[AB] Web Side Banner - Blog RG

Sejarah Kerajaan Sriwijaya, Mataram Kuno, dan Medang | Sejarah Kelas 10

Kerajaan Sriwijaya, Mataram Kuno, dan Medang

Mau tau kisah Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Mataram Kuno, dan Kerajaan Medang? Yuk scroll artikel Sejarah kelas 10 berikut ini! 

 

Kamu pernah dengar kisah Roro Jonggrang dan Bandung Bondowoso? Itu lhooo, yang bisa membuat 1.000 candi dalam semalam~ FYI aja, kisah tersebut merupakan legenda rakyat yang diceritakan secara turun temurun.

Namun, kalau dilihat dari sudut pandang historis dan bukti sejarah, ternyata candi yang dimaksud di kisah Roro Jonggrang dibangun pada masa pemerintahan Rakai Pikatan dan Pramodhawardhani. Nah lho.

Biar kamu gak kegocek antara legenda rakyat dan sejarah yang sebenarnya terjadi, yuk simak artikel ini sampai abis! Kali ini kita akan bahas sejarah Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Mataram Kuno, dan Kerajaan Medang.

 

Sejarah Kerajaan Sriwijaya

Pada abad ke-7, muncul kerajaan yang berkembang begitu pesat di wilayah Sumatra, yaitu Kerajaan Sriwijaya. Sebenernya Sriwijaya bisa juga disebut sebagai kedatuan. Jadinya, Kedatuan Sriwijaya. Alasannya, karena Sriwijaya lebih fokus mengembangkan perdagangan dan penyebaran agama daripada memperkuat politik, guys.

Apalagi, awal mula Kerajaan Sriwijaya ini muncul setelah hadirnya kota-kota perdagangan. Wilayah pantai timur Sumatra merupakan wilayah yang sangat ramai, hal ini dikarenakan wilayah tersebut menjadi salah satu jalur perdagangan.

Kerajaan Sriwijaya terletak di Sumatera Selatan, sekitar pesisir Sungai Musi dan Sungai Ogan, Palembang. Menurut Prasasti Kedukan Bukit, raja Sriwijaya yang bernama Dapunta Hyang, berhasil menaklukkan daerah Minangatamwan yang diperkirakan saat ini adalah daerah Jambi.

Letak Sriwijaya yang cukup strategis mendorong interaksi antara Sriwijaya dengan kerajaan di luar Nusantara, seperti kerajaan Nalanda dan kerajaan Chola dari India.

Selain dengan India, Sriwijaya juga melakukan hubungan baik dengan pedagang-pedagang dari Tiongkok yang sering singgah. Perluasan daerah kekuasaan ini, mendorong perekonomian kerajaan menjadi maju.

 

Sriwijaya Dibawah Pemerintahan Balaputradewa

Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Raja Balaputradewa. Beliau merupakan keturunan Dinasti Syailendra dari Kerajaan Mataram Kuno. Pada abad ke-7 M, kerajaan Sriwijaya berhasil menguasai jalur perdagangan di Selat Sunda, Selat Malaka, Selat Bangka, dan Laut Jawa.

Di bawah pemerintahan Balaputradewa, Sriwijaya pernah melakukan pertukaran pelajar ke Nalanda, salah satu kampus tertua untuk belajar agama Buddha di India. Hal ini tercantum dalam Prasasti Nalanda. Hal ini juga mendukung Teori Arus Balik tentang masuknya Hindu-Buddha ke Nusantara.

Baca Juga: 4 Teori Masuknya Agama Hindu-Buddha ke Indonesia | Sejarah Kelas 10

Seperti yang disebutkan dalam Prasasti Ligor yang ditemukan di Ligor, Thailand, pangkalan kerajaan Sriwijaya berfungsi untuk mengawasi perdagangan di Selat Malaka. Hingga abad ke-8 M, kerajaan Sriwijaya berhasil menguasai jalur perdagangan di Asia Tenggara. Oleh karena kekuasaannya yang sangat luas, Sriwijaya menjadi kerajaan maritim terbesar di seluruh Asia Tenggara.

Makanya, gak  heran kalau ada prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang ditemukan di luar Indonesia. Karena Sriwijaya memang seberpengaruh dan sekuat itu.

Walaupun kerajaan Sriwijaya merupakan pusat agama Buddha di luar India, Sriwijaya tidak memiliki peninggalan budaya berupa candi-candi atau arca dalam bidang kebudayaan. Kepercayaan kerajaan Sriwijaya merupakan Buddha Mahayana.

Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran mulai pada abad ke-13 M, ditandai dengan munculnya kerajaan-kerajaan besar seperti kerajaan Siam yang sama-sama menguasai jalur perdagangan.

Selain itu, munculnya kerajaan Singasari yang ingin menyatukan wilayah Nusantara, mulai mengirim ekspedisi ke arah barat yang disebut ekspedisi Pamalayu. Aktivitas perdagangan juga sudah mulai berkurang, sehingga para pedagang menyeberang ke daerah Tanah Genting Kra. Kekuasaan Sriwijaya berakhir karena serangan dari kerajaan Majapahit pada 1377 M.

 

Prasasti Peninggalan Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya terkenal dengan berbagai peninggalannya berupa prasasti, baik di yang terletak di luar negeri maupun dalam negeri. Beberapa prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya antara lain:

  1. Prasasti Kedukan Bukit
  2. Prasasti Ligor
  3. Prasasti Nalanda
  4. Prasasti Hujung Langit
  5. Prasasti Kota Kapur
  6. Prasasti Telaga Batu
  7. Prasasti Palas Pasemah
  8. Prasasti Talang Tuo
  9. Prasasti Leiden
  10. Prasasti Karang Berahi

 

Nah guys, selain berisi informasi seputar kerajaan, banyak prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang isinya berupa kutukan, seperti Prasasti Telaga Batu, Prasasti Karang Berahi, Prasasti Kota Kapur, dan Prasasti Palas Pasemah. Coba nih, kamu perhatikan kutipan isi dari Prasasti Karang Berahi:

Keberhasilan! Wahai sekalian dewata yang berkuasa, yang sedang berkumpul dan yang melindungi provinsi sriwijaya, juga kau Tandrun luah dan semua dewata yang mengawali setiap mantra kutukan!

Bilamana di pedalaman daerah akan ada orang yang memberontak, yang bersekongkol dengan pemberontak, yang berbicara dengan pemberontak, yang mendengarkan kata pemberontak, yang mengenal pemberontak, yang tidak berperilaku hormat, yang tidak takluk, yang tidak setia pada saya dan pada mereka yang oleh saya diangkat sebagak datu. Biar orang-orang yang menjadi pelaku perbuatan-perbuatan tersebut mati kena kutuk. Biar sebuah ekspedisi seketika dikirim di bawah pimpinan datu sriwijaya, dan biar mereka dihukum bersama marga dan keluarganya.”

Kira-kira, apa sih alasannya? Menurut Ibu Retno Purwanti, seorang peneliti arkeologi, prasasti berisi kutukan tersebut dimaksudkan agar masyarakat tunduk pada perintah raja.

Baca Juga: Sejarah Kerajaan Kutai, Tarumanegara, dan Kalingga | Sejarah Kelas 10

 

Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Okey, disclaimer dikit ya guys. Sebenaranya, Mataram itu merujuk pada nama wilayah, bukan nama kerajaan. Misal, wilayahnya Palembang tapi nama kerajaannya Sriwijaya.

Terus, nama kerajaannya apa dong? Kerajaan ini bisa disebut sebagai Kerajaan Medang. Tapi, karena terletak di Mataram, makannya bisa juga disebut sebagai Kerajaan Medang Mataram.

Kerajaan ini nantinya akan berpindah ke Jawa bagian timur, yang salah satunya diakibatkan karena adanya letusan gunung Merapi. Di Jawa bagian timur, kerajaan ini dikenal dengan nama Kerajaan Medang Wangsa Isyana. Cuman yang ini bahasnya nanti aja, ya.

Nah, karena buku-buku sekolah nyebutnya masih pakai Kerajaan Mataram Kuno, kita pakai terma lama aja. Biar kamu familiar juga hehehe.

 

Kehidupan Politik Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno merupakan salah satu kerajaan besar bercorak Hindu-Buddha di Jawa. Kerajaan ini punya dua dinasti besar, yaitu Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu, dan Dinasti Syailendra yang beragama Buddha. Makannya, candi-candi peninggalan Mataram Kuno ada yang bercorak Hindu dan Buddha.

Candi bercorak Hindu misalnya Candi Dieng, Candi Prambanan, Kompleks Candi Gedong Songo, dan lain-lain. Sementara, Candi yang bercorak Buddha antara lain Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Sewu, dan lain-lain.

Raja di Kerajaan Mataram Kuno memiliki gelar khusus seperti narapati yang berarti manusia yang memimpin, sri maharaja yang berasal dari bahasa Sanskerta, rakai dan abhiseka yang semuanya berasal dari India. Raja pertama Mataram adalah Sanjaya.

Pada masa pemerintahan Sanjaya, Kerajaan Mataram Kuno sedang sibuk melakukan perang dengan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya. Meskipun begitu, masyarakatnya hidup dalam kerukunan dan kedamaian.

Menurut Prasasti Canggal, Raja Sanjaya adalah pendiri Mataram Kuno. Ia pun membahas tentang Lingga, yang merupakan lambang dari Dewa Siwa. Sehingga, agama yang dianut pada masa itu adalah Hindu Siwa. Sedangkan dalam Prasasti Balitung atau Prasasti Mantyasih, diceritakan nama-nama Raja yang memerintah saat masa Kerajaan Dinasti Sanjaya.

 

Mataram Kuno Dibawah Pemerintahan Rakai Panangkaran

Setelah Raja Sanjaya meninggal, pemerintahan Rakai Panangkaran naik tahta. Mulai dari sinilah, agama Buddha berkembang di Mataram Kuno.

Beliau membangun Candi Kalasan yang ditujukan sebagai tempat pemujaan Dewi Tara dan tempat peribadatan umat Buddha. Selain itu, jika merujuk pada angka tahun Prasasti Manjusrigrha, Rakai Panangkaran juga membangun Candi Sewu (yang merupakan Candi Buddha terbesar kedua di Jawa Tengah setelah Candi Borobudur), sebagai tempat pemujaan Mañjusri.

Saat Rakai Pikatan menjadi raja di Mataram Kuno, ia menikah dengan Pramodhawardani, anak dari Samaratungga. Pernikahan ini jadi bukti bentuk toleransi, lho~ Soalnya, Rakai Pikatan beragama Hindu, dan Pramodhawardani beragama Buddha. Di masa pemerintahannya, Rakai Pikatan menyelesaikan pembangunan Candi Borobudur dan mulai membangun Candi Prambanan.

Baca Juga: Candi Borobudur: Sejarah, Relief, dan Bagian-bagiannya

Oiya, antara Pramodhawardani dan Balaputradewa raja Sriwijaya ternyata masih ada hubungan keluarga. Ada sumber yang menyebutkan bahwa Balaputradewa merupakan paman dari Pramodhawardani, tapi ada juga yang bilang kalau Balaputradewa adalah adik dari Pramodawardhani.

Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

 

Raja-Raja Kerajaan Mataram Kuno

Cukup panjang ya kisah historis Kerajaan Mataram Kuno. Sekarang, kamu boleh simak urutan raja-raja yang pernah memerintah di Mataram Kuno. Urutan ini diambil dari Prasasti Mantyasih, yang diterjemahkan oleh F.D.K. Bosch.

  1. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya,
  2. Sri Maharaja Rakai Panangkaran,
  3. Sri Maharaja Rakai Panunggalan,
  4. Sri Maharaja Rakai Warak,
  5. Sri Maharaja Rakai Garung,
  6. Sri Maharaja Rakai Pikatan,
  7. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi,
  8. Sri Maharaja Rakai Watuhumalang, dan
  9. Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Sri Dharmodaya Mahasambu

 

Selain kesembilan raja ini, sebenarnya ada raja-raja lainnya yang memerintah di Kerajaan Mataram Kuno. Hanya saja, mereka punya periode kekuasaan yang sangat singkat, kurang berdaulat, dan memimpin kerajaan setelah pemerintahan Dyah Balitung berakhir. Makannya nama-namanya gak dimasukin.

Misalnya, seperti Rakai Sumba Dyah Wawa. Dyah Wawa bisa dibilang merupakan raja terakhir dari Kerajaan Mataram Kuno atau Medang Mataram. Sebab, setelah itu diketahui Kerajaan Medang berpindah pusat kekuasaan dari Jawa bagian tengah ke Jawa bagian timur karena adanya bencana alam berupa letusan Gunung Merapi.

Perpindahan ini dipimpin oleh Mpu Sindok, yang membangun wangsa baru Kerajaan Medang.

 

Sejarah Kerajaan Medang Wangsa Isyana

Selanjutnya, Kerajaan Medang dipimpin oleh Mpu Sindok. Menurut Prasasti Paradah dan Prasasti Anjuk Ladang yang menjadi peninggalan Kerajaan Medang, lokasi kerajaan ini berada di dekat Jombang, di tepi Sungai Brantas.

Prasasti Anjuk Ladang

Prasasti Anjuk Ladang (Wikipedia.org)

 

Di sana, Mpu Sindok menjadi raja bergelar Sri Isyana Wikramadharmotunggadewa. Di bawah pemerintahannya, aktivitas perdagangan berkembang di Jawa Timur.

Ada hal yang perlu kita teladani dari apa yang dilakukan oleh Mpu Sindok. Untuk bidang sosial budayanya, Mpu Sindok mencontohkan bagaimana sikap toleransi. Satu bentuk toleransinya adalah ketika Mpu Sindok mengizinkan penyusunan kitab Sanghyang Kamahayanikan, yang merupakan kitab suci agama Buddha, padahal Mpu Sindok adalah penganut agama Hindu.

Keturunan-keturunan Mpu Sindok selanjutnya disebut Dinasti Isyana atau Isana. Maka dari itu, Kerajaan Medang yang ini bisa juga disebut Kerajaan Medang Wangsa Isyana.

Setelah kekuasaan Mpu Sindok berakhir, Medang dipimpin oleh keturunannya, yaitu Sri Isyanatunggawijaya. Kemudian tahtanya digantikan oleh Makutawangsawardana dan setelah itu Dharmawangsa Tguh. Pada masa pemerintahan Dharmawangsa, aktivitas perdagangan meluas sampai ke luar daerah Jawa Timur.

Selain itu, ia juga sempat menikahkan putrinya dengan keponakannya yang bernama Airlangga. Di tengah-tengah pesta pernikahan, Raja Wurawari dari Lwaram menyerang Kerajaan Medang. Sayangnya, Dharmawangsa tewas. Secara tidak langsung, Kerajaan Medang pun berakhir.

Namun, Airlangga berhasil kabur dan selamat dari penyerangan. Ia kemudian mendirikan kerajaan di daerah Kahuripan, Sidoarjo, Jawa Timur.

Tenang guys, kisah tentang kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha ini belum berakhir. Abis ini, kamu bisa lanjut simak kisahnya di Sejarah Kerajaan Kadiri, Singhasari, dan Majapahit.

Kalau kita simpulkan, ketiga kerajaan Hindu-Buddha yang barusan kita bahas memiliki corak kehidupan ekonomi yang tidak jauh berbeda, guys. Kebanyakan masyarakatnya mengandalkan jalur perdagangan juga pertanian. Masing-masing juga memiliki peninggalan-peninggalan dengan corak Hindu-Buddha.

Melalui peninggalan-peninggalannya, kita akhirnya memperoleh informasi dan pengetahuan tentang sejarah ketiga kerajaan Hindu-Buddha ini.

Nah, buat kamu yang ingin mengetahui banyak lagi pengetahuan sejarah Indonesia, kalian bisa belajar menggunakan video animasi di ruangbelajar. Dengan begitu, kalian bisa mendapat informasi dari tutor yang tentunya berpengalaman, dan juga kalian bisa menghemat waktu. So, cepat berlangganan ya!

CTA Ruangguru

Referensi:

Wardaya. 2009. Cakrawala Sejarah 2 Untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional

Boechari. 2013 Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Hapsari, Ratna. 2012. Sejarah Indonesia untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Penerbit Erlangga

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Sejarah Indonesia – Edisi Revisi. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (Eds). (2008). Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno. Jakarta: Balai Pustaka.

Sumber Gambar:

Foto Prasasti Anjuk Ladang [daring]. https://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Anjuk_Ladang#/media/Berkas:Anjuk_Ladang_Inscription.jpg (Diakses: 12 Maret 2025)

 

Artikel pertama kali ditulis oleh Fahri Abdillah pada 14 Februari 2018, kemudian diperbarui. 

Laras Sekar Seruni

Content Writer and Content Performance at Ruangguru. Writing is my cup of tea. I hope you enjoy and may learn a new thing! ^^