10 Organisasi Pergerakan Nasional Indonesia & Tokoh Pendirinya | Sejarah Kelas 11

Tokoh Pendiri Organisasi Pergerakan Nasional

Artikel Sejarah Kelas 11 ini menjelaskan terbentuknya organisasi-organisasi kebangsaan, seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, Indische Partij, dan lain-lain. Ketiganya menandai awal pergerakan bangsa Indonesia terhadap penjajahan pemerintah kolonial Belanda.

 

Pergerakan nasional Indonesia merupakan tonggak penting dalam perjalanan menuju kemerdekaan bangsa. Berbagai organisasi pergerakan nasional didirikan dengan semangat membebaskan rakyat Indonesia dari penjajahan serta mewujudkan cita-cita kemerdekaan.

Di bawah tekanan kolonialisme, para tokoh pergerakan nasional membentuk organisasi yang berperan besar dalam menyatukan dan membangun kesadaran bangsa. 

Dalam artikel ini, kita akan membahas mengenai organisasi-organisasi pergerakan nasional Indonesia dan tokoh-tokoh pendirinya yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah perjuangan bangsa. Langsung saja yuk, kita mulai!

Organisasi pergerakan nasional

 

1. Budi Utomo

Budi Utomo

Organisasi Budi Utomo (Sumber: grid.id)

 

Organisasi pergerakan nasional yang pertama di indonesia adalah Budi Utomo. Budi Utomo merupakan organisasi pergerakan nasional yang lahir dari kondisi masyarakat yang terpuruk akibat kebijakan politik etis.

Meskipun pendidikan mulai terbuka bagi penduduk pribumi, keterbatasan dana menjadi penghalang utama. Melihat hal ini, dr. Wahidin Soedirohusodo berinisiatif untuk menggalang dana melalui propaganda yang ia lakukan di berbagai kota besar di Pulau Jawa. 

Perjuangan dr. Wahidin menginspirasi dr. Sutomo dan teman-temannya di STOVIA untuk mendirikan organisasi Budi Utomo. Budi Utomo didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 dan berfokus pada isu sosial, ekonomi, dan kebudayaan, tanpa terlibat dalam politik. Kehadiran Budi Utomo menciptakan wadah bagi kaum pribumi yang ingin memperjuangkan hak pendidikan dan kesejahteraan bagi masyarakat. 

Budi Utomo didirikan oleh dr. Sutomo dan teman-temannya di STOVIA di Jakarta. Organisasi ini mendapat dukungan dari kalangan bupati meskipun ada pihak, khususnya dari golongan priyayi, yang kurang setuju. Berdirinya organisasi ini menandai kebangkitan kesadaran nasional, dan oleh karena itu, tanggal berdirinya Budi Utomo kemudian diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

 

2. Sarekat Islam

Sarekat Islam

Organisasi Sarekat Islam (Sumber: ceknricek.com)

 

Sarekat Islam (SI), awalnya dikenal sebagai Sarekat Dagang Islam, didirikan oleh K.H. Samanhudi, seorang pengusaha batik dari Surakarta, pada tahun 1905

Tujuan Sarekat Islam awalnya adalah untuk memperkuat solidaritas di antara pedagang pribumi agar mampu bersaing dengan pedagang asing. Perubahan nama menjadi Sarekat Islam pada tahun 1912 di bawah kepemimpinan H.O.S. Tjokroaminoto memperluas keanggotaannya, mencakup semua masyarakat beragama Islam dan memperluas fokus pada isu-isu keagamaan.

Di bawah kepemimpinan tokoh Sarekat Islam yang paling terkenal, yakni H.O.S. Tjokroaminoto, organisasi ini mulai berkembang menjadi gerakan nasionalis yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Organisasi ini berusaha memajukan ekonomi Islam sesuai visi Cokroaminoto, menjadikannya lebih dari sekadar perkumpulan dagang. Dengan tujuan yang semakin luas, Sarekat Islam menjadi lebih populer dan anggotanya bertambah hingga mencakup berbagai lapisan masyarakat Islam di Indonesia.

Kehadiran Sarekat Islam yang semakin besar membuat Belanda merasa khawatir akan kedudukannya di Indonesia. Pada puncak pengaruhnya, Sarekat Islam menjadi organisasi terbesar di tanah air dengan anggota mencapai dua juta orang.

Organisasi ini juga dianggap sebagai salah satu pelopor pergerakan nasional dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, membawa semangat nasionalisme yang kuat di kalangan masyarakat pribumi.

Baca Juga: Biografi HOS Tjokroaminoto: Tokoh Kebangkitan Nasional dan Guru Bangsa

 

3. Indische Partij 

Indische Partij

Organisasi Indische Partij (Sumber: kompas.com)

 

Organisasi pergerakan nasional Indische Partij didirikan oleh Tiga Serangkai, yaitu Ernest Eugene Francois Douwes Dekker (Dr. Danudirja Setiabudi), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara).

Indische Partij didirikan pada tanggal 25 Desember 1912 di Bandung. Organisasi ini menjadi unik karena anggaran dasarnya dianggap sebagai dasar politik bagi perjuangan Indonesia, meskipun organisasi ini hanya berumur pendek.

Indische Partij merupakan organisasi pergerakan kebangsaan yang bertujuan ingin Indonesia merdeka dari penjajahan Belanda. Organisasi ini menarik perhatian karena bersifat campuran, yaitu dianggotai baik oleh pribumi maupun orang asing, dan menyuarakan kesetaraan serta kebebasan. Prinsip dan tujuan perjuangan yang sangat berani menjadikan Indische Partij sebagai organisasi yang berbeda dari pergerakan lainnya di masa itu.

Bisa dibilang, demi mencapai tujuannya, Indische Partij banyak berkecimpung dalam ranah politik, seperti mengkritik kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Hindia Belanda.

Indische Partij banyak mengeluarkan tulisan kritikannya terhadap pemerintah Hindia Belanda melalui surat kabar yang sering dipublikasikan. Salah satu tulisan yang paling terkenal adalah tulisan dari Suwardi Suryaningrat berjudul “Als Ik eens Nederlander was” di surat kabar De Express.

Namun, karena prinsipnya yang menentang pemerintahan kolonial Belanda, organisasi ini dilarang oleh Belanda. Pada 4 Maret 1913, Indische Partij resmi ditutup oleh pemerintah kolonial dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang. Meskipun singkat, perjuangan dan dasar-dasar yang dibawa oleh Indische Partij memiliki pengaruh besar dalam perjalanan pergerakan nasional di Indonesia.

 

4. Perhimpunan Indonesia

Perhimpunan Indonesia

Organisasi Perhimpunan Indonesia (Sumber: grid.id)

 

Perhimpunan Indonesia adalah organisasi pergerakan nasional yang awalnya didirikan di Leiden, Belanda, dengan nama Indische Vereeniging pada 25 Oktober 1908. Perhimpunan Indonesia didirikan oleh Soetan Kasajangan Soripada dan RM Noto Suroto.

Pada mulanya, organisasi ini bertujuan untuk mewadahi para mahasiswa Indonesia di Belanda, tetapi seiring waktu, visinya berkembang untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda.

Pada tahun 1925, organisasi ini mengganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia, sebuah langkah simbolis yang menunjukkan identitas nasional yang kuat serta menggantikan istilah Hindia Belanda dengan Indonesia.

Pergantian nama ini juga menjadikannya sebagai organisasi pergerakan pertama yang mengusung nama Indonesia secara resmi, menegaskan komitmennya pada kemerdekaan Indonesia.

Tokoh-tokoh penting yang terlibat dalam Perhimpunan Indonesia termasuk Mohammad Hatta, Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat. Mereka berperan penting dalam memperkenalkan isu kemerdekaan Indonesia ke ranah internasional, menjadikan Perhimpunan Indonesia sebagai pelopor gerakan kemerdekaan di kancah global.

Baca Juga: 3 Tokoh Pengibar Bendera Merah Putih saat Proklamasi Kemerdekaan 1945

Kamu penasaran dan ingin cari tahu lebih dalam tentang organisasi pergerakan nasional Indonesia? Kamu boleh lho cari tau dengan belajar langsung bareng tutor yang keren-keren dari Ruangguru Privat Sejarah!

Belajar nggak cuma menyenangkan, tapi kamu juga bakal diajari konsepnya sampai paham! Para pengajar di Ruangguru Privat juga sudah terstandarisasi kualitasnya, loh. Kamu juga bisa pilih nih, mau diajarkan secara langsung (offline) atau daring (online). Fleksibel, kan? Untuk info lebih lanjut, cuss klik link berikut!

CTA Ruangguru Privat

 

5. Muhammadiyah

Muhammadiyah

Organisasi Muhammadiyah (Sumber: kumparan.com)

 

Muhammadiyah adalah organisasi pergerakan nasional berbasis keagamaan yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Yogyakarta. Muhammadiyah didirikan pada tanggal 18 November 1912.

Organisasi ini lahir sebagai tanggapan terhadap saran Budi Utomo untuk memberikan pelajaran agama kepada anggotanya, menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang modern. Muhammadiyah mendirikan berbagai fasilitas pendidikan dan sosial, seperti sekolah agama, panti asuhan, panti jompo, dan rumah sakit, yang memperkuat peranannya dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Meskipun pergerakan nasional lain lebih terfokus pada politik, Muhammadiyah memilih jalur pendidikan dan sosial dalam memperjuangkan kemajuan bangsa. Organisasi ini memiliki peran penting dalam meningkatkan pendidikan masyarakat Indonesia dan membantu mempersiapkan perlawanan terhadap dominasi asing dan pengaruh Belanda, meskipun tidak terlibat dalam politik langsung. Berbagai program pendidikan dan sosial yang dijalankan Muhammadiyah mendapat dukungan luas dari masyarakat.

Muhammadiyah berkembang pesat sejak didirikan, dan dalam satu tahun pertama, tepatnya pada 1913, sudah memiliki 267 cabang di Pulau Jawa. Pada tahun 1935, jumlah cabang Muhammadiyah telah mencapai 710 di seluruh Indonesia, menandakan keberhasilan dan pengaruh luas organisasi ini. Sebagai pendiri, K.H. Ahmad Dahlan diakui sebagai pahlawan nasional atas jasanya dalam memperjuangkan pendidikan dan pembangunan bangsa melalui pendekatan Islam modern.

 

6. Indische Sociaal Democratische Vereeniging (Cikal Bakal Partai Komunis Indonesia)

ISDV

Organisasi Indische Sociaal Democratische Vereeniging (Sumber: wikipedia.org)

 

Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) didirikan pada 9 Mei 1914 oleh Henk Sneevliet, anggota Partai Buruh Sosial Demokrat Belanda. Sebagai organisasi yang berhaluan marxisme, ISDV bertujuan menyebarkan sosialisme di kalangan masyarakat bumiputera dan memperkenalkan ideologi sosial demokrat.

Organisasi ini menjadi pelopor pemikiran yang bertentangan dengan kapitalisme dan liberalisme yang saat itu juga berkembang di Hindia Belanda (sekarang Indonesia).

Pada 23 Mei 1920, ISDV berubah nama menjadi Perserikatan Komunis Hindia (PKH) sebagai langkah untuk menyesuaikan diri dengan arus pergerakan global, dan kemudian mengadopsi program dari Komintern, yang berupaya membentuk pemerintahan Soviet di Hindia Belanda.

Aktivitas radikal ini membuat pemerintah Belanda bertindak tegas terhadap PKH dengan menangkap sejumlah tokoh dan memulangkan Sneevliet ke Belanda pada tahun 1918. Pada tahun 1921, PKH berubah nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI), mencerminkan identitas nasionalnya.

PKI kemudian berkembang dengan semangat pergerakan non-kooperatif, namun perjalanannya diwarnai oleh pasang surut dan menghadapi banyak tantangan. Puncak konflik yang melibatkan PKI terjadi pada 1965-1966, dengan pecahnya pemberontakan yang berujung pada tragedi pembantaian massal, sehingga menutup sejarah panjang organisasi ini di Indonesia.

Baca Juga: Tokoh yang Berjuang Mempertahankan Kemerdekaan NKRI

 

7. Partai Nasional Indonesia (PNI)

Partai Nasional Indonesia (PNI)

Organisasi Partai Nasional Indonesia (Sumber: kompas.com)

 

Partai Nasional Indonesia (PNI) didirikan oleh Ir. Soekarno pada 4 Juli 1927 dan berfokus pada bidang politik, ekonomi, dan sosial. Setelah Kongres 1928, keanggotaan PNI meningkat pesat, yang membuat pemerintah Belanda khawatir. Akibatnya, pada 29 Desember 1929, empat tokoh PNI—Soekarno, Gatot Mangkoepradja, Maskoen, dan Supradinata—ditangkap dan dihukum, menandai awal penekanan terhadap pergerakan nasionalis.

Tujuan utama PNI adalah mencapai kemerdekaan Indonesia, namun penangkapan Soekarno mengakibatkan rasa takut di kalangan pengikutnya, sehingga banyak yang mulai membubarkan diri. Keberadaan PNI sebagai organisasi politik yang aktif memperjuangkan kemerdekaan menjadi semakin terancam, dan partai ini menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan keberlanjutannya di tengah tekanan kolonial.

Meskipun mengalami berbagai tantangan, PNI tetap memiliki pengaruh yang signifikan dalam membentuk kesadaran nasionalisme di Indonesia. Sebagai salah satu partai massa terbesar dalam sejarah politik Indonesia, PNI berhasil menarik simpati masyarakat dan menjadi simbol perjuangan rakyat untuk meraih kemerdekaan dari penjajahan. Pengaruh dan kontribusi PNI dalam dinamika kekuasaan di Indonesia tetap diingat sebagai bagian penting dari sejarah pergerakan nasional.

 

8. Partai Indonesia (Partindo)

Partai Indonesia (PARTINDO) dibentuk pada April 1931 oleh sejumlah tokoh pergerakan nasional setelah pembubaran Partai Nasional Indonesia (PNI) oleh pemerintah kolonial Belanda. Sebelum pembubaran, PNI telah diperingatkan untuk menghentikan aktivitasnya.

Setelah Sukarno dihukum, para pemimpin PNI lainnya merasa partai mereka tidak bisa lagi beroperasi. Mr. R.M. Sartono mendirikan PARTINDO dengan tujuan meraih kemerdekaan penuh tanpa bekerja sama dengan Belanda, tetapi dengan pendekatan yang lebih moderat daripada PNI.

Di antara para pendiri PARTINDO terdapat tokoh-tokoh seperti Mr. Iskaq Tjokrohadisoerjo, Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Mr. Ali Sastroamidjojo, yang sebelumnya merupakan anggota PNI.

Keputusan mendirikan PARTINDO dan membubarkan PNI memicu perdebatan, termasuk penolakan dari Mohammad Hatta yang saat itu berada di Belanda. Sebagai akibat dari konflik ini, pada Februari 1932 anggota PARTINDO hanya berjumlah sekitar 3.000 orang.

Setelah dibebaskan pada Desember 1931, Sukarno berupaya menyatukan gerakan nasionalis namun gagal menyatukan PARTINDO dengan PNI-Baru yang dipimpin Hatta dan Sjahrir. Akhirnya, Sukarno bergabung dengan PARTINDO pada Agustus 1932 karena kesamaan visi dalam aksi massa.

Pada Juli 1933, PARTINDO memiliki sekitar 20.000 anggota dan mengandalkan rapat-rapat umum sebagai sarana mobilisasi. Namun, kegiatan ini menarik perhatian pemerintah Belanda, yang mulai menangkap dan mengasingkan pemimpin-pemimpin PARTINDO serta melarang kongres pada 1934.

Meskipun mengalami tekanan, PARTINDO tetap mengkritik kebijakan Belanda melalui majalah seperti Pikiran Rakjat dan Soeloeh Indonesia Moeda. Kritik keras terhadap imperialisme Belanda membuat pemerintah kolonial semakin represif, hingga akhirnya Sukarno diasingkan ke Ende, Flores.

Pembatasan aktivitas dan pengasingan tokoh-tokoh kunci ini menghambat pergerakan PARTINDO, yang pada November 1936 memutuskan untuk membubarkan diri. Sebagian anggota yang tidak setuju mendirikan Komite Pertahanan PARTINDO di Semarang dan Yogyakarta, namun usaha ini tidak berhasil.

Pada akhirnya, PARTINDO benar-benar bubar pada 1937, dan sebagian besar anggotanya bergabung dengan Gerakan Rakyat Indonesia. Pembubaran PARTINDO menandai akhir dari salah satu organisasi nasionalis penting yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, meskipun pendekatan mereka berbeda dari partai-partai lain.

Baca Juga: Negara-Negara Pendukung Kemerdekaan Indonesia

 

9. Partai Indonesia Raya (Parindra)

Parindra

Organisasi Partai Indonesia Raya (Sumber: kompas.com)

 

Dua organisasi kebangsaan, Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) dan Budi Utomo, dalam kongres yang berlangsung pada 24–26 Desember 1935 di Solo. Dr. R. Soetomo terpilih sebagai ketua dan B.R.M.H. Woerjaningrat sebagai wakil ketua.

Sebagai organisasi politik, PARINDRA berupaya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui pendekatan kooperatif, dengan lebih banyak berkolaborasi dengan pemerintah kolonial Belanda.

PARINDRA didirikan oleh golongan priyayi dan cendekiawan Jawa yang ingin menciptakan wadah politik untuk memperjuangkan kemerdekaan.

Dalam bidang politik, mereka memanfaatkan Volksraad (Dewan Rakyat) sebagai tempat untuk menyuarakan aspirasi kemerdekaan, dan bergabung dengan Gabungan Politik Indonesia (GAPI) untuk menyatukan visi perjuangan kemerdekaan.

Di bidang sosial, PARINDRA mendirikan organisasi Surya Wirawan, yang menyediakan pendidikan bagi pemuda untuk membentuk karakter dan membangun masyarakat yang sesuai dengan visi nasionalis PARINDRA.

Dalam bidang ekonomi, PARINDRA mendirikan dua organisasi yaitu Rukun Tani untuk memperjuangkan kepentingan petani, serta Rukun Pelayaran Indonesia untuk membantu para pelayar dan pedagang pribumi menghadapi biaya tinggi yang dikenakan oleh perusahaan pelayaran KPM di luar Jawa, terutama di Sulawesi.

Upaya ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat yang mayoritas adalah petani dan pedagang, sesuai dengan visi PARINDRA dalam memperkuat ekonomi rakyat.

PARINDRA tumbuh pesat setelah berakhirnya gerakan antikolonialisme radikal pada 1934, dengan sifat yang lebih moderat dan memilih kooperasi dengan Belanda untuk mencapai kemerdekaan. Pada 1937, PARINDRA memiliki lebih dari 4.600 anggota yang tersebar di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan, dan jumlahnya terus bertambah hingga mencapai sekitar 19.500 anggota pada 1941, terutama terkonsentrasi di Jawa bagian timur.

Ketika ketua PARINDRA Dr. R. Sutomo meninggal pada 1938, posisinya digantikan oleh Muhammad Husni Thamrin, yang memandang Jepang sebagai model dalam pergerakan nasional. Kepemimpinan Thamrin menimbulkan kecurigaan dari pemerintah Belanda, yang mencurigai PARINDRA memiliki hubungan dengan Kekaisaran Jepang, terutama menjelang Perang Dunia II di kawasan Pasifik.

 

10. Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo)

Gerindo

Organisasi Gerakan Rakyat Indonesia (Sumber: fahum.umsu.ac.id)

 

Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) dibentuk pada Mei 1937 di Jakarta sebagai respons terhadap ancaman fasisme yang mulai memasuki Indonesia pada tahun 1930-an. Fasisme yang dipimpin oleh Nazi Jerman di bawah Adolf Hitler memicu peringatan dari tokoh komunis G. Dimitov, yang menyerukan persatuan global melawan fasisme. Seruan ini menginspirasi Gerindo untuk menentang fasisme dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dalam konteks antifasisme.

Gerindo berkembang menjadi partai sayap kiri besar yang dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Mr. Sartono, Mr. Amir Sjarifoeddin, Dr. A.K. Gani, dan Mohammad Yamin. Dengan orientasi internasional, Gerindo aktif mengkampanyekan bahaya fasisme dan menghubungkan perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan gerakan antifasis global. Gerindo percaya bahwa kemerdekaan Indonesia akan bergantung pada kekuatan antifasisme yang berhasil menaklukkan fasisme di tingkat internasional.

Sebagai bentuk strategi, Gerindo memilih untuk bekerja sama dengan Belanda sementara waktu demi mencapai kemerdekaan jangka panjang. Gerindo menghentikan perlawanan terhadap Belanda dan mempersiapkan diri untuk menghadapi potensi serangan Jepang. Langkah konkret yang dilakukan oleh Gerindo adalah ikut bergabung dalam Volksraad, forum politik yang memungkinkan mereka untuk menyampaikan aspirasi secara legal dalam sistem kolonial.

Walaupun bekerja sama dengan Belanda, Gerindo tetap memperhatikan kepentingan rakyat kecil. Sikap antifasis Gerindo ternyata menguntungkan pemerintah kolonial karena fokus mereka tertuju pada ancaman Jepang. Gerindo juga mengadvokasi pembentukan milisi sebagai persiapan melawan Jepang. Namun, keterlibatan politik Gerindo dibatasi oleh pemerintah Belanda, terutama terkait dengan rencana pendirian Partai Buruh yang dipandang terlalu prematur oleh para pemimpinnya.

Pada awal 1940-an, terjadi perpecahan internal di Gerindo, yang ditandai dengan skorsing terhadap Yamin karena pencalonannya dalam Volksraad oleh perkumpulan Minangkabau tanpa dukungan Gerindo. Perpecahan ini memicu munculnya kelompok yang tidak setuju dengan kerja sama Gerindo dengan Belanda dan mengarah pada gerakan bawah tanah saat pendudukan Jepang. Sutan Syahrir dan rekan-rekannya menjadi pelopor gerakan ini, yang kemudian berkontribusi pada perlawanan terhadap Jepang.

Baca Juga: Tokoh-Tokoh Nasional dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Organisasi-organisasi pergerakan nasional beserta para tokohnya menjadi pilar penting dalam upaya merebut kemerdekaan Indonesia. Mereka bukan hanya menciptakan wadah perjuangan, tetapi juga menginspirasi generasi bangsa untuk terus berjuang demi kemerdekaan. 

Perjuangan dan pengorbanan mereka tidak berakhir dengan proklamasi kemerdekaan karena tetap menjadi inspirasi dalam menjaga persatuan dan kemajuan bangsa. Dengan memahami sejarah dan kontribusi mereka, kita dapat menghargai nilai perjuangan yang mendasari kemerdekaan Indonesia.

Jika kamu senang belajar sejarah Indonesia, kamu bisa cari tahu berbagai materi sejarah Indonesia lainnya hanya di Ruangguru! Yuk, gabung sekarang!

IDN CTA Blog ruangbelajar Ruangguru

Referensi:

Sardiman AM, Lestariningsih AD. (2017) Sejarah Indonesia. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.

(Artikel ini pertama kali ditulis oleh Fahri Abdillah pada 17 Juli 2018, kemudian diperbarui oleh Kenya Swawikanti pada 14 November 2024)

Kenya Swawikanti