Pesan Kasih untuk Guru: “Guru, Digugu dan Ditiru”
Namanya Arif.
Tahun 1990, dia adalah siswa kelas 6 SD 32 Pamulang. Tampak dia sedang mencari sudut yang tak terlihat di sekolah itu, sepi dari siapapun. Tak lama dia menemukannya, kemudian menepi di sudut itu. Apa yang dia lakukan?
Dia mengambil sesuatu dari kantong kanannya, berbentuk seperti silinder panjang dari kertas. Kemudian dia mengambil korek api dan membakar ujung benda itu. Ya, benda itu tak lain dan tak bukan adalah sebatang rokok.
Dia mulai menghisap rokok itu dengan sembunyi-sembunyi, kemudian datang seseorang menghampirinya dari belakang. Orang itu mengenakan seragam berwarna cokelat. Rambutnya tersisir rapi dengan belah pinggir dan bibirnya terlihat agak hitam. Ternyata dia adalah seorang guru, namanya Pak Min. Pak Min segera menepuk pundak Arif dan seketika Arif langsung terperanjat.
“Hey, sedang apa kamu di sini?” tanya Pak Min.
“Apa itu yang kamu pegang? Kamu merokok?”
Arif langsung panik, kemudian dia spontan menjawab, “Iya Pak!”
“Kenapa kamu merokok, Nak? Usiamu baru berapa?”
“Sebelas tahun Pak. Saya merokok karena saya melihat Bapak merokok di pojokan sini,” jawabnya sambil menundukkan pandangan.
Pak Min pun tertegun tidak bisa menjawab. Saat itu, beliau tersadar bahwa menjadi guru bukan sekadar mengemban tugas mengajar. Menjadi guru, berarti siap untuk digugu dan ditiru.
Beliau pun bertekad untuk tidak pernah lagi merokok, apalagi di lingkungan sekolah.
Keesokan harinya, Pak Min memanggil Arif ke ruangannya dan memberikan secarik surat yang berisi:
Arif hanya terdiam, namun terlihat rona senang dan haru di wajahnya.
Tahun 2014, pagi itu di SD 32 Pamulang terlihat seorang laki-laki berperawakan gagah mengenakan jas hitam turun dari mobil mewah buatan Eropa. Pria tersebut mendatangi seorang guru dan mencium tangannya.
“Assalamualaikum Pak, masih ingat saya?”
Guru itu tampak berbeda penampilannya dengan empat belas tahun yang lalu. Sekarang, kepalanya sudah tertutup dengan rambut putih dan kerutan di wajahnya pun sudah terlihat jelas. Dia terlihat bingung sesaat.
Kemudian laki-laki berjas itu menyerahkan secarik kertas yang sudah lapuk. Beberapa detik kemudian terlukis senyum lebar di wajah guru itu. Sambil menepuk pundak lelaki berjas itu, guru itu berkata,
“Wah, ga nyangka kamu Arif! Sekarang jadi bos perusahaan besar ya, bangga saya!”
“Iya Pak. Ini karena surat dari Pak Min. Di situ Pak Min bilang percaya kalau saya bisa jadi bos di perusahaan besar. Terima kasih Pak!”
Pak Min tersenyum haru. Dalam diamnya, Ia menyadari bahwa menjadi guru berarti turut mengukir masa depan baru.
*****
Bapak/Ibu Guru, itulah tadi salah satu cerpen “Pesan Kasih untuk Guru”. Tidak hanya Pak Min, seluruh guru di Indonesia juga harus bisa menjadi seorang sosok yang setiap sikap, perbuatan, dan perkataannya dapat menjadi contoh yang dapat ditiru oleh setiap muridnya. Jadilah guru yang dapat merubah masa depan murid, tidak hanya hari ini, tetapi selamanya.
Yuk, baca cerpen Pesan Kasih untuk Guru lainnya dengan klik link Pesan Kasih Untuk Guru