Ketahui 5 Kesalahan Umum dalam Mendisiplinkan Anak
Artikel ini membahas tentang kesalahan umum yang sering dilakukan orang tua dalam mendisiplinkan anak.
—
“Jangan loncat-loncat di kasur, Dek!”
“Jangan telat pulang sekolah lagi ya, mama nggak suka!”
“Itu sepedanya nggak boleh ditaroh di sana.”
Terkadang orang tua tidak sadar berkata ‘tidak’ kepada anak. Tapi tahukah Anda? Ternyata berkata ‘tidak’ kepada anak merupakan kesalahan dalam mendisiplinkan anak. Lantas, harus bagaimana ya? Berikut 5 kesalahan umum dalam mendisiplinkan anak yang wajib Anda ketahui.
1. Orang tua berkata negatif
Perkataan orang tua tidak lagi berpengaruh pada anak (Sumber foto: popmama.com)
Ternyata ketika orang tua sering berkata negatif seperti ‘tidak’, ‘ngga’ atau ‘jangan’ kepada anak, bisa membuat anak kebal dan tidak memiliki pengaruh apa-apa padanya. “Kita sering melarang anak berbuat sesuatu tanpa memberi tahu apa yang seharusnya mereka lakukan,” ujar Linda Sonna, Ph.D., penulis The Everything Toddler Book. Jadi, simpan ucapan ‘tidak’ pada situasi-situasi darurat atau membahayakan, dan fokus pada memberitahu anak bagaimana ia sebaiknya berperilaku.
Misalnya, ketimbang berkata “Jangan telat pulang sekolah lagi ya, mama ngga suka!”, coba katakan pada anak “Kalau sudah waktunya pulang sekolah dan nggak ada kegiatan lagi, langsung pulang ke rumah ya. Mama khawatir.” Atau ketimbang berkata “Itu sepedanya ga boleh ditaroh disana”, coba katakan pada anak “Sepedanya ditaroh di tempat yang bener ya, kalau disana bisa menghalangi orang jalan.” Cara ini dapat mendorong anak untuk lebih disiplin, lho.
Baca juga: 6 Tips Membangun Karakter Jujur pada Anak Sejak Dini
2. Terlalu banyak aturan
Sejalan dengan kesalahan sebelumnya, memberikan terlalu banyak aturan seperti ‘jangan ini’, ‘jangan itu’, ‘nggak boleh ini’, ‘nggak boleh itu’, atau ‘harus ini’, ‘harus itu’, bukanlah hal yang baik untuk anak. Berikan anak kesempatan untuk berpikir dan memutuskan perilaku yang baik untuk dirinya.
Untuk itu, buatlah beberapa aturan dan fokuskan pada yang penting. Karena intinya kan tugas orang tua untuk mengarahkan anak ke perilaku yang baik. Nah, dalam membuat aturan pun jangan lupa libatkan anak Anda, ya. Sehingga baik Anda maupun anak saling bersepakat, konsisten, dan disiplin dalam menjalankan aturan.
Fyi, melibatkan anak sama dengan memberikan kesempatan padanya untuk menyuarakan pendapat. Tidak apa-apa lho jika Anda tidak setuju dengannya, tetapi dengarkan dan hargai dulu pendapat anak sehingga mereka bisa lebih terbuka dan bebas berbicara kepada Anda.
3. Sambil berteriak-teriak atau membentak
Tanpa disengaja atau pun sengaja, mungkin Anda pernah agak berteriak atau membentak anak saat ia sulit didisplinkan atau melakukan kesalahan. Namun sebenarnya, cara ini tidak membantu anak menjadi lebih disiplin. Sebaliknya, meneriakki atau membentak anak membuat pesan apapun yang Anda sampaikan dengan tujuan mendisiplinkan anak tidak akan dipahaminya.
Hal ini tentu berdampak buruk bagi psikologis anak. Mengapa? Karena, saat Anda membentak anak, justru ia diselimuti rasa takut dan sakit hati. Alih-alih mengikuti kemauan Anda, anak akan lebih berpikir dan merasa bahwa orang tuanya kok tega ya memarahinya seperti itu? Padahal anak Anda tidak benar-benar mengerti kesalahannya.
Bahkan hal ini bisa berdampak buruk bagi kondisi psikologis anak dalam jangka panjang. Penelitian menunjukkan bahwa anak yang semasa kecil dibentak-bentak oleh orang tuanya lebih berisiko mengalami gangguan perilaku dan depresi akibat trauma masa kecil ini, sehingga ia akan terbiasa melihat agresi atau bentakan sebagai bentuk penyelesaian masalah.
4. Menyerah dalam menghentikan perilaku buruk
Pernahkah Anda melihat seorang anak yang merengek meminta sesuatu kepada orang tuanya? Agar anaknya tidak merengek lagi, orang tuanya lantas mewujudkan keinginan anaknya tersebut. Padahal sebenarnya orang tua enggan untuk memberikannya. Alasannya biar orang tua tidak pusing atau anaknya tidak merengek-rengek lagi.
Tapi, tahukah bahwa menyerah ketika anak tantrum mungkin bisa memperbaiki keadaan saat itu, namun ini bisa berdampak negatif pada perkembangan psikologis anak. Karena kemungkinan besar anak akan belajar bahwa dengan merengek, ia bisa mendapatkan apa yang diinginkannya.
5. Menggunakan teknik disiplin yang sama untuk semua anak
Meskipun saudara kandung bahkan saudara kembar pun, seorang anak tetaplah seorang anak. Maksudnya bagaimana? Antar anak adalah individu yang berbeda-beda, tidak bisa disamakan meski ia saudara kandung sekalipun. Sehingga, menggunakan teknik disiplin yang sama untuk semua anak sering kali tidak akan berhasil.
Reaksi tiap anak berbeda di situasi yang sama (Sumber foto: id.theasianparent.com)
Anda perlu mengenali karakteristik setiap anak dan bagaimana ia bereaksi dalam situasi yang sama. Perhatikan saja, meski situasinya sama, reaksi dan tindakan setiap anak akan berbeda. Misalnya, bila si sulung bisa diajarkan disiplin hanya lewat perkataan Anda, maka belum tentu pada si bungsu. Bisa jadi ia perlu diberi konsekuensi dulu baru bisa disiplin. Perlakuan yang berbeda pada masing-masing anak ini bukan berarti Anda tidak konsisten. Semuanya tergantung kebutuhan dan respon anak Anda.
Mendisiplinkan anak bukan berarti hanya dalam hal perilaku atau perbuatannya, ya. Tetapi juga disiplin dalam belajar. Seringkali anak kurang disiplin dalam belajar karena merasa materinya susah atau membosankan. Tapi, hal tersebut bisa dihindari dengan belajar melalui video beranimasi di ruangbelajar lho!
Sumber gambar:
Foto ‘Orang Tua Berteriak pada Anak’ [Daring]. Tautan: https://www.popmama.com/kid/1-3-years-old/faela-shafa/kesalahan-yang-sering-dilakukan-mama-dengan-2-balita (Diakses pada 2 November 2021)
Foto ‘Orang Tua Ngobrol Bersama Anak’ [Daring]. Tautan: https://id.theasianparent.com/disiplin-pada-anak (Diakses pada 2 November 2021)