Sejarah Perang Aceh: Latar Belakang, Tokoh, dan Akhir Perang | Sejarah Kelas 11

Perang Aceh

Artikel Sejarah kelas 11 ini akan membahas tentang Perang Aceh, mulai dari latar belakang, kronolgi, strategi perang, tokoh-tokoh, hingga akhir dan dampak dari perang.

 

Kamu pernah punya uang kertas seribu rupiah? Nah, kalo kita perhatiin, gambar pahlawan yang ada di uang itu adalah Cut Meutia, pahlawan perempuan dari Aceh.

Spesimen 1000 rupiah

Contoh uang kertas 1000 rupiah bergambar Cut Meutia. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Indonesia_2016_1000r_o.jpg?uselang=id)

 

Aceh merupakan sebuah daerah di utara pulau Sumatra. Daerah ini dahulu adalah sebuah kerajaan Islam yang menguasai jalur perdagangan di Asia dan merupakan salah satu kerajaan terkaya di kepulauan Indonesia.

Tapi, pada tahun 1904, Kerajaan Aceh ini jatuh ke tangan Belanda sebagai imbas dari Perang Aceh.

Perang Aceh merupakan perang antara rakyat Aceh melawan militer Belanda yang terjadi dari tahun 1873 sampai dengan 1904.

Hmm… Kok bisa gitu ya? Yuk kita cari tahu tentang sejarah Perang Aceh!

 

Latar Belakang Perang Aceh

Pertama-tama kita harus tau dulu nih, apa sih latar belakang dan faktor-faktor Perang Aceh?

Faktor utama yang jadi penyebab Perang Aceh adalah ambisi Belanda buat memperluas wilayah kekuasaannya di pulau Sumatra.

Sebelum Aceh, Belanda udah menguasai Sumatra Barat lewat Perang Padri dan Palembang lewat Perang Palembang. Maka dari itu, Belanda bertujuan untuk menjadikan Aceh sebagai salah satu daerah koloninya di Sumatra. Apalagi dengan fakta bahwa Aceh termasuk salah satu negeri yang kaya.

Baca Juga: Perang Padri: Latar Belakang, Kronologi, Tokoh & Dampaknya | Sejarah Kelas 11

Kemudian, sebab khusus terjadinya Perang Aceh adalah disepakatinya Traktat Sumatra. Pada tahun 1871, Belanda dan Inggris membuat perjanjian yang disebut Traktat Sumatra atau Perjanjian Sumatra (Sumatra Treaty).

Perjanjian ini berisi tentang pemberian hak dan wewenang kepada Belanda untuk meletakkan pengaruhnya di Aceh dan seluruh Sumatra.

Di satu sisi, Kerajaan Aceh beserta rakyatnya merupakan sebuah kerajaan merdeka yang berdaulat. Tokoh dan masyarakat Aceh jelas menolak segala bentuk upaya penjajahan terhadap daerah mereka. Militer Belanda kemudian mengirim pasukan dan menyerang ibu kota Aceh. Perang Aceh pun dimulai.

 

Kronologi Perang Aceh

Terus gimana sih awal mula dan kronologi Perang Aceh? Yuk coba kita lihat.

Penyerangan Belanda pertama terjadi pada Maret 1873. Serangan Belanda ini dipimpin oleh Jenderal Kohler yang mencoba untuk menyerang pusat pemerintahan Kerajaan Aceh.

Pada penyerangan ini, rakyat Aceh berhasil nih buat mengalahkan pasukan militer Belanda dan menewaskan Jenderal Kohler. Mental pasukan Belanda mulai jatuh dan kemudian mundur.

Militer Belanda kemudian kembali menyerang Aceh pada November 1873. Setelah pertempuran sengit selama beberapa bulan, istana dan ibukota Banda Aceh jatuh ke tangan Belanda pada April 1874.

Sementara itu, pada masa ini perjuangan rakyat Aceh tetap berlanjut. Sultan Mahmud Syah II beserta dengan pemimpin, tokoh, dan rakyat Aceh melanjutkan perjuangan di hutan dan kampung-kampung pedalaman.

 

Strategi dan Tokoh Perang Aceh

Perlawanan melawan penjajah kolonial Belanda di Aceh dilakukan oleh hampir semua elemen masyarakat. Maka dari itu, Perang Aceh dikenal juga sebagai Perang Sabil atau Perang Belanda oleh orang Aceh. Untuk menghadapi pasukan militer Belanda, pasukan Aceh menggunakan taktik gerilya di pedalaman.

Baca Juga: Perang Diponegoro: Latar Belakang, Jalannya Perang, Akhir Perang, dan Dampaknya | Sejarah Kelas 11

Dengan taktik perang keluar-masuk hutan, tentu dibutuhkan pemimpin yang kuat ya… Siapa aja sih pemimpin Perang Aceh itu?

Taktik perang gerilya ini dipimpin oleh kaum bangsawan (dalam bahasa Aceh disebut Teuku untuk laki-laki dan Cut untuk perempuan) dan agamawan (disebut Teungku).

Dari sini kemudian muncul orang-orang yang memimpin rakyat Aceh. Tokoh-tokoh seperti Sultan Mahmud Syah II, Sultan Daud Syah II(raja penerus Mahmud Syah II), Panglima Polim, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Teungku Cik di Tiro, dan Cut Meutia

Masing-masing dari mereka memiliki tugas masing-masing. Kaum agamawan, misalnya, menyerukan dan membakar semangat jihad di jalan Allah (jihad fii sabilillah) kepada rakyat Aceh. Dengan begitu, masyarakat Aceh, yang sebagian besar beragama Islam, menjadi bersemangat untuk berperang melawan penjajahan Belanda.

 

Akhir dan Dampak Perang Aceh

Menjelang awal abad ke-20 atau tahun 1900-an, perlawanan masyarakat Aceh mulai meredup. Pasukan Belanda melakukan aksi kekejaman dan bumi hangus di banyak kampung (gampong) atau pemukiman (kuta) di Aceh.

Para pemimpin satu persatu gugur. Beberapa di antara mereka bahkan ditangkap dan diasingkan ke tempat lain.

Sementara itu, semangat masyarakat Aceh dipecahkan dengan cara dijauhkan dari peran agamawan. Hal ini menyebabkan masyarakat Aceh sulit untuk bersatu kembali.

Hal ini merupakan suatu strategi Belanda yang diterapkan oleh Major Joannes van Heutsz atas saran dari Snouck Hurgronje, seorang orientalis dari Belanda.

Hal ini yang kemudian memperkuat posisi Belanda di Aceh. Hingga akhirnya Sultan Daud Syah II menyepakati penyerahan pemerintahan Aceh kepada Belanda pada tahun 1904. Perjanjian ini mengakhiri tiga puluh tahun perang antara rakyat Aceh melawan Belanda.

Setelah perang berakhir, apa sih dampak perang tersebut bagi Aceh?

Dengan berakhirnya perang, Belanda menerapkan kebijakan dan sistem pemerintahan kolonial di Aceh. Salah satunya dengan menempatkan beberapa tokoh menjadi uleebalang atau pemimpin lokal masyarakat di Aceh.

Dari segi ekonomi, perusahaan eksplorasi minyak bumi mulai melakukan kegiatan mengeboran minyak di Aceh. Selain itu, Aceh yang kaya raya dengan jalur perdagangan bebas Asia hilang, lalu berganti dengan dominasi ekonomi pemerintah kolonial Belanda.

Seru banget yah guys kisah tentang Perang Aceh barusan! Apalagi kalau kamu pernah baca cerita tentang pengasingan Cut Nyak Dien hingga ke Batavia. Rasanya 💔 banget. 

Dari sini kita bisa tahu, bahwa perjuangan dalam melawan penjajah Belanda bisa dilakukan oleh siapa saja. Selama darah nasionalisme mengalir deras dalam tubuh, penindasan harus tetap dilawan dan kemenangan harus tetap diperjuangkan!

Kalau kamu mau belajar lebih dalam tentang perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan Belanda, boleh banget lho tanya-tanya kepada kakak-kakak pengajar di Ruangguru Privat Sejarah. Bersama Ruangguru Privat, belajar gak hanya menyenangkan, tapi juga akan dibimbing sampai paham!

Apalagi, pengajar di Ruangguru Privat sudah terstandarisasi kualitasnya. Kamu juga bebas pilih mau belajar secara langsung (offline) atau daring (online). Asyik banget karena bisa fleksibel! Untuk info lebih lanjut, yuk klik link berikut!

CTA Ruangguru Privat

Referensi:

Poesponegoro, Marwanti Djoened & Notosusanto, Nugroho (ed). (2019) Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta: Balai Pustaka

Ricklefs, M.C. (2022) Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Jakarta: Serambi

Sumber Gambar: 

Pertempuran Samalanga ke-1 26 Agustus 1877.  [daring]. Tautan: https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Aceh#/media/Berkas:Samalanga_1878.jpg (Diakses pada 6 September 2024)

F. Lazuardi