensi:
Abdurakhman. Pradono, A. Sunarti, L. and Zuhdi, S. (2018) Sejarah Indonesia. 2. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan
Sumber Foto:
Foto ‘Pembangunan Gelora Bung Karno’ [Daring]. Tautan: https://www.wowshack.com/20-historical-photos-from-the-1962-asian-games-in-jakarta/ (Diakses: 27 November 2020)
Foto ‘Soekarno ketika masa Demokrasi Terpimpin’. [Daring]. Tautan: https://qudsfata.com/demokrasi-terpimpin/ (Diakses: 27 November 2020)
Artikel ini diperbarui pada 17 Februari 2025.