Bu Santi, Menjadi Guru karena Terinspirasi oleh Gurunya
Artikel ini menceritakan seorang guru yang memiliki cita-cita menjadi guru setelah melihat gurunya di sekolah kurang baik dalam mengajar. Juga menceritakan tenang 2 siswi asal Papua yang ia dampingi selama 3 tahun di rumahnya.
—
Lahir dan tumbuh menjadi seorang yang tidak pernah memiliki cita-cita menjadi guru, Bu Santi kini justru jadi sosok guru yang sangat tahu bagaimana membuat peserta didik semakin menggemari pengetahuan dari mata pelajaran yang ia ampu.
Bu Santi adalah Guru Sejarah di SMA 5 Cimahi. Ia membagikan cerita bagaimana awal mula ia tertarik menjadi guru, hingga cara ia berdamai dengan tren yang justru membuat jiwanya terus merasa muda.
Ketika usianya 16 tahun, tepatnya saat Bu Santi masuk SMA, ia belajar Sejarah dengan seorang guru yang menurutnya kurang nyaman cara mengajarnya, juga kurang detil saat memeriksa tugas peserta didiknya. Karena hal itu, Bu Santi mulai tertarik menjadi guru. Belajar dari pengalamannya, ia mau mengubah sistem mengajar dan belajar menjadi lebih menyenangkan dan peserta didik terus punya keinginan untuk mengembangkan ilmu pengetahuannya.
“Saya melihat, jadi guru itu kok menyenangkan juga ya, terus saya jadi tertarik jadi guru. Motivasi saya saat itu, nanti kalau jadi guru Sejarah, saya mau periksa tugas-tugas peserta didik saya secara detil, supaya mereka tahu mana yang benar, dan mana yang kurang tepat.” Ujar Bu Santi.
Baca Juga: Sejarah Hari Guru Sedunia 5 Oktober: Sudah Diperingati sejak 1994
Tahun 1998, Bu Santi diterima sebagai guru honorer di SMK Sangkuriang Cimahi, tapi bukan sebagai Guru Sejarah. Bu Santi mengawali karirnya sebagai Guru Bahasa Inggris. Sejak muda, ia memang sangat menyukai Bahasa Inggris. Jadi, tidak ada masalah bagi Bu Santi meskipun tidak langsung menjadi Guru Sejarah.
Barulah ketika Bu Santi diangkat menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil) pada tahun 2006, dan adanya lowongan sebagai Guru Sejarah di SMA 5 Cimahi, Bu Santi tidak menyia-nyiakannya. Dengan terpaksa, ia harus meninggalkan SMK Sangkuriang untuk mewujudkan mimpinya sejak dulu, menjadi Guru Sejarah.
Bagi Bu Santi, menjadi guru di SMA benar-benar menyenangkan. Selama ia bisa mengikuti tren dan perkembangan anak muda jaman sekarang, ia pun bisa terus terbawa muda.
“Guru itu harus ikuti tren ya, kalau nggak mau ikuti tren nanti anaknya nggak mau dan nggak semangat belajar. Makanya saya setiap pembelajaran, misalnya saya menggunakan PowerPoint, saya sisipkan lagu-lagu kesukaan mereka, per-jamannya seperti apa. Oh ini ada lagu, waktu itu lagi musimnya lagu Didi Kempot Pamer Bojo. Jadi di ujung mereka mengerjakan tugas ya, terus saya berikan lagu itu. Jadi kalau mereka tertarik dengan kreativitas yang saya buat, itu saya jadi suka gitu, jadi mereka tuh kelihatannya antusias belajarnya.”
Banyak hal menarik yang membuat Bu Santi selalu senang menjadi guru. Apalagi sejak kedatangan anak-anak Papua di rumah.
Sejak tahun 2015, Bu Santi sudah menerima beberapa siswi asal Papua yang mendapat beasiswa pemerintah untuk sekolah di Pulau Jawa. Siswi-siswi itu tinggal di rumah Bu Santi. Untuk saat ini, ada 2 siswi yang tinggal di rumahnya, yaitu Julia dan juga Windi yang berasal dari Serui Papua.
Julia dan Windi sekarang kelas 12 SMA. Mereka sudah tinggal di rumah Bu Santi sejak tahun 2017, dan banyak momen-momen menyenangkan yang mereka rasakan bersama Bu Santi selama di rumah.
Julia dan Windi saat kelas 9 berjuang untuk bisa meraih peringkat terbaik demi mendapat beasiswa. Punya cita-cita ingin membangun daerahnya, membuat kedua remaja ini ingin sekolah sampai setinggi-tingginya.
“Awalnya memang nggak kepikiran untuk sekolah di luar Papua. Cuma pas kelas 9 dengar ada beasiswa, jadi nekat. Jadi lebih serius belajar, ya mengurangi beban orang tua juga.
Jadi, tujuan pertama saya sekolah di sini ingin menambah wawasan, terus lebih mandiri dari orang tua. Aku ingin membangun Papua, pertama itu kan soal pendidikan di sana masih terbilang sulit, terus kesehatannya juga. Masih minim akses kesehatan di sana, makanya aku ingin jadi dokter, biar bisa bantu masyarakat di sana juga.” Kata Julia.
Berbeda dengan Julia, Windi juga punya motivasi untuk membangun Papua tapi dengan cara yang berbeda. Kalau konsentrasi Julia di bidang akses kesehatan, Windi lebih ke akses jalannya. Mengingat daerah tempat tinggalnya masih cukup sulit untuk menjangkau fasilitas publik seperti sekolah dan klinik kesehatan, maka dari itu Windi ingin sekali punya pengetahuan untuk membuat akses di desanya menjadi lebih mudah, tanpa merusak lingkungan yang ada di sana.
“Jadi di sana itu jalannya masih lumpur-lumpur gitu, jadi akses ke sekolah-sekolah terpencil, di pedalaman gitu sulit banget.” Cerita Windi.
Menurut Bu Santi, Julia dan Windi adalah anak yang cerdas, mereka benar-benar rajin dan mudah dalam memahami pelajaran, mereka juga mudah bergaul di sekolah. Kadang, saat di rumah, mereka bertanya ke Bu Santi jika ada tugas atau pertanyaan-pertanyaan yang mereka tidak mengerti.
Bagi Julia dan Windi, Bu Santi lebih dari sosok Guru. Ia sudah seperti orang tua mereka, yang selalu memperhatikan kesehatan, memberi motivasi dan wejangan-wejangan tentang masa depan, juga diselingi dorongan untuk terus belajar supaya cita-cita Juli dan Windi bisa terwujud.
Hanya saja, selama pandemi situasi berubah. Kalau sebelumnya di rumah Bu Santi kerap kali mengobrol santai dengan Juli dan Windi, sekarang Bu Santi lebih banyak menyiapkan materi untuk Pembelajaran Jarak Jauh. Banyak inovasi yang dilakukan oleh Bu Santi dalam memberikan materi dan pengajaran terbaik untuk peserta didiknya.
“Memasuki pandemi ini banyak tantangan. Semuanya belajar, anaknya belajar, gurunya juga belajar. Memang banyak media pembelajaran di luar sana yang mungkin bisa kita gunakan. Nah seperti saya juga membuat materi dari PowerPoint, ada beberapa sumber yang kemudian saya pakai untuk referensinya. Misalnya seperti Ruangguru, saya ambil bahan yang waktu itu artikelnya. Ternyata di situ bagus, artikelnya itu menjelaskan mengenai apa yang disebut sebagai historiografi dan jenis-jenisnya itu cukup beragam. Dengan penampilan yang bagus, saya padukan nanti dimasukkan ke PowerPoint. Nah jadi ketika siswa menyimak, apabila media itu kita sendiri yang membuat, biasanya mereka akan lebih menghargai.” Ujar Bu Santi.
Baca Juga: Selamat Hari Guru! Inilah 9 Alasan Kenapa Jadi Guru Itu Keren
Bagi Bu Santi, menjadi guru itu bukan sekedar menjalankan profesi, tetapi harus memiliki tujuan yang jelas untuk membantu peserta didik berkembang secara ilmu pengetahuan, dan memiliki sikap optimis pada cita-cita dan mimpinya. Guru harus tahu kebutuhan peserta didiknya, tidak boleh memaksakan kehendak, dan mampu bersahabat dengan semua peserta didik. Dengan begitu, menjadi guru akan selalu menyenangkan, dan peserta didik pun akan selalu senang dan bersemangat ketika belajar di sekolah.
Julia juga memberi pesan tepat di Hari Guru Nasional, baginya guru itu lebih dari sekedar pengajar di sekolah, guru sudah seperti orang tuanya sendiri.
“Menurut Lia, guru itu seorang pahlawan, juga orang tua buat kita. Orang tua di sekolah yang selalu menjaga kita, memberi ilmu-ilmu mereka, yang mereka dapatkan buat kita, dan mengajarkan kita banyak hal. Tentang masa depan, menjadi pribadi yang lebih baik. Terima kasih untuk guru, yang sudah membantu kita selama 17 tahun ini. Harapan aku untuk pendidikan di Indonesia, semoga anak-anak Indonesia bisa, selama pandemi ini jangan putus asa. Belajar. Kan sekarang nggak susah kayak dulu, udah ada youtube, Ruangguru. Jadi, manfaatkan itu sedemikian rupa, karena kesempatan sudah ada di depan mata, jangan sia-siakan itu.” Pesan Lia pada Hari Guru Nasional.
Untuk menemani kamu selama PJJ, Ruangguru punya produk yang sangat efektif di gunakan di mana saja dan kapan saja, tentunya dengan konten pelajaran yang sangat menarik, yaitu ruangbelajar. Dengan ruangbelajar, kamu bisa membuat jadwal belajar kamu sendiri, berlatih soal, dan juga bisa menstrukturkan materi belajarmu. Dengan begitu, kamu akan menguasai materi belajar dari dasar sampai mendalam.