Politik Etis: Latar Belakang, Kebijakan, dan Dampaknya | Sejarah Kelas 11
Artikel Sejarah Kelas XI ini menjelaskan tentang latar belakang munculnya politik etis dan juga faktor-faktor tumbuhnya kesadaran kebangsaan Indonesia
—
Kamu tahu Minke, tokoh utama dalam tetralogi novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer? Kalau belum, sini aku kenalin sedikitttt aja. Minke ini merupakan orang asli Indonesia (atau Hindia) yang punya kesempatan untuk mengenyam pendidikan bersama siswa-siswa Belanda yang lain.
Padahal, sebelumnya, orang Indonesia gak boleh sekolah sama sekali lho. Hix :(. Tapi, sejak Politik Etis diberlakukan, orang Indonesia jadi bisa bersekolah. Nah, hal inilah yang di kemudian hari menjadi pemantik munculnya pergerakan nasional.
Emang, Politik Etis tuh apa sih? Kok bisa ada Politik Etis? Terus, apa hubungannya Politik Etis dengan tumbuhnya pergerakan nasional? Langsung aja cuss simak artikel ini!
Latar Belakang Politik Etis
Kita mulai dari Belanda yang bokek nan tidak punya uang karena banyak perang melawan bangsa Indonesia. Kalau kamu ingat Perang Padri, Perang Diponegoro, dan Perang Aceh, nah, berbagai macam perang ini berhasil menguras kas Belanda sampai jebol.
Belanda gak punya duit, dan harus memutar otak supaya punya penghasilan yang banyak lagi. Akhirnya, terwujudlah tanam paksa atau cultuurstelsel yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal van Den Bosch. Intinya, saat itu masyarakat Hindia dipaksa untuk menanam berbagai komoditas yang akan diekspor. Keuntungannya buat Belanda. Rakyat Hindia mah dapat hikmahnya aja.
Berkat tanam paksa, Belanda berhasil mengumpulkan uang sebanyak 187 juta gulden. Sementara, banyak petani Hindia yang saat itu ditemukan meninggal karena sangat keletihan dan kelaparan, akibat tanam paksa ini.
Fakta inilah yang membuat tanam paksa justru mendapat banyak kritik dari kaum liberal di Belanda. Mereka merasa Belanda gak fair (dan jahat banget juga sih) karena sudah memeras habis-habisan negara jajahan demi mendapatkan kekayaan yang melimpah ruah.
Beberapa tokoh yang mengkritik terhadap pemerintahan Belanda antara lain W.R. van Hoevel, Multatuli (atau Edward Douwes Dekker) lewat novelnya Max Havelaar, hingga Conrad Theodor van Deventer, seorang politisi dan ahli hukum Belanda.
Theodor van Deventer saat itu menulis pemikirannya, salah satunya lewat tulisan berjudul Een Ereschuld atau Hutang Kehormatan yang dimuat di harian De Gids tahun 1899. Kritikan tersebut berisi perlunya pemerintah Belanda membayar utang budi dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat di negara jajahan.
C. Th. van Deventer. Sumber: resources.huygens.knaw.nl
Utang budi ini harus dibayar dengan bentuk apapun, termasuk dengan cara mendirikan sekolah-sekolah untuk warga pribumi. Harapannya, pendirian sekolah ini akan bermanfaat untuk kepentingan masyarakat Hindia di masa yang akan datang.
Kritik-kritik ini menjadi perhatian serius dari pemerintah kolonial Belanda. Bahkan, pada tahun 1901, Ratu Wilhelmina sampai memberikan pidato terkait kesejahteraan negara jajahan. Nah, sejak saat inilah, atau pada 17 September 1901, Politik Etis diberlakukan.
Dapat disimpulkan, Politik Etis adalah upaya yang dilakukan pemerintah Belanda untuk membalas budi kepada rakyat Hindia yang sudah diperas hingga menderita.
Baca Juga: Perlawanan Indonesia terhadap Belanda sampai Awal Abad 20 | Sejarah Kelas 10
Ratu Wilhelmina. Sumber: Republika
—
Nah, sebelum lanjutin kisah tentang Politik Etis dan Pergerakan Nasional, misal kamu tertarik lebih dalam dengan materi sejarah nih, kamu boleh loh belajar langsung bareng tutor yang keren-keren dari Ruangguru Privat Sejarah!
Belajar nggak cuma menyenangkan, tapi kamu juga bakal diajari konsepnya sampai paham! Para pengajar di Ruangguru Privat juga sudah terstandarisasi kualitasnya, loh. Kamu juga bisa pilih nih, mau diajarkan secara langsung (offline) atau daring (online). Fleksibel, kan? Untuk info lebih lanjut, cuss klik link berikut!
Kebijakan Politik Etis
Ratu Wilhelmina kemudian mengangkat Alexander W.F. Idenburg sebagai Menteri Urusan Jajahan. Idenburg ditugaskan untuk meninjau kesejahteraan di Hindia. Setelah peninjauan terlaksana, akhirnya ditemukanlah kebijakan yang tepat untuk diterapkan di wilayah Hindia.
Akhirnya, ditetapkanlah kebijakan Politik Etis yang dikenal sebagai Triologi Balas Budi atau Trias van Deventer, yaitu irigasi, emigrasi, dan edukasi.
Irigasi diperlukan untuk memperbaiki taraf kehidupan masyarakat pribumi dalam bidang pangan. Saat itu, pemerintah Belanda memperbaiki sarana pertanian untuk menunjang komoditas yang akan dihasilkan, salah satunya dengan membangun waduk-waduk sebagai penampung air hujan.
Pemerintah Belanda juga membangun transportasi kereta api yang dapat digunakan untuk membangun hasil pertanian dari pedalaman Hindia menuju pelabuhan. Selain itu, berkat kereta api, hasil pertanian yang dipanen juga dapat didistribusikan dengan waktu yang lebih cepat dan efisien, sehingga terhindar dari hasil panen yang membusuk.
Sementara, pada program emigrasi, pemerintah Belanda memindahkan sebagian penduduk dari Pulau Jawa dan Madura ke Sumatra dan pulau-pulau lainnya agar persebaran penduduk lebih merata. Hal ini didasarkan pada pertumbuhan penduduk Pulau Jawa yang semakin banyak sehingga rakyat semakin sulit mendapatkan lapangan pekerjaan.
Bagi masyarakat yang dipindahkan ke pulau lain, telah disediakan tanah-tanah yang dapat mereka kelola untuk pertainan atau perkebunan.
Sedangkan, program pendidikan atau edukasi dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas masyarakat Hindia. Goal utamanya adalah agar masyarakat Hindia tidak buta huruf dan bisa membaca, serta mencetak tenaga kerja dengan harga yang murah. Jeng jenggg. <Ternyata ada maksud terselubung juga nih wkwkwk>. Yah, gimana ya, sebelum ada program edukasi ini, pemerintah Belanda harus mengeluarkan biaya mahal untuk mengimpor pekerja dari Eropa soalnya.
Edukasi menjadi program paling berpengaruh bagi masyarakat di Hindia Belanda. Penerapan program edukasi dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan menerapkan pendidikan gaya Barat.
Pendidikan gaya barat tersebut diterapkan di beberapa sekolah yang didirikan pemerintah Hindia Belanda antara lain:
Meskipun begitu, program edukasi ini ternyata memantik munculnya golongan elite baru atau golongan terpelajar. Golongan elite baru disebut juga sebagai golongan priyayi. Golongan priyayi tersebut banyak yang berprofesi sebagai dokter, guru, jurnalis, dan aparatur pemerintahan.
Mereka memiliki pikiran yang maju serta semakin sadar terhadap penindasan-penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda. Selain itu, golongan elite baru berhasil mengubah corak perjuangan masyarakat dalam melawan penindasan pemerintah kolonial, dari yang tadinya bersifat kedaerahan menjadi bersifat nasional. Inilah titik di mana masa pergerakan nasional dimulai.
Baca Juga: Revolusi Tiongkok: Latar Belakang, Proses Terjadinya Revolusi & Dampak | Sejarah Kelas 11
Dampak Politik Etis
Salah satu dampak Politik Etis yang dibilang signifikan adalah tumbuhnya kesadaran awal kebangsaan. Bayangin aja guys, selama ratusan tahun hidup di bawah bayang-bayang Belanda, akhirnya muncul nih golongan elit yang kritis dan pintar, yang memiliki kesadaran bahwa rakyat Hindia juga memiliki hak untuk memiliki negaranya sendiri dengan utuh.
Kesadaran awal kebangsaan di antara kalangan bumiputera ini terjadi di awal abad 20 ya. Titik baliknya ada di mana guys? Pembentukan Budi Utomo yang merupakan organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia. Singkatnya, organisasi ini diinisiasi dan beranggotakan mahasiswa STOVIA. Organisasi yang berdiri pada 20 Mei 1908 ini merupakan tonggak awal kebangkitan nasional. Makannya, hari lahir Budi Utomo, setiap tanggal 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Nah, tapi, tumbuhnya kesadaran awal kebangsaan ini tentu nggak terjadi begitu saja dong. Selain Politik Etis yang menjadi dasar munculnya golongan terpelajar, ada beberapa faktor lain yang membuat kesadaran itu muncul. Apa aja tuh?
Faktor Internal Tumbuhnya Kesadaran Kebangsaan Indonesia
- Munculnya Golonga Elite Baru akibat pengaruh bidang edukasi kebijakan Politik Etis.
- Penderitaan masyarakat bumiputera atas penindasan kolonial Belanda.
- Tumbuhnya kenangan akan kejayaan masa lalu. Misalnya, Nusantara pernah sangat berkuasa pada masa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
- Munculnya kesadaran untuk bersatu.
Faktor Eksternal Tumbuhnya Kesadaran Kebangsaan Indonesia
- Masuk dan berkembangnya paham-paham baru di dunia (Liberalisme, Sosialisme, Demokrasi, Nasionalisme, dan Pan-Islamisme).
- Kemenangan Jepang atas Rusia tahun 1905.
- Lahirnya pergerakan nasional di wilayah Asia dan Afrika (Tiongkok, India, Filipina, Turki, dan Mesir).
Faktor-faktor di atas berpengaruh besar dalam mengubah karakteristik bangsa Indonesia untuk melawan penjajahan. Saat itu, pada abad 20. Lalu, seperti apa sih corak perjuangan bangsa Indonesia ketika menghadapi penjajahan di masa itu?
Baca Juga: 7 Strategi Perlawanan Indonesia terhadap Belanda Sampai Awal Abad 20
Nah, beberapanya bisa kamu lihat pada poin-poin di bawah ini guys.
- Dipimpin dan digerakkan oleh kaum terpelajar. Kaum terpelajar mendorong perjuangan melawan penjajahan barat melalui pendirian organisasi-organisasi pergerakan.
- Bersifat nasional dan sudah ada persatuan antara daerah. Perjuangan yang dilakukan melalui organisasi berhasil menyatukan masyarakat Hindia Belanda yang terdiri dari beragam suku. Selain itu persamaan nasib membuat munculnya persatuan nasional di masa ini.
- Melakukan perlawanan secara pemikiran. Perjuangan melalui pemikiran muncul karena masyarakat bumiputera sadar bahwa kekuatan persenjataan tidak mampu mengalahkan pemerintah Hindia Belanda. Alhasil perjuangan beralih melalui pemikiran yang muncul dalam berbagai cara, mulai dari kampanye lewat pers, rapat akbar, tulisan, hingga menolak bekerja sama dengan pemerintah kolonial.
- Terorganisir dan ada kaderisasi yang jelas. Perjuangan melalui organisasi berhasil menciptakan kaderisasi anggota. Melalui kaderisasi anggota, faktor kepemimpinan dalam perjuangan tidak lagi terfokus pada pemimpin yang kharismatik, karena akan selalu muncul pemimpin dari kaderisasi yang dilakukan oleh organisasi.
- Memiliki visi yang jelas yaitu Indonesia merdeka. Perjuangan masyarakat bumiputera di masa ini memiliki tujuan yang jelas yaitu Indonesia merdeka.
—
Wah keren ya, kaum-kaum terpelajar waktu itu bisa menjadi pemimpin dan penggerak perlawanan masyarakat terhadap penjajahan. Nah kalau kamu gimana nih sebagai kaum terpelajar? Udah ngelakuin apa buat bangsa kita ini? Pastinya pengen dong jadi pemimpin dan penggerak.
Menjadi penggerak dan pemimpin itu enggak harus berperang kok. Misalnya aja kamu berhasil menggerakkan teman-teman kamu untuk buang sampah pada tempatnya. Dengan begitu, berarti kamu sudah memperjuangkan negara kita ini menjadi calon negara terbersih dikemudian hari.
Selain itu, pastinya kamu juga harus terus belajar, belajar apapun yang kamu senangi. Kalau kamu kesulitan memahami materi di sekolah, kamu bisa nih belajar menggunakan ruangbelajar. Kamu bisa menonton video belajar dengan animasi, bisa latihan soal, bisa juga lihat-lihat rangkuman. Pokoknya lengkap deh!
Referensi:
Sardiman AM, Lestariningsih AD. (2017) Sejarah Indonesia. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.
Sumber Foto:
Foto ‘C. Th. van Deventer.’ [Daring] Tautan: http://resources.huygens.knaw.nl/bwn1880-2000/lemmata/bwn1/deventer
Foto ‘Ratu Wilhemnia’ [Daring] Tautan: https://republika.co.id/berita/p07kvn282/politik-etis-ratu-wilhemina-dan-tanam-paksa-yang-menyiksa-pribumi
Foto ‘Alexander WF Idenburg’ [Daring] Tautan: https://geheugen.delpher.nl/nl/geheugen/view?coll=ngvn&identifier=SFA03%3ASFA002007959
Artikel ini pertama kali ditulis oleh Fahri Abdillah dan diterbitkan pada 10 Juli 2018, kemudian diperbarui pada 18 November 2020.