Di Balik Layar Indonesia Teacher Prize: Novalina Wuaten, Selalu Belajar untuk Kesuksesan Pelajar
Artikel ini berisi kisah balik layar Novalina Wuaten, peserta Indonesia Teacher Prize yang memiliki banyak pengalaman mengajar.
—
“Kebahagiaan adalah ketika kita mampu memiliki arti bagi orang lain dengan membagi apa yang kita miliki.”
Sepenggal kata yang membuat saya kagum pada sosok perempuan cerdas bernama Novalina Wuaten ini. Ia adalah 1 dari 40 finalis Indonesia Teacher Prize, sebuah ajang pencarian guru berbakat yang diadakan oleh Ruangguru.
Novalina yang saat itu terlihat sedang duduk menunggu antrian masuk ke dalam ruang audisi, saya hampiri, meminta izin untuk mewawancarainya. Ia pun setuju. Novalina menceritakan perjalanannya selama menjadi guru kepada saya.
Pada tahun 2012, ia mendapat kesempatan untuk mengajar di sebuah daerah terpencil yang ada di Indonesia. Saat lulus, Novalina melihat ada tawaran program SM3T (Sarjana Mendidik di daerah Terluar, Terdepan dan Tertinggal), sebuah program yang difasilitasi oleh kemenristekdikti.
Sebagai lulusan muda, ia pun tertarik dan mulai mengikuti rangkaian audisinya, dan terpilih untuk mengikuti program SM3T tersebut. Novalina pun ditempatkan di daerah terpencil di Kutai Barat, Kalimantan Timur.
“Itu kita tuh bener-bener dikirim ke daerah yang terpencil, perbatasan. Kaya saya, dikirim ke Kutai Barat yang berbatasan dengan Malaysia dan Brunei Darussalam. Nah, saya masuk ke sana, di tempat yang bener-bener saya nggak tau, nggak kenal siapa-siapa, dengan kultur budaya yang sangat asing buat saya,” kata Novalina mengingat pengalaman uniknya itu.
Novalina mengajar di Sekolah Dasar Negeri Muara Tokong, dan hanya terdapat 36 siswa di sekolah tersebut. Bahkan, ada satu kelas yang hanya berisi 3 orang. Nah, Novalina dipercaya untuk mengajar di kelas III, IV, V, dan VI, khususnya pelajaran Bahasa Inggris dan IPA.
Terkadang, bersama murid-muridnya, Novalina menghabiskan waktu untuk memancing, berenang, bermain perahu di sungai, dan banyak lagi. Seringkali, di sela-sela melakukan kegiatan yang menyenangkan itu, Novalina menyelipkan pelajaran, seperti matematika, ataupun IPA. Dengan metode belajar sambil bermain yang diterapkannya, anak-anak di sana semakin antusias untuk belajar.
Sore harinya, Novalina fokus melatih siswa-siswa kelas VI yang saat itu sedang bersiap menghadapi Ujian Nasional. Materi-materi yang diajarkan, bertujuan untuk memperdalam pemahaman siswa terhadap materi-materi pelajaran yang akan diujikan pada Ujian Nasional.
“Murid di kelas VI itu ada 12 orang, dan saya sangat bersyukur, karena saat melihat pengumuman kelulusan, mereka berhasil mendapat nilai yang sangat memuaskan. Bahkan, mereka berhasil masuk ke SMP Negeri lho. Oh ya, mereka juga tetap berprestasi lho di SMP, bahkan sampai di SMA,” ucap guru muda lulusan UNJ ini.
Kedatangan Novalina sebagai pengajar, memang disambut antusias oleh anak-anak di sana. Tapi, banyak juga tantangan yang ia hadapi selama berada di Kutai Barat. Mengingat Ia adalah orang yang bukan berasal dari daerah tersebut.
Ia pernah didatangi oleh orang tua dari anak didiknya di sana. Orang tua itu tidak suka dengan Novalina yang mengajari anaknya untuk selalu datang ke sekolah.
“Saya sampai didatangi sama orang tua anak didik saya. Saat itu ada satu anak yang sering bolos sekolah, ketika saya tanya alasnnya, ternyata ia diminta untuk ikut orang tuanya menores karet di kebun. Saya katakan kalau diumurnya, kewajiban dia adalah sekolah, belajar. Kalau mau bekerja, boleh, tapi utamakan terlebih dahulu belajar. Karena itulah, saya didatangi orang tua anak tersebut. Beruntungnya, saya dibela oleh warga yang lain, juga orang tua angkat saya di sana,” kata Novalina.
Novalina Wuaten sedang menceritakan pengalamannya selama menjadi pengajar
Selama menjadi guru di Kutai Barat, Novalina tinggal di rumah seorang pendeta yang istrinya adalah seorang bidan. Saat malam hari, Novalina harus tidur sendiri di ruangan bidan, di Puskesmas Pembantu, seorang diri. Selepas jam 10 malam, Ia harus menggunakan senter sebagai penerangannya, karena listrik genset yang digunakan untuk menerangi rumah itu, menyala hanya dari jam 6 sore sampai 10 malam.
Banyak pengalaman berharga yang Ia dapat di sana. Mulai dari belajar menjadi guru yang baik dan konsisten, memahami karakter dan kebutuhan siswa-siswa, sampai belajar beradaptasi dengan masyarakat dan lingkungan yang ada.
Setelah menyelesaikan petualangannya menjadi guru di Kutai Barat, dan mendapat banyak pengalaman menarik, Novalina lanjut mengikuti program sertifikasi guru di Bandung. Setelah itu Ia mendaftar sebagai Pegawai Negeri Sipil, dan akhirnya diterima pada tahun 2015.
Kemudian Ia ditempatkan di Harmoni, Juanda, Jakarta Pusat, di Sekolah Dasar Kebon Kelapa 02. Di sekolah ini, Ia mendapat pengalaman unik yang membuatnya semakin tertantang.
Siswa-siswanya, kebanyakan berasal dari keluarga dengan latar belakang kelas ekonomi menengah ke bawah. Kebanyakan dari mereka memang tinggal di pinggir rel kereta Juanda, belakang Istana Negara.
Mengajar anak-anak ini, memang bukan pekerjaan mudah bagi Novalina. Namun, sebagai guru dengan pengalamannya yang banyak, Ia menjadikan ini sebagai tantangan yang harus bisa Ia selesaikan.
Bukan bermaksud menyudutkan, akan tetapi, seperti yang kita tahu, keadaan ekonomi yang sulit seringkali membuat tidak sedikit orang menomersekiankan pendidikan anak. Ada yang terkendala masalah biaya, seperti membeli seragam, juga perlengkapan sekolah. Ada juga yang tidak ingin waktu yang harusnya dapat digunakan untuk mencari uang, terganggu oleh jam pelajaran sekolah.
Fakta ini lah yang ditemukan oleh Novalina Wuaten. Banyak siswanya yang berprofesi sebagai penjual tisu, ada juga yang menyemir sepatu. Ada satu cerita menarik yang diceritakan Novalina kepada saya tentang salah satu siswanya.
Anak itu tinggal berdua bersama kakaknya yang seorang pemulung, mereka yatim piatu. Setiap harinya siswa itu harus membantu sang kakak mencari uang, sebagai penyemir sepatu. Apa yang dilakukan siswa ini, tentunya agar tetap bisa melahap makanan, agar tidurnya menjadi nyenyak. Dampaknya, siswa itu sering bolos, atau jika masuk sekolah, ia akan lebih sering tertidur karena lelah.
Menghadapi siswa-siswa dengan karakter dan latar belakang seperti itu, Novalina punya metode tersendiri untuk membuat siswa-siswanya kembali semangat dan lebih mengutamakan belajar.
“Saya ke anak-anak tuh melakukan pendekatan yang lebih. Misalnya, di awal kadang cerita dulu, kadang memberikan motivasi dulu, dan kalau dalam pelajaran tuh, biasaja saya selipin humor-humor. Nah semua itu biar suasana belajar di kelas nggak kaku. Jadi lebih ke pembawaan diri saat mengajar, gimana caranya supaya anak-anak jadi lebih santai. Jadi mereka akan menemukan asiknya belajar,” kata Novalina.
Ia berharap, selain bisa mendekatkan diri dengan anak-anak didiknya, Ia juga ingin bisa dekat dengan orang tua atau wali dari para siswa. Karena menurutnya, guru dan orang tua harus saling bekerjasama menyemangati anak-anak, untuk mau dan semangat terus dalam belajar dan mengejar mimpinya.
Tentang Indonesia Teacher Prize
Indonesia Teacher Prize adalah ajang pencarian guru terbaik dan berbakat di seluruh Indonesia yang diselenggarakan oleh Ruangguru.
Adapun para pemenangnya akan bekerjasama dengan Ruangguru untuk membuat konten pendidikan berkualitas yang dapat kamu tonton di ruangbelajar. Siapa saja guru terbaik dan paling berbakat yang terpilih sebagai juara Indonesia Teacher Prize tahun 2019? Saksikan langsung di layar televisi kamu, pada Sabtu, 20 Juli 2019.