Seperti Apa Pendidikan di Mata Kartini?
Dalam rangka menyambut Hari Kartini yang jatuh pada tanggal 21 April, artikel ini akan membahas tentang pandangan Kartini di bidang pendidikan. Mau tahu seperti apa pandangannya? Simak ulasannya di artikel berikut!
—
Sungguh besar cita-citanya,
Bagi Indonesia…
Ada yang tahu itu potongan lirik lagu apa? Jangan bilang kamu nggak hafal, lho! Salah satu lagu nasional yang diciptakan oleh W.R. Supratman ini ditujukan untuk menghargai jasa Raden Adjeng Kartini (R.A. Kartini) yang gigih memperjuangkan emansipasi perempuan.
Berkat perjuangan Kartini-lah para perempuan Indonesia di masa sekarang ini bisa memiliki kesetaraan dengan laki-laki. Coba lihat deh di zaman modern ini, berapa banyak perempuan yang menempati posisi penting? Entah di sebuah perusahaan atau pemerintahan, sudah banyak diisi oleh kaum perempuan.
Kebayang, kan, kalau Kartini dengan pandangannya tentang emansipasi di Indonesia tidak muncul? Sepertinya tidak mungkin ada presiden wanita yang pernah dimiliki Indonesia. Yaps, Ibu Megawati Soekarno Putri. Bahkan, Ibu Susi Pudjiastuti, Menteri Perikanan dan Kelautan Indonesia pun menjadi bukti eksistensi dari emansipasi yang digagas Kartini.
Bicara tentang emansipasi, Kartini tentu memandang perlunya aspek pendidikan bagi perempuan. Kartini yang lahir pada 21 April 1879 dibesarkan dan dididik dalam keluarga bangsawan Jawa. Hal ini membuat Kartini harus patuh terhadap aturan-aturan Jawa yang kala itu perempuan memiliki unggah ungguh (baca: tata krama) dalam segala hal. Cara duduk yang diatur dalam adat Jawa. Bahkan, perempuan bangsawan pun harus keluar dari sekolah ketika mereka datang bulan pertama kali.
Ya, setelah mengalami menstruasi, perempuan-perempuan di zaman dulu harus dipingit dan hanya tinggal di rumah. Menunggu bangsawan lain datang dan melamarnya. Entah sebagai istri pertama, kedua, ketiga, atau keempat.
Hebatnya, adat yang terkesan mengekang tersebut tidak membuat pemikiran Kartini ikut terkekang juga. Pemikiran Kartini, terus membumbung tinggi bak asap yang terus keluar dari sebuah cerobong atap rumah.
Keingintahuannya yang tinggi bahkan membuatnya ingin bersekolah di Belanda. Sayangnya, mimpi itu harus ia telan mentah-mentah. Hanung Bramantyo, dalam film buatannya Kartini (2017), berspekulasi bahwa kandasnya mipi ini diakibatkan ayahnya yang sakit dan ibu kandungnya, Ngasirah, membujuknya untuk berbakti kepada keluarganya saja.
Sumber lain, yakni buku Kartini: Sebuah Biografi yang ditulis oleh Sitisoemandari Soeroto tahun 1970-an mengatakan kalau Kartini gagal berangkat ke Belanda karena iklim politik Hindia-Belanda yang kurang kondusif.
Akhirnya, Kartini menikah dengan bupati Rembang, Raden Adipati Djojodiningrat. Ia merasakan pemikirannya terus berkembang. Ditambah lagi, ia memiliki sahabat pena, Nyonya Abendanon.
Baca Juga: 3 Kartini Masa Kini yang Berjuang di Dunia Pendidikan
Kartini dan Abendanon sering sekali membahas tentang hak-hak perempuan. Bahkan dalam kutipan buku Kartini: Sebuah Biografi, Kartini pernah berkata….
“Nyonya yang sudah lama di Jawa ini tentu sudah mengetahui bagaimana keadaan perkawinan dalam masyarakat kami. Maka kami gembira sekali bahwa suami Nyonya akan memberikan pendidikan kepada gadis-gadis kami. Namun di samping itu perlu juga diberikan pendidikan kejuruan, barulah karunia yang suami Nyonya berikan itu menjadi karunia penuh.”
Coba lihat, dalam percakapan tersebut Kartini mengungkapkan perlunya pendidikan kejuruan. Di zaman itu, Kartini sudah berpikir untuk membangun sebuah pendidikan yang lebih spesifik yakni kejuruan. Kalau sekarang bisa kamu lihat banyak sekolah kejuruan atau lembaga kursus suatu bidang tertentu. Menjahit, bahasa Inggris, atau bahkan kursus bidang otomotif.
Pemikiran Kartini yang dipengaruhi lingkungan sosialnya menjadikan pendidikan itu sebagai alat untuk memajukan sebuah bangsa. Ilmu pengetahuan yang didapat seseorang merupakan sebuah jalan mencapai kebahagiaan untuk suatu individu atau kelompok masyarakat. Kartini memiliki harapan yang sangat dalam bagi kaum bumiputra untuk mendapatkan pendidikan. Semua ini bertujuan untuk mencetak individu yang punya kecerdasan akal dan budi pekerti.
Sayangnya, sekarang banyak pelajar yang tidak mencerminkan dirinya sebagai pelajar. Melawan guru, tawuran, hingga penyalahgunaan narkoba. Biasanya, para pelajar tuh suka lupa diri kalau udah melewati masa-masa ujian. Betul nggak?
Padahal, saat ini teknologi sudah sangat membantu anak sekolah seperti kita. Masalahnya hanya satu: bisa kah kita memilih mana informasi yang harus kita ambil, dan mana yang tidak. Banyaknya informasi yang beredar seringkali malah membuat kita jadi “arogan” dan berpikir malas.
Oleh karena itu, penting banget yang namanya literasi berinternet. Punya kemampuan memahami dan mengolah informasi dari sumber-sumber yang ada. Dalam hal ini, ya, internet. Nggak ada salahnya kamu mengasah pengetahuanmu dengan konten-konten cihuy di internet. Salah satunya, ya ruangbelajar! Di sana kamu bisa mendapatkan video pembelajaran, lengkap dengan animasi, latihan soal, dan infografik di tiap materinya!