Sejarah Sistem Demokrasi Liberal di Indonesia | Sejarah Kelas 12
Indonesia pernah mengalami era Demokrasi Liberal ketika diperintah oleh Presiden Sukarno. Seperti apa latar belakang, penerapan, jalannya pemerintahan, dan akhir dari Demokrasi Liberal? Yuk simak penjelasan lengkapnya di Artikel Sejarah Kelas XII ini!
—
Kamu punya ketua kelas? Atau mungkin ketua OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) di sekolah kamu? Nah, coba kamu ingat-ingat, kenapa sih mereka bisa dipilih jadi ketua kelas atau ketua OSIS?
Kalo kamu tanya temen-temen kamu pasti beda-beda alasan milihnya. Ada yang milih karena menurutnya orangnya baik, ada yang memilih karena orangnya pinter. Atau mungkin ada yang memilih karena dia rajin traktir, hehe. Tapi dari sini kita bisa liat bahwa masing-masing orang atau siswa memiliki alasannya tersendiri dalam memilih pemimpin dan itu mustahil untuk bisa diseragamkan.
Kira-kira kayak gitu kondisi politik dan pemerintahan Indonesia tahun 1950-an. Periode ini sering disebut dengan Demokrasi Liberal atau Demokrasi Parlementer. Sebagai negara yang baru merdeka, pemerintah Indonesia langsung mengimplementasikan demokrasi dalam politik negara.
Banyak partai-partai politik yang dibentuk dan berdiri untuk menyampaikan aspirasi dan keinginan masyarakat pemilihnya. Tapi nih, ada sebagian yang beranggapan kalo kondisi kayak gini tuh ga bagus buat sebuah negara baru, karena jika langsung diimplementasikan akan ada konflik terus menerus dan negara akan sulit melakukan pembangunan ekonomi.
Hmm… Apa itu Demokrasi Liberal? Dan gimana sejarahnya? Let’s check this out!
Pengertian Demokrasi Liberal
Sebelum lebih jauh, kita harus tau dulu nih pengertiannya. Jadi, Demokrasi Liberal adalah sistem politik yang menekankan pada pembagian kekuasaan serta keterlibatan aktif masyarakat dalam pembentukan pemerintahan. Pembagian kekuasaan dan keterlibatan masyarakat ini dapat disalurkan lewat partai politik.
Ciri-ciri dari negara dan pemerintahan dengan konsep Demokrasi Liberal adalah sistem kepartaiannya. Sistem kepartaian yang dianut pada masa demokrasi liberal adalah sistem multipartai (multi-party).
Sistem multipartai sendiri adalah sistem politik yang menjamin kebebasan bagi masyarakat untuk membentuk partai politik. Lawan dari multipartai adalah sistem satu partai (one-party system). Kalo kita lihat nih dari sejarahnya, partai politik di Indonesia pada tahun 1950-an itu ada banyak banget. Ada sekitar 56 partai politik.
Ciri-ciri lain dari demokrasi liberal adalah sistem pemerintahannya. Sistem pemerintahan itu umumnya ada dua, yaitu sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer.
Nah, pada masa demokrasi liberal bangsa indonesia menganut sistem pemerintahan parlementer. Emang bedanya apa sih?
Kalo sistem presidensial, jabatan presiden berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Di satu sisi, dalam sistem parlementer presiden berkedudukan sebagai kepala negara aja, sedangkan kedudukan kepala pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri.
Sistem demokrasi liberal diterapkan di Indonesia dalam kurun waktu 1945 sampai dengan 1959. Indonesia menganut sistem demokrasi liberal setelah dikeluarkannya Maklumat Pemerintah 3 Nopember 1945. Maklumat Pemerintah itu menegaskan posisi pemerintah Indonesia yang mendorong adanya kebebasan berpolitik bagi masyarakatnya.
Namun, karena sejak proklamasi kemerdekaan terjadi Revolusi Indonesia, maka sistem ini baru benar-benar berjalan sejak Indonesia kembali ke negara kesatuan pada 1950. Berakhirnya sistem demokrasi liberal ditandai dengan peristiwa dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 oleh Presiden Sukarno. Sejak saat itu pemerintahan dan politik Indonesia menerapkan konsep Demokrasi Terpimpin.
Tapi… Gimana sih latar belakang demokrasi liberal ini?
Baca Juga: Kehidupan Indonesia di Masa Demokrasi Terpimpin | Sejarah Kelas 12
Latar Belakang Demokrasi Liberal
Setelah proklamasi dibacakan, tokoh-tokoh yang jadi anggota PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan) membentuk KNIP atau Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai lembaga sementara yang menjalankan fungsi pemerintahan.
Dalam salah satu rapat KNIP, Presiden Sukarno mengusulkan buat jadiin Indonesia sebagai negara satu partai atau partai tunggal. Usulan ini terus dapet penolakan, terutama dari golongan muda.
Sutan Sjahrir, yang pas itu jadi ‘jagoan’ golongan muda, menganggap bahwa sistem partai tunggal adalah satu keputusan yang gak demokratis. Akhirnya, Wakil Presiden Hatta mengeluarkan Maklumat Pemerintah 3 Nopember 1945 yang mengizinkan masyarakat umum membentuk partai politik.
Beuh, pas berita soal maklumat itu tersebar, banyak golongan yang kemudian mendirikan partai politik untuk kumpulin aspirasi mereka.
Misalnya nih, golongan umat Islam sebagian besar bergabung dalam partai bernama Partai Masyumi dan golongan umat Kristiani membentuk Partai Kristen Indonesia atau Parkindo. Terus ada juga nih golongan nasionalis yang membangkitkan kembali PNI atau Partai Nasional Indonesia yang udah lama banget hiatus atau ga aktif.
Tapi kenapa ya sistem ini sepakat buat diterapin sama pemerintah saat itu?
Nah, selain karena ada faktor internal seperti di atas, ada juga nih faktor eksternal.
Sebagai negara baru, Indonesia perlu dan butuh banget nih dukungan dari negara-negara lain untuk melaksanakan kemerdekaannya, terutama dukungan dari negara-negara barat seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan lain lain.
Salah satu cara yang dirasa ampuh adalah dengan menunjukkan bahwa Indonesia mampu untuk menjalankan sistem demokrasi liberal seperti halnya negara-negara barat. Dan bener aja, beberapa negara mulai simpati dan menaruh perhatian ke Indonesia.
Kira-kira, berhasil ga ya sistem ini diterapin di Indonesia yang baru merdeka?
Penerapan Demokrasi Liberal
Kalau ditanya berhasil atau ga demokrasi liberal buat diterapin, jawabannya bisa relatif nih. Kelebihan dan kekurangan demokrasi liberal dapat dinilai tergantung pada sisi mana kita melihatnya.
Dari sisi politik dalam negeri, kabinet pemerintahan berganti beberapa kali. Sejak Agustus 1950 sampai dengan Juli 1959, totalnya ada 7 kabinet pada masa demokrasi liberal. Coba kita lihat daftarnya:
- Kabinet Natsir (September 1950-Maret 1951)
- Kabinet Sukiman (April 1951-Februari 1952)
- Kabinet Wilopo (April 1952-Juni 1953)
- Kabinet Ali Sastroamidjojo I (Agustus 1953-24 Juli 1955)
- Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955-Maret 1956)
- Kabinet Ali Sastroamidjojo II (Maret 1956-Maret 1957)
- Kabinet Juanda atau Karya (April 1957-Juli 1959)
Kalo misalnya kita lihat masa jabatan dari kabinet itu, kebanyakan pada sebentar gitu ya waktunya. Beberapa bahkan ga sampe setahun. Kabinet yang paling lama menjabat adalah Kabinet Juanda yaitu selama 2 tahun 2 bulan. Jadi bisa dibilang kondisi pemerintahan Indonesia ga stabil nih, temen temen. Kenapa ya?
Pada masa demokrasi liberal, keadaan pemerintah tidak stabil disebabkan karena konflik antarpartai politik dan golongan. Selain itu, beberapa daerah di Indonesia juga melakukan perlawanan daerah yang terus terjadi. Hal ini tuh ngaruh banget sama kondisi politik saat itu dan berkaitan dengan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Baca Juga: Latar Belakang dan Tujuan Pemberontakan PRRI/Permesta | Sejarah Kelas 12
Terus, pendeknya masa kekuasaan kabinet pada masa demokrasi liberal disebabkan juga karena kebijakan pemerintah yang tidak sejalan dengan partai-partai di parlemen.
Misalnya nih, ketika terjadi konflik tentang tanah di Tanjung Morawa, Sumatra Utara, pemerintah Wilopo bersebrangan dengan sebagian besar anggota parlemen terkait dengan konflik ini dan akhirnya Kabinet Wilopo pun jatuh dan bubar.
Tapi, meskipun kayaknya demokrasi liberal ini isinya ribut antarpartai, kelebihan demokrasi liberal adalah terbukanya sarana demokrasi yang lebih luas bagi masyarakat dibandingkan dengan masa kolonialisme Belanda dan pendudukan Jepang.
Pada masa ini juga, Pemilihan Umum atau Pemilu demokratis pertama berhasil diadakan dengan sukses pada tahun 1955 di masa Kabinet Burhanuddin Harahap.
Partai Peserta Pemilu tahun 1955 (Wikimedia Commons)
Jadi, pada tahun 1955, Indonesia mengadakan pemilihan untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat dan Konstituante. Fungsi DPR adalah untuk membentuk undang-undang, sedangkan Konstituante merancang undang-undang dasar atau konstitusi.
Pemilu ini bukan cuma jadi Pemilu pertama aja, tapi juga jadi bukti pada dunia bahwa Indonesia mampu menjalankan sistem demokrasi.
Terus nih, dari sisi kebijakan luar negeri, kita bisa liat peristiwa yang bisa jadi paling keren yaitu Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada tahun 1955. Indonesia pada saat itu menjadi tuan rumah bagi negara-negara baru merdeka dan bangsa-bangsa yang sedang memperjuangkan kemerdekaan dari kolonialisme. Konferensi internasional ini juga menjadi salah satu kelebihan dan prestasi Indonesia pada masa Demokrasi Liberal.
Baca Juga: Kehidupan Ekonomi Indonesia di Masa Demokrasi Liberal | Sejarah Kelas 12
Akhir dari Demokrasi Liberal
Konflik partai sepanjang tahun ini selain berpengaruh pada stabilitas politik, juga berdampak pada jalannya kebijakan pemerintah. Kabinet berganti, jadinya arah kebijakan juga berganti-ganti dan membuat penerapan kepada masyarakat juga terhambat.
Bahkan, kabinet hasil Pemilu yaitu Kabinet Ali Sastroamidjojo II juga masih belum bisa mengatasi masalah konflik antarpartai politik ini. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan banyak yang tidak sejalan dengan ideologi partai-partai yang ada di dalam kabinet.
Melihat hal itu, Presiden Sukarno kemudian turun tangan dengan mengambil keputusan. Sukarno mengeluarkan Konsepsi Presiden pada Februari 1957 yang salah satunya berisi tentang pembentukan kabinet gotong royong yang terdiri dari berbagai partai politik di DPR. Hal ini yang kemudian disusul oleh bubarnya Kabinet Ali Sastroamidjojo II pada Maret 1957.
Kabinet baru yang dibentuk sesuai dengan gambaran dan rencana Presiden Sukarno kemudian disebut nama Kabinet Karya atau di kemudian hari lebih dikenal sebagai Kabinet Juanda.
Meskipun presiden udah turun tangan, konflik antarpartai tetap ga selesau, terutama pembahasan dasar negara di Konstituante. Akhirnya, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang membubarkan Konstituante hasil Pemilu dan dimulainya masa demokrasi terpimpin. Dengan demikian, kabinet terakhir pada masa demokrasi liberal adalah Kabinet Juanda.
Bentar bentar deh, emang apa sih perbedaan demokrasi liberal dan terpimpin? Bedanya, demokrasi liberal itu menekankan pada peran aktif partai-partai politik yang ada, sedangkan demokrasi terpimpin penekankan pada arahan dan komando dari pemimpin nasional, dalam konteks ini Presiden Sukarno.
Baca Juga: Penyimpangan Demokrasi Terpimpin terhadap Politik Luar Negeri | Sejarah Kelas 9
—
Intinya, sebagai sebuah negara yang baru merdeka, wajar jika saat itu Inodneisa masih beradaptasi dengan sistem pemerintahan untuk menentukan mana yang paling cocok dan terbaik. Yang pasti sih, para pemimpin negara kita berusaha melakukan yang terbaik untuk negeri ini, meskipun ada trial and error. Hehehe.
Buat kamu yang mau belajar lebih dalam tentang Demokrasi Liberal, kamu boleh banget cek materinya di video ruangbelajar. Di situ kamu akan belajar dengan Master Teacher yang keren, video pembelajaran yang interaktif, seru, dan adaptif. Yuk, unduh ruangbelajar sekarang!
Referensi:
Poesponegoro, Marwanti Djoened & Notosusanto, Nugroho (ed). (2019) Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka
Ricklefs, M.C. (2022) Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Jakarta: Serambi