Hari Pendidikan Nasional: Nggak Selamanya Nilai Jadi Patokan
Artikel ini menjelaskan pentingnya attitude di balik prestasi akademik dan cara mendapatkannya.
—
Kalau ngomongin pendidikan, kata apa yang terlintas di pikiran kamu?
“Ya belajar, emang apalagi?”
Belajar apa?
“Kok pake nanya sih? Belajar Matematika, Bahasa Inggris, IPA, IPS,”
Supaya?
“Dapet nilai bagus lah, masuk sekolah atau PTN favorit, kerja di perusahaan gede yang gajinya 10 juta. Tujuan pendidikan, kan, biar kita jadi orang pinter dan sukses,”
Ngegas amat jawabnya. Padahal, aku datang dengan damai loh.
Jadi gini. Kebanyakan sekolah di Indonesia lebih mengutamakan pendidikan berbasis kompetensi (teori). Disuruh menghafal, ngerjain PR, latihan soal, lalu ujian. Pokoknya musti jago di semua mata pelajaran. Gitu aja siklusnya dari SD sampai SMA.
Well, nggak semua sekolah begini, sih. Tapi, model sekolah yang disebutkan di atas terkadang lupa mengajarkan hal yang sama pentingnya dengan akademik. Apa tuh kira-kira?
A T T I T U D E.
Attitude adalah komponen dasar dalam membentuk karakter individu yang tercermin dari perilaku sehari-hari. Cara kita berbicara, memperlakukan orang lain, atau mengontrol emosi. Di sekolah, attitude bisa dipelajari lewat pendidikan karakter. Tujuannya agar siswa dapat bersosialisasi dengan baik maupun beradaptasi ketika bekerja nanti.
Setahun lalu, ada seorang fresh graduate yang marah-marah di media sosial. Sebagai lulusan kampus ternama, ia kesal karena perusahaan yang dilamar hanya menawarkan gaji 8 juta. Menurutnya, kualitas yang ada pada dirinya berbeda dengan mahasiswa lulusan kampus lain.
Sebagai manusia, wajar punya standar tersendiri. Namun, nggak semua harus dituangkan ke media sosial, apalagi sampai marah-marah dan berujung viral. Meskipun mahasiswa tadi menganggap dirinya pintar, yang ia lakukan justru jadi tanda attitude buruk yang mengarah pada kesombongan. Gara-gara dia, pelajar atau mahasiswa berpikir kalau marah-marah di media sosial perkara gaji itu lumrah, apalagi buat lulusan PTN favorit.
Dari cerita di atas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa kualitas individu nggak diukur dari prestasi akademik aja, tetapi cara dia bersikap di lingkungan. Bagaimana dia bereaksi menerima respons dari perusahaan. Cerdas intelektual belum tentu cerdas secara emosional. Makanya, kan, begitu ditawarin gaji 8 juta, dia langsung ngomel-ngomel. Harusnya, kan, diomongin baik-baik aja sama HRD atau cari kantor lain.
Balik lagi ke pertanyaan awal, “Sebenarnya tujuan pendidikan apa sih?”
Sebenarnya, sekolah sudah memberikan ilmu tentang budi pekerti, lewat PPKN atau Sosiologi. Tapi, durasinya lebih sedikit dari pelajaran umum kayak Matematika, Fisika, Kimia, Bahasa Inggris, dan lain-lain. Yang dipelajarin pun cuma teori, jarang dipraktekkan langsung.
Sadar nggak, sih, tiap ngambil rapot, hal pertama yang ditanyakan oleh orang tua kita “gimana nilainya?” bukannya “anak saya kalau di kelas sopan nggak?”
Sedangkan, kunci kesuksesan di masa depan bukan cuma perihal ranking berapa dan lulusan mana, tapi attitude dalam bermasyarakat. Bukan berarti pelajaran di sekolah nggak berguna ya, tetap ada pekerjaan yang relate dengan materi di sekolah dulu, kayak Matematika, Biologi, Fisika, Kimia. Contoh: kalau kamu pengin jadi dokter atau engineer.
Lagi-lagi, mereka juga butuh attitude dalam menjalani karir dan kehidupannya. Tahu video Tiktok seorang dokter yang melecehkan pasien perempuan? Nah, itu termasuk kecerdasan tanpa dibarengi oleh budi pekerti yang bagus.
Gimana Cara Punya Attitude yang Bagus?
Kenapa sih attitude penting banget? Ingat, salah satu tujuan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah memajukan budi pekerti. Sebagai makhluk sosial, kita perlu tahu etika dalam berinteraksi. Supaya orang di sekitar merasa dihargai dan kita terhindar dari perilaku semena-mena yang merugikan mereka, begitupun sebaliknya.
Alasan kedua, attitude sulit diubah, kecuali lewat tindakan yang berdampak besar bagi individu itu sendiri. Kayak cerita fresh graduate di awal, dia cuma dapat komentar pedas dari netizen, sedangkan masih ada perusahaan lain yang mau menerima. Beda halnya kalau semua kantor nge-blacklist dia, mungkin attitude-nya langsung diperbaiki.
Ketiga, orang cerdas itu banyak. Tapi, belum terjamin bakal sukses di masa depan. Kalau orangnya bossy, suka ngomong kasar, dan sombong, siapa yang mau kerja sama dia? Keburu males.
Jangankan kerja, pas ngerjain tugas kelompok di sekolah, kamu lebih milih bareng temen yang biasa aja tapi asyik atau temen pinter tapi egois, suka nyuruh-nyuruh, dan mau menang sendiri? Kasih tau alasannya di kolom komentar.
Nah, gimana kalau sekolah dan kampus belum mengajarkan kita tentang cara bersikap? Tenang, ada beberapa langkah yang bisa dicoba:
-
Belajar di luar sekolah
Sesekali berhenti fokus sama nilai, alihkan waktu yang kamu punya buat ikut volunteer, menyalurkan hobi, atau kegiatan lain yang sifatnya non akademik. Perbanyak aktivitas di luar sekolah yang memungkinkan kamu berinteraksi dengan macam-macam karakter.
Nantinya, kamu bakal ketemu orang yang sekiranya bisa jadi panutan. Kayak misalnya, “Eh, si A kalau ngomong halus banget ya, gue pengen deh begitu juga,” intinya semacam role model gitu lah.
-
Peka sama lingkungan
Jangan diem di kamar ambis sendirian. Keluar, jalan-jalan, lihat sekeliling, tumbuhkan rasa empati. Peka terhadap pikiran dan perasaan orang lain, dengarkan cerita mereka. Banyak hal yang bisa dilihat dari perspektif yang berbeda. Dengan begitu, kamu akan terlatih jika menghadapi situasi serupa.
Oke, cukup cuap-cuapnya. Semoga artikel ini jadi gambaran buat kamu kalau kecerdasan itu nggak ada artinya apabila tidak dibarengi dengan attitude. Dan sebaik-baiknya ilmu apabila ilmu tersebut dibagikan ke sesama. Please, jangan pernah pelit buat sharing karena itu nggak bikin kamu jadi bodoh.
Selamat Hari Pendidikan Nasional! Luv from Ruangguru.
Referensi:
Pendidikan untuk Pengembangan Karakter (Gagasan Thomas Lickona). [Daring]. Tautan: https://media.neliti.com/media/publications/217440-none-3bd0f990.pdf (diakses 1 Mei 2021)
https://www.academia.edu/36743592/PENINGKATAN_MUTU_SUMBER_DAYA_MANUSIA_MELALUI_PENDIDIKAN_KARAKTER_DAN_ATTITUDE (diakses 1 Mei 2021)
Why Are Attitudes So Hard To Change. [Daring]. Tautan:
https://www.psychologyinaction.org/psychology-in-action-1/2013/11/28/why-are-attitudes-so-hard-to-change (diakses 1 Mei 2021)