Pak Rajudin, Peserta ITF Ruangguru Berjuang Mencerdaskan Anak Bangsa
Artikel ini membahas mengenai Pak Rajudin, seorang peserta ITF yang harus berjarak jauh dengan anak dan istri demi mencerdaskan anak bangsa.
“Seorang guru yang baik seperti sebuah lilin – ia mengorbankan dirinya untuk menerangi jalan bagi orang lain.”
Begitu pepatah Mustafa Kemal Ataturk, mantan presiden Turki. Ingatkah saat kita masih duduk di bangku sekolah, para guru sangat sering berkorban untuk kita, para muridnya? Mungkin pernah terdengar cerita, mereka berangkat lebih awal dan pulang lebih akhir. Atau kadang salah membuat soal latihan, karena semalaman suntuk membuat soal tersebut.
Meskipun demikian, dari yang sudah kita perhatikan sebagai murid dahulu, banyak dari para guru percaya bahwa, pengorbanan ini sepadan. Mereka hanya harus menjadi lilin yang lama-lama akan habis terbakar, agar dapat menerangi jalan menuju kesuksesan bagi murid-muridnya. Hal ini juga yang dirasakan oleh pak Rajudin, seorang guru asal Kalimantan Selatan.
Pada sebuah kesempatan, tim Ruangguru mengunjungi SMAN 1 Upau, kabupaten Tabalong, tempat di mana pak Rajudin mengajar. Ketika bertemu, Pak Rajudin berbagi cerita pengalamannya mengajar kepada tim Ruangguru. Awalnya, ia bertempat tinggal di kabupaten yang sama, namun beberapa tahun ke belakang pindah rumah.
Setelah pindah rumah, jarak yang harus ditempuh Pak Rajudin untuk sampai di sekolah adalah 90 km atau 2 jam perjalanan, sangat jauh. Ia mengaku, karena terkendala secara fisik, ia tidak dapat melakukan perjalanan pulang-pergi sejauh itu setiap harinya.
“Agar tidak terlambat ke sekolah, saya menginap di sekolah. Lumayan capek kalau harus bolak-balik perjalanan ke sekolah. LDR dengan anak dan istri. Kadang-kadang kita telepon, kalau tidak pagi atau malam, ya, sore. Untuk melepas kangen,” ungkap pak Rajudin yang telah mengajar selama 11 tahun di SMAN 1 Upau ini.
Waktu bersama keluarga tercintanya harus dikorbankan agar membantu murid-muridnya menjadi manusia yang cemerlang. Namun, baginya, pengorbanan ini tidak sia-sia. Ia merasa menjadi guru adalah sebuah kehormatan, karena dapat mempersiapkan anak didiknya menjadi manusia yang utuh.
“Bagi kami, menjadi seorang guru itu merupakan suatu kebanggaan. Bisa mencerdaskan banyak orang,” ujar Pak Rajudin.
Menjadi guru selama lebih dari 10 tahun membuatnya percaya, bahwa zaman terus berkembang. Setiap harinya terasa kemajuan baik dari segi teknologi hingga ke ekonomi, yang memengaruhi persaingan di tingkat global. Maka dari itu, sebagai guru, kompetensi yang dimiliki harus terus meningkat seiring perkembangan zaman, agar murid-murid yang diajarkan bisa menimba ilmu dengan baik dan siap dengan persaingan di depan nanti.
“Kalau kita (para guru) tidak meningkatkan (kompetensi), maka akan ketinggalan. Kalau anak-anak satu (langkah maju), kita harus dua (langkah lebih maju). Kalau anak-anak dua (langkah maju), kita harus tiga (langkah lebih maju),” jelas pak Rajudin.
Menurut Pak Rajudin, agar kompetensi sebagai pendidik bisa terus meningkat, para guru sepatutnya terus belajar, mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam mengajar. Misalnya mengembangkan pengetahuan tentang model pembelajaran yang lebih menarik dan efektif atau memberikan media-media pembelajaran yang lebih kreatif. Karena menurutnya, keterampilan dan kemampuan mendidik para guru masih belum ideal.
“Karena kita merasa banyak yang belum kita ketahui dari keterampilan-keterampilan pedagogik, kemampuan dalam mendidik, mengajar, masih jauh dari harapan,” ujar Pak Rajudin.
Rabindranath Tagore, seorang pakar dalam pendidikan pernah menyebutkan bahwa, “Pendidikan tertinggi adalah yang tidak sekedar memberi kita informasi tetapi membuat hidup kita selaras dengan semua yang ada.” Menurutnya, banyak sekolah formal hanya memberikan informasi mengenai ilmu pengetahuan kepada peserta didik, yang bertujuan untuk mencetak robot cerdas.
Tagore berpendapat, jika para pendidik tidak hanya memberikan informasi tentang ilmu pengetahuan, melainkan memberikan nilai ilmu pengetahuan, maka peserta didik dapat mengeksplorasi lebih dalam dan dapat meningkatkan kreativitas mereka. Sehingga, para murid tidak hanya akan menjadi pengikut, tapi juga pelopor yang dapat hidup selaras dengan semua yang ada.
Hal yang dikemukakan Tagore, dapat membuat peserta didik lebih sigap dalam menghadapi persaingan di tingkat global. Namun, Pak Rajudin mengaku bahwa, dari segi kompetensi dan kemampuan, para guru masih belum ideal dalam mempersiapkan peserta didik. Ini merupakan tantangan yang harus segera dituntaskannya bersama rekan pengajarnya.
Beruntung, Pak Rajudin diberitahu oleh salah seorang temannya, untuk mengikuti program Indonesia Teaching Fellowship (ITF). Program binaan Ruangguru ini menyediakan pelatihan bagi para pengajar untuk mempelajari lebih dalam tentang strategi pembelajaran, perencanaan kurikulum, pembelajaran digital, wawasan Pendidikan, keberagaman dalam pendidikan, dan kompetensi-kompetensi lainnya.
Pak Rajudin mengaku bahwa dengan mengikuti program yang diselenggarakan oleh Ruangguru selama satu tahun ini, dapat membantu meningkatkan kompetensinya dalam mencerdaskan anak bangsa. Kekurangan yang dirasakan olehnya sebagai pendidik, dapat tertutupi karena mengikuti program ITF ini.
“Dengan mengikuti program ITF, yang kurang lebih satu tahun, saya rasa itu cukup untuk meningkatkan kompetensi kita (para guru). Karena langsung dibimbing oleh para ahli dan pakar di bidangnya,” jelas Pak Rajudin.
Pak Rajudin berharap, setelah mengikuti program ITF ini, ia dapat membuat media pembelajaran yang lebih variatif dan tidak mengambil media orang lain. Di akhir pertemuan, pak Rajudin menyampaikan pesan kepada rekan-rekan seperjuangannya agar tidak diam di zona nyaman.
“Seperti pepatah katakan, ‘Belajarlah seumur hidup, dari buaian sampai liang lahat.’ Jadi pepatah itu harus kita gunakan, untuk kemajuan siswa-siswi kita,” ujar Pak Rajudin.
Seperti yang diungkapkan Pak Rajudin, menjadi guru merupakan suatu kebanggaan. Hanya saja, menjadi guru yang baik perlu persiapan yang baik. Maka dari itu, gabung dengan ruangkelas sekarang juga!