Kehidupan Politik dan Ekonomi Masa Orde Baru | Sejarah Kelas 12
Bagaimana kehidupan politik dan ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru? Simak penjelasan lengkapnya di artikel Sejarah kelas 12 ini, yuk!
—
Kamu pastinya sudah nggak asing dong ketika mendengar kata ‘Orde Baru’? Ya, Orde Baru adalah masa sebelum Reformasi dan masa sesudah Orde Lama.
Sekadar informasi aja nih, yang memberi nama orde lama itu adalah pemerintahan Orde Baru. Padahal, Bung Karno tidak suka dengan sebutan itu. Ia lebih suka disebut orde revolusi.
Nah, pada artikel ini kita akan memelajari kehidupan politik dan ekonomi masa Orde Baru. Yuk simak biar pengetahuan kamu lebih banyak lagi.
Baca Juga: Masa Orde Baru: Latar Belakang & Sistem Pemerintahannya
Kehidupan Politik Masa Orde Baru
Kalau kita bicara soal Orde Baru, pasti yang paling teringat adalah nama Suharto. Ya, Orde Baru dipimpin oleh Suharto selama 32 tahun. Waktu yang tidak sebentar, ya.
Selama 32 tahun masa kepemimpinannya, banyak kebijakan yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap proses berjalannya negara kita ini. Sekarang kita bahas kebijakan politiknya dulu, ya.
Kebijakan politik yang dikeluarkan terbagi menjadi dua, yaitu kebijakan politik dalam negeri dan luar negeri. Masing-masing kebijakan tentunya dikeluarkan berdasarkan kebutuhan negara.
Idealnya, kebijakan yang dikeluarkan adalah yang menguntungkan dan mengedepankan kepentingan rakyat banyak. Nah, kita lihat nih beberapa kebijakan politik pada masa Orde Baru.
Kebijakan Politik Dalam Negeri
1. Pelaksanaan pemilu 1971
Pada tahun 1971, pemerintahan Suharto melaksanakan pemilu pertamanya. Pemilu ini sebelumnya sudah diatur melalui SI MPR 1967.
Dalam pemilu ini, bahkan hingga pemilu-pemilu berikutnya yang dilaksanakan tahun 1977, 1982, 1987, 1992, hingga 1997, selalu memiliki pemenang yang sama. Ada yang tau? Yap, Golongan Karya atau Golkar.
2. Penyederhanaan atau fusi partai politik
Penyederhanaan atau fusi partai politik menjadi dua partai dan satu golongan karya yaitu:
3. Dwifungsi ABRI
Dwifungsi ABRI adalah peran ganda ABRI sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan sebagai kekuatan sosial politik.
Sebagai kekuatan sosial politik ABRI diarahkan untuk mampu berperan secara aktif dalam pembangunan nasional. ABRI juga memiliki wakil dalam MPR yang dikenal sebagai Fraksi ABRI, sehingga kedudukannya pada masa Orde Baru sangat dominan.
4. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4)
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P-4 atau Ekaprasetya Pancakarsa, bertujuan untuk memberi pemahaman kepada seluruh lapisan masyarakat mengenai Pancasila. Semua organisasi tidak boleh menggunakan ideologi selain Pancasila, bahkan dilakukan penataran P4 untuk para pegawai negeri sipil.
Baca Juga: Kehidupan Politik dan Ekonomi Masa Reformasi
Kebijakan Politik Luar Negeri
1. Indonesia kembali menjadi anggota PBB
Pada saat Indonesia keluar dari PBB tanggal 7 Agustus 1965, Indonesia terkucil dari pergaulan internasional dan menyulitkan Indonesia secara ekonomi maupun politik dunia.
Keadaan ini kemudian mendorong Indonesia untuk kembali menjadi anggota PBB berdasarkan hasil sidang DPRGR. Pada tanggal 28 September 1966, Indonesia resmi aktif kembali menjadi anggota PBB.
2. Pemulihan hubungan diplomatik dengan Malaysia dan Singapura dan pemutusan hubungan dengan Tiongkok
Pada tahun 1965, terjadi konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia dan Singapura.
Untuk memulihkan hubungan diplomatik, dilakukan penandatanganan perjanjian antara Indonesia yang diwakili oleh Adam Malik dan Malaysia yang diwakili oleh Tun Abdul Razak pada tanggal 11 Agustus 1966 di Jakarta.
Pemulihan hubungan diplomatik dengan Singapura melalui pengakuan kemerdekaan Singapura pada tanggal 2 Juni 1966.
3. Memperkuat Kerja Sama Regional dan Internasional
Indonesia mulai memperkuat kerjasama baik regional dan internasional dengan melakukan beberapa upaya, yaitu:
- Turut serta dalam pembentukan ASEAN. Indonesia menjadi salah satu negara pendiri ASEAN,
- Mengirimkan Kontingen Garuda dalam misi perdamaian dunia,
- Ikut berperan dalam Konferensi Tingkat Tinggi Non-Blok,
- Berperan dalam Organisasi Konferensi Ilsam (OKI).
Lalu, kalau kehidupan ekonomi masa Orde Baru, kayak gimana sih?
Kehidupan Ekonomi Masa Orde Baru
Pemerintahan Orde Baru memiliki slogan yang menunjukkan fokus utama mereka dalam memberlakukan kebijakan ekonomi, yaitu Trilogi Pembangunan.
Bukan tanpa dasar, Trilogi Pembangunan dibuat karena Indonesia mengalami inflasi yang sangat tinggi pada awal tahun 1966, kurang lebih sebesar 650% setahun. Nah, beberapa kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pada masa Orde Baru adalah:
1. Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)
Pada April 1969, pemerintah menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang bertujuan untuk meningkatkan sarana ekonomi, kegiatan ekonomi serta kebutuhan sandang dan pangan. Repelita ini akan dievaluasi selama lima tahun sekali.
Repelita diadakan sebanyak enam kali:
a. Repelita I (1 April 1969-31 Maret 1974) Sasaran utama yang hendak dicapai adalah pangan, sandang, papan, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Pertumbuhan ekonomi berhasil naik 3 sampai 5,7% sedangkan tingkat inflasi menurun menjadi 47,8%.
Namun, kebijakan pada masa Repelita I dianggap menguntungkan investor Jepang dan golongan orang-orang kaya saja. Hal ini memicu timbulnya peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari (Malari).
b. Repelita II (1 April 1974 – 31 Maret 1979) menitikberatkan pada sektor pertanian dan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
c. Repelita III (1 April 1979-31 Maret 1984) Pelita III menekankan pada Trilogi Pembangunan dengan menekankan pada azas pemerataan, yaitu:
- Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat,
- pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan,
- pemerataan pembagian pendapatan,
- pemerataan kesempatan kerja,
- pemerataan kesempatan berusaha,
- pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan,
- pemerataan penyebaran pembangunan,
- pemerataan memperoleh keadilan.
d. Repelita IV (1 April 1984 – 31 Maret 1989) menitikberatkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin sendiri.
e. Repelita V (1 April 1989-31 Maret 1994) menitikberatkan pada sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan, meningkatkan produksi pertanian, menyerap tenaga kerja, dan mampu menghasilkan mesin-mesin sendiri.
f. Repelita VI dimulai pada tahun 1994, pembangunan berfokus pada pada sektor ekonomi, industri, pertanian dan peningkatan sumber daya manusia.
2. Revolusi Hijau
Revolusi Hijau pada dasarnya adalah suatu perubahan cara bercocok tanam dari cara tradisional (peasant) ke cara modern (farmers). Untuk meningkatkan produksi pertanian umumnya dilakukan empat usaha pokok, yang terdiri dari:
a. Intensifikasi, yaitu penelitian, pengembangan, dan penerapan teknologi pertanian untuk memanfaatkan lahan yang ada guna memperoleh hasil yang optimal; Perubahan ini dilakukan melalui program Panca Usaha Tani yang terdiri dari:
b. Ekstentifikasi, yaitu perluasan lahan pertanian untuk memperoleh hasil pertanian yang lebih optimal;
c. Diversifikasi adalah keanekaragaman usaha tani untuk menghindari ketergantungan pada ketunggalan kegiatan, produk, jasa, atau investasi;
d. Rehabilitasi adalah pemulihan daya produktivitas sumber daya pertanian yang sudah kritis.
—
Sekarang kamu sudah tahu kan seperti apa kehidupan politik dan ekonomi masa Orde Baru? Meskipun kamu tidak mengalaminya, setidaknya kamu sudah mengetahui beberapa hal penting yang terjadi pada masa Orde Baru.
Nah terjadinya Reformasi, itu karena pengaruh dari kebijakan-kebijakan yang tadi disebutkan Squad. Oleh karena itu, memelajari sejarah secara bertahap menjadi sangat penting. Karena antara satu dengan yang lainnya saling berkaitan.
Bagaimana kamu bisa mengetahuinya? Tentunya dengan belajar. Lalu bagaimana belajar yang mudah dan menyenangkan? Nah kalau pertanyaannya seperti ini, kamu bisa nih belajar dengan santai tapi sangat efektif, yaitu dengan menonton video belajar di ruangbelajar. Jadii, jangan lupa download aplikasinya ya.
Sumber referensi:
Abdurakhman. Pradono, A. Sunarti, L. and Zuhdi, S. (2018) Sejarah Indonesia. 2. Jakarta, Pusat Kurikulum dan Perbukuan.