Salah Kaprah Soal Micin: Benarkah Micin Bikin Bodoh? | Biologi Kelas 11
Artikel biologi kelas XI ini membahas pertanyaan dari “Apakah micin membuat kita bodoh?” dari sudut pandang sains dan ilmu pengetahuan. Bocoran jawaban: tidak.
—
“Jangan kebanyakan makan micin, nanti kamu jadi bodoh loh!”
Pasti kamu nggak asing, deh, dengan bercandaan seperti itu. Katanya, orang yang sering makan makanan ber-micin itu identik dengan “bodoh”. Apalagi sekarang banyak yang menyebut kaum milenial yang “serba instan” dengan sebutan “generasi micin”. Orang yang malas, disebut anak micin. Orang yang alay, dibilang kebanyakan micin. Orang yang ngemilin Ajinomoto, dibilang kebanyakan micin. Ya, kalau itu emang bener sih.
Emangnya bener micin bikin kita bodoh?
Pertanyaan itu seharusnya didahului dengan pertanyaan: sebenarnya, micin itu apa, sih? Apakah di dalamnya terdapat kandungan yang membuat otak kita berhenti?
Kita coba bahas pelan-pelan ya.
Pertama, apa, sih, micin itu? Micin atau MSG merupakan kependekan dari Monosodium Glutamat. Pernah dengar nggak kata “sodium?” Iya, garam dapur. Emang mirip, sih. Kalau garam dapur, rumus kimianya NaCl. Sementara MSG, molekul Cl-nya diganti dengan glutamat.
Rumus kimia glutamat dan asam glutamat (sumber: BBC Earth Lab via YouTube)
Tentu, hal yang membedakan garam dapur dan MSG adalah keberadaan glutamat. Apa tuh glutamat? Apakah glutamat itu yang membuat kita bodoh?
Supaya bisa menjawab ini, kita harus kembali ke tahun 1908.
Pada tahun itu, Kikunae Ikeda, ilmuwan Jepang, meneliti berbagai masakan yang menggunakan rumput laut. Dia merasa di dalam rumput laut terdapat sebuah rasa yang unik. Rasa lezat campur gurih yang berbeda dari asam, asin, manis, dan pahit seperti yang lidah bisa kecap. Rasa itu bernama Umami.
Setelah ditelisik lebih jauh, ternyata Umami berasal dari senyawa glutamat yang terdapat di rumput laut. Tidak berhenti sampai di sana, Ikeda juga mencari cara untuk “mengambil” senyawa glutamat ini, supaya bisa dipakai sebagai bahan penyedap rasa makanan lain. Sampai pada akhirnya, dia berhasil membuat senyawa ini secara sintetik dan menggabungkannya dengan natrium supaya stabil, mengemasnya dalam bentuk kristal sehingga mudah ditabur ke masakan.
Dia kemudian mematenkan penemuannya. Membuat perusahaan pembuat monosodium glutamat bernama Ajinomoto dan menyebarkannya sampai Amerika.
Setelah Ikeda memperkenalkan glutamat dalam bentuk kristal, dunia kuliner menjadi heboh. Hampir semua orang menyukai cita rasa lezat dan gurih dari MSG ini. Berbagai restoran di berbagai belahan dunia pun menggunakan bahan ini dalam masakannya. Termasuk ke Amerika Serikat, pada saat perang dunia ke II.
Baca juga: Pentingkah Belajar tentang Fertilisasi, Kehamilan, dan Persalinan bagi Remaja?
Sampai akhirnya, 60 tahun kemudian, Dr. Robert Ho Man Kwok menulis surat yang spekulatif kepada Jurnal Medis New England. Dia mengatakan kalau tiap kali dia makan di restoran cina, tubuhnya mengalami hal yang tidak wajar. Lima belas sampai dua puluh menit setelah makan, bagian belakang lehernya mati rasa, lalu merambat ke tangan dan punggung, lalu jantungnya berdebar. Dia menyebut ini sebagai: Sindrom Restoran Cina.
Dan iya, pada saat itu, restoran cina identik dengan MSG.
Dan ingat nggak, sewaktu perang dunia ke II, Tiongkok berpihak ke siapa? Hmmm. Apakah ini strategi Amerika?
Pokoknya, akibat beredarnya surat ini, orang jadi takut dengan MSG. Mulai bermunculan rumah makan dengan label “Tanpa MSG” yang membuatnya seolah mereka adalah restoran yang sehat. Berbeda dengan kaum restoran cina yang menggunakan MSG dalam bahan masakannya.
Setahun kemudian, pada 1969, muncul penelitian lain yang semakin membuat panik: ilmuwan ini menyuntikkan MSG ke tikus putih. Dan hasilnya, si tikus putih mengalami kerusakan pada otak.
Perasaan takut dan anti terhadap MSG semakin merebak. Orang-orang di Amerika saat itu menjadi punya perasaan: “MSG bisa merusak otak!”
Di Indonesia sendiri, MSG, khususnya merek Ajinomoto, punya masalahnya sendiri.
Setelah 30 tahun mendirikan pabrik di Mojokerto, Surabaya, melalui Rapat Komisi Fatwa MUI pada 16 Desember 2000, Dirjen POM meminta Ajinomoto menarik semua produknya dari pasar.
Berbeda dengan kasus “Sindrom Restoran Cina” yang berada di Amerika, di Indonesia, Ajinomoto terkena kasus sertifikasi halal. Pada 3 Januari 2001, MUI mengumumkan kalau Ajinomoto merupakan produk haram karena di dalamnya terdapat enzim bactosoytone dan enzim porcine yang diambil dari pankreas babi.
Seketika, terjadi huru-hara di masyarakat.
Berita-berita bermunculan. Ibu rumah tangga ketakutan. Bumbu masak yang sehari-hari digunakan di dapur, dibeli di tukang sayur, dijajakan di pasar-pasar, kini terlihat sama seperti barang haram lain. Persepsi MSG sebagai penyedap makanan hancur seketika. Kehebohan semakin terjadi karena pada saat itu, Presiden Abdurrahman Wahid punya pendapat yang lain. Dia mengatakan kalau Ajinomoto merupakan produk halal.
Terjadi perbedaan pendapat antara kajian MUI dan peneliti dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi yang mengatakan kalau penggunaan enzim porcine hanya digunakan pada proses awal sebagai biokatalisator. Enzim itu tidak menjadi bagian dari bactosoytone yang menjadi hasil reaksi. Sehingga, meskipun menggunakan enzim babi sebagai katalisator, secara teknis, hasil akhirnya tidak mengandung babi.
Namun, demi menghindari keresahan masyarakat yang kian meninggi, Ajinomoto tetap menarik 10.000 ton produknya dari pasaran. Mereka pun mengganti bactosoytone dengan mameno, bahan dari sari kedelai, dan kembali mendapat sertifikat halal.
Sayangnya, pernyataan “MSG bikin bodoh” bukanlah fakta yang benar.
Seperti yang kita tahu, bahan utama dari MSG adalah asam glutamat. Asam glutamat sendiri sebenarnya banyak terdapat di berbagai bahan makanan lain. Seperti tomat, jamur, kecap, dan keju. Jadi, kenapa orang takut dengan glutamat yang ada di MSG, kalau sebenarnya kita juga mengonsumsi glutamat dari tomat, jamur, kecap, dan keju?
Berdasarkan BBC Earth Lab, rata-rata tiap orang mengonsumsi asam glutamat hingga 10-20 gram setiap harinya. Di sisi lain, makanan ringan yang produksinya dicampur MSG, kandungannya cuma kurang dari 0,5 gram. Kecuali produk jajanan kayak bakso di pinggir jalan. Itu, mah, suka-suka abangnya.
Bahkan, melalui siklus krebs, tubuh kita memproduksi asam glutamat sebanyak 50 gram per harinya.
Memang ada orang yang hipersensitif terhadap micin, tapi bukan berarti itu berakibat buruk pada semua orang. Sama lah kayak orang yang sensitif terhadap merk make up tertentu, atau shampo tertentu, atau cowok tertentu (karena punya pengalaman buruk sebelumnya, ehem).
Bisa jadi, orang-orang yang sakit itu sebenarnya terkena efek nocebo. Sebuah istilah yang ditujukan untuk “Hal-hal buruk yang benaran kejadian karena otak kita memikirkannya”. Iya, ini benaran ada. Semacam sugesti karena otak berpikir demikian, tubuh akhirnya merespon benaran. Kebalikan dari efek placebo yang sering kita dengar itu.
Begitu pula dengan penelitian MSG yang merusak otak tikus itu. Pada masa itu, masyarakat tidak sadar dengan keanehan yang terjadi di penelitian tersebut. Hayo, kamu sadar nggak ada yang aneh dengan penelitian itu? Yak, pada penelitian tadi, cara peneliti memasukkan MSG adalah dengan penyuntikan. Sementara kita? Dicampur ke makanan dan diolah dulu oleh sistem pencernaan. Lagipula, dosis yang diberikan ke si tikus terlalu banyak. Sangat tidak wajar. Dr. Ken Lee, seorang food scientist, mengatakan kalau kamu menyuntikkan satu sendok teh garam dapur, pasti kamu akan keracunan parah. Jadi, bukan masalah “bahan”-nya. Tapi memang metodenya. Beberapa dekade setelahnya, banyak penelitian yang membantah mitos soal MSG ini. Setelah diteliti secara “benar”, MSG emang aman.
Food and Drug Administration, semacam BPOM milik Amerika sudah mengatakan kalau MSG adalah bahan yang aman untuk dikonsumsi. Lagipula, belum pernah ada kasus, kan, orang nggak naik kelas karena kebanyakan makan micin? Memangnya pernah ada berita yang berjudul:
“40% SISWA DI JAKARTA TIDAK LULUS UN KARENA MAKAN LIDI PEDES”
Nggak ada kan?
Itu mah gara-gara dia nggak belajar aja.
Padahal, kalau sekarang, kan, belajar gampang banget ya? Pembahasan soal mitos MSG bikin bodoh dan biologi lainnya kayak gini aja bisa kamu nikmatin dari handphone. Kalo capek baca, kamu bisa nonton video beranimasi lewat ruangbelajar aja. Cihuy!