Artikel ini terakhir diperbarui pada 17 Mei 2023.
Kerajaan-Kerajaan Maritim Islam di Indonesia | Sejarah Kelas 11
Apa saja kerajaan-kerajaan maritim Islam di Indonesia? Bagaimana sejarah masuknya kerajaan-kerajaan tersebut, serta pengaruhnya pada masa penyebaran agama Islam di Indonesia? Mari simak penjelasan lengkapnya di artikel Sejarah kelas 11 ini, yuk!
—
Setelah masuknya agama Islam ke Nusantara, kerajaan-kerajaan maritim Islam akhirnya menggantikan kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha yang pernah jaya. Diperkirakan, masa kerajaan Islam di Nusantara berlangsung sejak abad ke-12 Masehi. Kehidupan maritim yang merajai masa itu, tentunya menarik untuk kita pelajari, ya. Apakah kamu ingin tahu, apa saja kerajaan Islam di Indonesia, serta bagaimana sejarah dan pengaruhnya hingga saat ini? Kita simak yuk penjelasan lengkapnya di bawah ini!
1. Kerajaan Samudera Pasai
Kamu tahu apa pulau paling barat di Indonesia? Yap, Sabang. Pulau Sabang ada di Aceh, yang juga merupakan lokasi kerajaan Islam pertama di Nusantara. Nama kerajaannya Samudera Pasai. Kerajaan Samudera Pasai berdiri sejak tahun 1128 dan terletak di pantai timur Sumatra, atau kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara.
Samudera Pasai berkembang sebagai kerajaan maritim yang paling berpengaruh karena terletak di dekat Selat Malaka yang strategis. Oleh karena itu, nggak heran hal ini membuat Kerajaan Samudera Pasai banyak dijadikan tempat singgah dan menetap oleh banyak pedagang.
Wilayah kerajaan Samudra Pasai. (Sumber: skul-id.com)
Raja pertama Kesultanan Samudera Pasai adalah Sultan Malik as-Saleh. Kerajaan Samudera Pasai mencapai puncak kejayaan pada masa kepemimpinan Sultan Mahmud Malik Az-Zahir. Pada masa itu, kerajaan ini menjalin hubungan erat dalam bidang ekonomi dan perdagangan dengan kerajaan-kerajaan Islam di India dan Semenanjung Arab.
Nah ternyata, bukan hanya Kerajaan Sriwijaya saja yang menjadi pusat belajar agama Buddha. Kerajaan Samudera Pasai juga menjadi pusat studi Islam di Asia Tenggara ada awal abad ke-14. Para elite kerajaan menjadikan lingkungan kerajaan sebagai tempat diskusi ulama dengan para elite lainnya atau antarulama.
Perdagangan merupakan bagian dari kehidupan ekonomi Kerajaan Samudera Pasai yang cemerlang. Untuk mendukung perekonomian, masyarakat Samudera Pasai menggunakan alat tukar berupa koin dinar emas dan keueh dari timah. Nilai 1 dinar sama dengan 1.600 keueh.
Meski berjaya, peran Kerajaan Samudera Pasai sebagai pusat dagang di Selat Malaka mulai digantikan oleh pelabuhan-pelabuhan baru di Semenanjung Malaya. Hal ini menyebabkan kemunduran ekonomi Kerajaan Samudera Pasai, ditambah kedatangan Portugis yang menguasai dan memonopoli Malaka.
Foto naskah surat Sultan Zainal ‘Abidin yang saat ini terdapat di Museum Negeri Aceh, Banda Aceh. (Sumber: mapesaaceh.com)
2. Kerajaan Aceh Darussalam
Selain Samudera Pasai, di wilayah Aceh juga berdiri kerajaan lainnya. Namanya kerajaan Aceh Darussalam. Kerajaan Aceh Darussalam didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada abad ke-16. Pusat kerajaannya berada di ujung utara Sumatra, yang kini merupakan Kabupaten Aceh Besar. Lokasi kerajaan ini sangat strategis bagi lintas perdagangan laut internasional karena dekat dengan Samudera Hindia.
Kerajaan Aceh berkembang menjadi kerajaan besar sejak Portugis menguasai Malaka dan banyak pedagang Muslim berpindah ke Aceh. Merasa akan dikalahkan, Portugis kemudian berusaha menaklukan Aceh. Usaha mereka gagal pada tahun 1521 karena dikalahkan oleh raja pertama Kerajaan Aceh, yiatu Sultan Ali Mughayat Syah. Pada tahun 1524 pun, pasukan Aceh berhasil menguasai Samudera Pasai.
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh Darussalam mencapai kejayaan. Wilayah kekuasaan Aceh mencapai wilayah-wilayah yang saat ini berada di Sumatra Utara, Riau, hingga Jambi. Kekuatan angkatan laut Aceh yang tangguh ketika masa Sultan Iskandar Muda mengkhawatirkan Belanda dan Inggris yang ingin menguasai Selat Malaka.
Pemimpin Kesultanan Aceh, Sultan Iskandar Muda. (Sumber: detik.com)
Bagai kehilangan induknya, Kerajaan Aceh mengalami kemunduran setelah Sultan Iskandar Muda wafat. Pengaruh Belanda dan Inggris mulai mengusik Aceh, dengan menguasai wilayah-wilayah Kerajaan Aceh. Pada tahun 1873, Belanda menyatakan perang terhadap Aceh. Kegigihan rakyat Aceh mampu menahan serangan Belanda hingga awal abad ke-20. Belanda akhirnya berhasil mengurangi kekuatan Aceh, dan pada tahun 1903, raja Aceh berikutnya, yaitu Sultan Muhammad Daud Syah menyatakan menyerah.
Salah satu tinggalan Kesultanan Aceh, Masjid Raya Baiturrahman. Dibangun oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1022 H/1612 M. (Sumber: en.m.wikipedia.org)
Baca Juga: Kerajaan-Kerajaan Maritim Hindu-Buddha di Indonesia
3. Kerajaan Demak
Tahukah kamu kalau Demak merupakan kerajaan maritim Islam pertama di Jawa? Kerajaan Demak berdiri di abad ke-16 oleh Raden Patah sebagai raja pertamanya, dan menguasai seluruh pantai utara Jawa, tepatnya di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Kerajaan Demak memanfaatkan kemunduran Kerajaan Majapahit untuk membuat daerah-daerah pesisir melepaskan diri dari Majapahit dan bergabung dengan Demak.
Masjid Agung Demak merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Demak. (Sumber: greatnesia.id)
Portugis yang menguasai Malaka sejak tahun 1511 menjadi ancaman bagi perkembangan Demak. Kerajaan Demak kemudian melakukan ekspansi ke Selat Malaka yang dipimpin Adipati Unus (Pangeran Sabrang Lor) pada tahun 1512-1513. Sayangnya, ekspansi tersebut belum berhasil karena dikalahkan Portugis yang memiliki armada lebih kuat, dan kurangnya perbekalan pasukan Demak.
Kerajaan Demak mencapai puncak kejayaan di masa Sultan Trenggana. Di bawah kepemimpinannya, kerajaan ini berhasil memperluas kekuasaannya hingga ke seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta memantapkan penguasaan pesisir Jawa. Hampir seluruh Jawa berada di bawah kekuasaan Demak, lho!
Kerajaan Demak juga mengirim Fatahillah untuk menyerang Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon pada 1522. Serangan tersebut bertujuan untuk memutuskan pengaruh Portugis di Pajajaran. Pada tahun 1527, pasukan Demak berhasil merebut Sunda Kelapa setelah mengalahkan kekuatan Portugis. Fatahillah kemudian mengubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Ini dia asal-usul nama Jakarta!
Dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan Kerajaan Demak, membuat kerajaan ini juga berhasil memperluas penyebaran agama Islam. Bahkan, Kerajaan Demak menjadi pelopor penyebaran agama Islam di Pulau Jawa.
4. Kerajaan Banten
Di ujung barat Pulau Jawa, Kerajaan Banten berdiri sekitar tahun 1552. Kerajaan Banten didirikan oleh Syarif Hidayatullah atau yang lebih dikenal dengan julukan Sunan Gunung Jati. Wilayah kekuasaannya meliputi bagian barat Pulau Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, dan Kalimantan Barat. Kemunculan kerajaan ini berhubungan dengan pengaruh Kerajaan Demak.
Kamu masih ingat dengan Sultan Trenggana dari Demak? Beliau memberi hadiah berupa wilayah Kerajaan Banten kepada Maulana Hasanuddin, yang merupakan putra Fatahillah dan raja pertama Kerajaan Banten. Banten kemudian menjadi kerajaan yang mandiri seiring melemahnya Kerajaan Demak.
Lokasi Kerajaan Banten strategis karena di sekitar Selat Sunda dan Laut Jawa, sehingga memungkinkan munculnya pelabuhan-pelabuhan besar untuk perdagangan. Banten juga menjadi kerajaan maritim yang terbuka dengan kedatangan para pedagang asing dari Arab, Turki, Tiongkok, India, Melayu, Portugis, dan Belanda.
Komoditas penting yang diperdagangkan di kerajaan Banten adalah lada. Lada banyak dihasilkan di Lampung dan Sumatra Selatan yang merupakan vassal Kerajaan Banten. Adapun Kalimantan Barat merupakan penghasil berlian. Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa, Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan. Kejayaan Banten juga dapat menandingi VOC dalam perdagangan di Selat Sunda dan Laut Jawa.
Masjid Agung Banten merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Banten di kawasan Banten Lama. (Sumber: id.wikipedia.org)
5. Kerajaan Cirebon
Kerajaan maritim Islam di Pulau Jawa berikutnya adalah Kerajaan Cirebon. Sesuai namanya, kerajaan ini terletak di wilayah Cirebon, Jawa Barat. Pada mulanya, Cirebon merupakan dukuh kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa. Didukung oleh pelabuhan yang ramai, wilayah ini berkembang menjadi kota besar di pesisir utara Jawa.
Setelah Ki Gedeng Tapa wafat, cucunya yang bernama Walangsungsang mendirikan istana Pakungwati dan membentuk pemerintahan di Cirebon. Oleh sebab itu, sebagian orang berpendapat bahwa yang mendirikan Kerajaan Cirebon adalah Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana.
Kamu masih ingat dengan pendiri Kerajaan Banten, yaitu Sultan Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati? Beliau pernah memimpin kerajaan ini pada 1479-1568 M hingga mencapai puncak kejayaannya. Kerajaan Cirebon berkembang sangat pesat di bidang agama, politik, dan ekonomi. Sultan Syarif Hidayatullah juga berperan dalam penyebaran agama Islam di Cirebon.
Pada masa itu, ia banyak menguasai daerah di Pulau Jawa, seperti Banten, Sunda Kelapa, dan Rajagaluh. Karena itulah, Sultan Syarif Hidayatullah diyakini sebagai pendiri dinasti raja-raja Kesultanan Cirebon dan Banten. Sementara itu, di bidang ekonomi, Sultan Syarif Hidayatullah memfokuskan perdagangan dengan India, Cina, dan Arab.
6. Kerajaan Ternate
Tentunya, kamu pernah melihat Pattimura di uang kertas seribu rupiah, kan? Coba kamu lihat gambar di baliknya! Itu dia Pulau Ternate dan Tidore. Kerajaan Ternate terletak di wilayah barat Halmahera dan di utara Tidore. Kerajaan Ternate didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada 1257 M.
Saat menjadi kerajaan Islam di wilayah Ambon Utara, Ternate merupakan pemasok rempah, seperti lada, cengkeh, pala untuk para pedagang dari Jawa, Banten, Melayu, Makassar, dan Bugis. Hal inilah yang membuat Kerajaan Ternate dijuluki sebagai The Spice Island.
Di bawah kepemimpinan Sultan Baabullah, Kerajaan Ternate mencapai kejayaannya. Kora-kora sebagai kapal armada perangnya berhasil memperluas kekuasaan Kerajaan Ternate. Wilayah kekuasaan Ternate meliputi Maluku Utara, Pulau Buru, Seram, Sulawesi Utara, dan sekitar Teluk Tomini.
Pembagian wilayah Uli Lima dan Uli Siwa. (Sumber: id.wikipedia.org)
Tapi, kamu tahu nggak sih, Kerajaan Ternate pernah mengalami pertempuran dengan tetangga dekatnya, yaitu Kerajaan Tidore. Alasannya karena persaingan untuk menguasai perdagangan di Kepulauan Maluku. Pada saat itu, Kerajaan Ternate memimpin Uli Lima untuk melawan Kerajaan Tidore yang memimpin Uli Siwa. Sayangnya, persaingan itu semakin buruk ketika Portugis dan Spanyol datang berebut rempah-rempah di Maluku. Portugis semakin ingin menguasai Ternate setelah Spanyol pergi dari Maluku akibat Perjanjian Saragosa.
Baca Juga: Bagaimana Kehidupan Masyarakat di Masa Kerajaan Islam?
7. Kerajaan Tidore
Nah, sekarang kita bahas lebih lanjut mengenai tetangga Kerajaan Ternate, yaitu Kerajaan Tidore. Menurut sejarahnya, kerajaan ini memiliki akar yang sama dari Kerajaan Ternate. Sebab, pendiri Kerajaan Tidore, yaitu Syahjati atau Muhammad Naqil, merupakan saudara dari Baab Mashur Malamo, pendiri Kerajaan Ternate.
Kerajaan Tidore didirikan sekitar abad ke-11, namun saat itu kerajaan ini belum bercorak Islam. Baru lah sekitar akhir abad ke-15, agama Islam masuk dan berkembang di wilayah ini. Dengan masuknya Islam ke Kerajaan Tidore, berbagai aspek di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya di kehidupan masyarakatnya pun ikut terpengaruh. Beberapa peninggalan Kerajaan Tidore, antara lain Masjid Sultan Tidore dan Benteng Torre Dan Tahula.
Kerajaan Tidore berhasil mencapai puncak kejayaannya di bawah pimpinan Sultan Nuku. Pada masa itu, wilayah kekuasaan Kerajaan Tidore telah berkembang ke sebagian besar Pulau Halmahera, Pulau Buru, Pulau Seram, hingga kawasan Papua bagian barat. Bahkan, Sultan Nuku juga berhasil menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda.
8. Kerajaan Gowa-Tallo (Makassar)
Kerajaan Gowa-Tallo merupakan kerajaan Islam terbesar di Sulawesi Selatan. Kerajaan ini disebut juga sebagai Kerajaan Makassar. Kerajaan Gowa-Tallo berawal dari penyatuan sembilan distrik yang disebut bate salapang oleh Pancalaya (ketua dewan adat), kemudian didirikan kerajaan dengan raja pertama bernama Tumanurung.
Agama Islam masuk ke Gowa pada masa Raja Gowa X, yaitu Karaeng Tunipallangga Ulaweng. Adapun Raja Gowa XIV I Mangarangi Daeng Manrabia (Sultan Alauddin) merupakan raja pertama yang beragama Islam. Pertumbuhan Islam di Gowa semakin pesat. Pada tahun kedua kesultanan Alauddin, semua rakyat berhasil diislamkan.
Kerajaan Gowa-Tallo mencapai masa kejayaan di bawah pimpinan Sultan Hasanuddin. Mungkin kamu juga sudah tidak asing dengan namanya ya? Sultan Hasanuddin diberi julukan Ayam Jantan dari Timur. Nah, bagi yang penasaran, kenapa dijuluki seperti itu, kamu bisa baca artikel, Biografi Sultan Hasanuddin, Ayam Jantan dari Timur Pemimpin Perang Makassar.
Peran orang Makassar dalam pelayaran di Nusantara berlangsung sejak abad ke-16. Gowa dengan Somba Opu sebagai pelabuhannya adalah kerajaan dagang yang kuat. Kerajaan ini memperdagangkan rempah-rempah untuk ditukarkan dengan komoditas dari Jawa dan Malaka, seperti beras, tekstil, sutra, dan porselen.
Wilayah Kerajaan Gowa-Tallo. (Sumber: en.wikipedia.org)
Kemajuan perdagangan bebas Makassar mengancam VOC yang sedang berusaha memonopoli rempah-rempah Nusantara. VOC tidak mau Makassar menandingi perdagangan VOC di Ambon dan Batavia, sehingga menyebabkan Perang Makassar (1666-1669). Perang ini akhirnya meruntuhkan politik dan ekonomi Kerajaan Gowa-Tallo.
Ilustrasi penyerangan Makassar oleh VOC. (Sumber: vocwarfare.net)
Nah, sekarang kamu sudah tahu kan apa saja kerajaan-kerajaan maritim Islam di Nusantara. Hampir semuanya bertumpu pada perdagangan ya ternyata. Teman-teman, selain macam-macam kerajaan Islam yang sudah dijelaskan di atas, masih banyak kerajaan Islam lainnya di Indonesia, loh! Contohnya Kerajaan Mataram Islam, Kerajaan Pajang, Kerajaan Perlak, dan Kerajaan Malaka.
Jadi, buat kamu yang mau tanya-tanya materi ini lebih lanjut lagi, kamu bisa loh diskusi dengan kakak-kakak Master Teacher lewat roboguru Plus. Klik banner ini yuk untuk informasi lebih lanjut!
Referensi:
Wardaya. (2009) Cakrawala Sejarah Untuk SMA/MA Kelas XI (Program IPS). Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Sumber Foto:
Foto wilayah Kerajaan Samudera Pasai [Daring]. Tautan: https://skul-id.blogspot.com/2015/06/sejarah-kerajaan-samudra-pasai.html (Diakses: 24 November 2020)
Foto naskah surat Sultan Zainal Abidin [Daring]. Tautan: https://www.mapesaaceh.com/2019/07/kajian-surat-sultan-zainal-abidin-wafat.html (Diakses: 24 November 2020)
Foto Sultan Iskandar Muda [Daring]. Tautan: http://abulyatama.ac.id/?p=5604 (Diakses: 24 November 2020)
Foto Masjid Raya Baiturrahman [Daring]. Tautan: https://en.m.wikipedia.org/wiki/File:Meuseujid_Raya_Baiturrahman,_Aceh.jpg (Diakses: 24 November 2020)
Foto Masjid Agung Demak [Daring]. Tautan: https://greatnesia.id/wisata-religi-kabupaten-demak-yang-wajib-dikunjungi/ (Diakses: 24 November 2020)
Foto Masjid Agung Banten [Daring]. Tautan: https://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Agung_Banten (Diakses: 24 November 2020)
Foto pembagian wilayah Uli Lima dan Uli Siwa [Daring]. Tautan: https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Peta-wilayah-uli-lima-dan-uli-siwa.jpg (Diakses: 24 November 2020)
Foto wilayah Kerajaan Gowa-Tallo [Daring]. Tautan: https://en.wikipedia.org/wiki/Early_history_of_Gowa_and_Talloq#/media/File:South_Sulawesi_between_Gowa_and_the_Tellumpocco.png (Diakses: 24 November 2020)
Foto ilustrasi penyerangan Makassar oleh VOC [Daring]. Tautan: http://vocwarfare.net/thesis/4/makassar (Diakses: 24 November 2020)