Mengenal Ismail Marzuki, Sang Maestro Pejuang Kemerdekaan Indonesia
Kemerdekaan Indonesia tidak hanya diperjuangkan oleh para pahlawan yang terjun ke medan perang langsung, loh! Ismail Marzuki memperjuangkan kemerdekaan melalui lagu-lagu yang diciptakannya hingga akhirnya diberi gelar sebagai pahlawan nasional. Yuk, simak kisahnya!
—
Siapa di sini yang nggak tau lagu “Halo-Halo Bandung”? Pasti udah pada denger, dong! Lagu ini menceritakan tentang semangat perjuangan rakyat Bandung masa pasca kemerdekaan pada tahun 1946.
Nah, kalau penciptanya udah tau belum siapa? Yap! Lagu perjuangan bangsa Indonesia ini diciptakan oleh Ismail Marzuki. Kalian pasti sudah tidak asing lagi dengan nama pahlawan satu itu, kan? Apalagi warga Jakarta. Namanya sendiri sudah diabadikan sebagai nama pusat kesenian di Jakarta, yaitu Taman Ismail Marzuki (TIM).
Selain “Halo-Halo Bandung”, ada banyak banget lagu-lagu ciptaan Ismail Marzuki yang juga terkenal, lho! Misalnya “Indonesia Pusaka”, “Rayuan Pulau Kelapa”, dan “O Sarinah”. Oh iya, karena sebentar lagi memasuki bulan suci ramadhan, itu berarti tidak lama lagi lagu berjudul “Hari Lebaran” yang juga ciptaan Ismail Marzuki akan sering kita dengar.
“Minal aidin wal faidzin, maafkan lahir dan batin, selamat para pemimpin, rakyatnya makmur terjamin”
Dalam artikel ini, kita akan mengenal sang maestro musik Indonesia, Ismail Marzuki lebih dalam lagi! Yuk, simak baik-baik.
Masa Kecil Ismail Marzuki
Ismail Marzuki adalah pencipta lagu-lagu perjuangan Indonesia. Beliau lahir pada 11 Mei 1914 di Kwitang, Jakarta Pusat. Lagu-lagu gubahannya berhasil membakar semangat para pejuang kemerdekaan untuk melawan penjajah waktu itu. Atas karya-karyanya yang sangat berarti bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia, Ismail Marzuki ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 5 November 2004.
Sebenarnya, Ismail Marzuki bukanlah nama asli. Nama aslinya adalah Ismail bin Marzuki. Jadi, Marzuki merupakan nama ayahnya. Namun, orang-orang banyak yang memanggilnya Ismail Marzuki.
Ibu Ismail Marzuki, Solehah meninggal tidak lama setelah melahirkannya. Setelah kepergian ibunya, Ismail hanya tinggal bersama ayah dan kakaknya.
Bakat bermusik Ismail diwariskan melalui ayahnya yang merupakan seorang pemain rebana. Selain aktif menjadi pemain rebana, ayah Ismail juga memiliki bengkel. Bisa dibilang, keluarga Ismail berasal dari kalangan ekonomi yang cukup. Ayahnya senang mengoleksi benda-benda berbau musik seperti piringan hitam dan gramofon. Nah, dari sinilah kecintaan Ismail terhadap musik terus tumbuh sejak kecil.
Baca Juga: Kardinah dan Roekmini, Pahlawan Perempuan yang (hampir) Dilupakan
Pendidikan Ismail Marzuki
Ismail Marzuki bersekolah di sekolah Kristen HIS Idenburg, Menteng. Teman-temannya yang merupakan orang Belanda sering kali memanggilnya dengan nama Benjamin atau Ben di sekolah ini.
Tidak lama setelah itu, ayah Ismail memutuskan untuk memindahkannya ke Madrasah Unwabul-Salah di Kwitang. Marzuki khawatir kalau anaknya nanti akan bersifat kebelanda-belandaan, guys.
Ketika kenaikan kelas, ia sering mendapatkan hadiah berupa alat musik dari ayahnya. Nggak heran dong ya, kenala Ismail Marzuki akhirnya dijuluki maestro!
Setelah lulus dari madrasah, Ismail Marzuki melanjutkan pendidikannya di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) atau pendidikan setara SMA di zaman kolonial Belanda.
Grup musik pertamanya terbentuk saat ia bersekolah di MULO. Di grup tersebut, Ismail memainkan alat musik banjo dan kerap memainkan musik-musik jazz. Jadi, bisa dibilang kemampuan musiknya ia pelajari secara otodidak, bukan dari pendidikan formal.
Karier Musik Ismail Marzuki
Ismail Marzuki memulai karier bermusiknya sejak ia berusia 17 tahun, lho! Tapi sebelum itu, Ismail pernah bekerja sebagai kasir di Socony Service Station. Ia mengumpulkan gajinya untuk membeli sebuah biola.
Karena merasa kurang cocok bekerja sebagai kasir, Ismail Marzuki memutuskan untuk beralih pekerjaan menjadi penjual piringan hitam produksi Columbia dan Polydor dengan gaji yang tidak tetap.
Dari pekerjaannya sebagai penjual piringan hitam inilah akhirnya menjadi loncatan kariernya di bidang musik. Ismail mendapatkan banyak kenalan artis dari sini.
Lagu pertama yang ia ciptakan saat berusia 17 tahun berjudul “O Sarinah”. Lagu ini menggambarkan keadaan Indonesia yang tertindas. Banyak alat musik yang dikuasai Ismail. Ia pernah menjadi pemain gitar, saxophone, dan harmonium di orkes musik Lief Java sejak tahun 1936.
Dalam berbusana, Ismail senang tampil mengenakan baju rapi dan menggunakan sepatu mengkilap serta dasi. Lelaki yang memiliki nama kecil Maing ini juga dikenal sebagai sosok yang pintar. Bakatnya bermusik ini didukung dengan kemampuannya yang fasih dalam melafalkan Bahasa Belanda.
Pada sekitar tahun 1936-1937, Ismail Marzuki mempelajari lagu-lagu tradisional dan lagu Barat. Hal ini tercermin pada lagu ciptaannya yang berjudul “My Hula-Hula Girl”.
Seiring berjalannya waktu, kemampuan bermusik Ismail Marzuki semakin meningkat. Jam terbangnya juga semakin tinggi. Aktivitas bermusiknya sudah menembus radio, film, hingga panggung Societiet, sebuah klub eksklusif pada masanya. Bisa dibilang, masa penjajahan Belanda merupakan medium Ismail Marzuki dalam mengembangkan bakat bermusiknya.
Baca Juga: Perlawanan Indonesia terhadap Belanda sampai Awal Abad 20
Ismail Marzuki Menggunakan Musik sebagai Alat Perjuangan
Pada tahun 1940, pecahnya Perang Dunia II berdampak ke kehidupan Hindia-Belanda. Radio Nederlandsch-Indische Radio-Omroep Maatschappij (NIROM) membatasi acara siaran musik mereka. Hal ini membuat masyarakat di Jakarta akhirnya membangun radio sendiri bernama Vereniging Oostersche Radio Omroep (VORO).
Setiap malam Minggu, VORO menyiarkan orkes Lief Java dan Ismail Marzuki mengisi acara lawak menggunakan nama samaran “Paman Lengser” ditemani oleh Memet alias “Botol Kosong”. Di tahun yang sama, Ismail Marzuki menikahi gadis pujaannya bernama Eulis Zuraidah.
Setelah Jepang masuk, hal ini mengubah arah bermusik Ismail Marzuki. Pada tahun 1942, Jepang membubarkan radio NIROM dan menggantinya dengan Hoso Kanri Kyoku. Ismail pernah tergabung dalam orkestra Radio Militer Jepang tersebut.
Di masa penjajahan Jepang ini, Ismail Marzuki mengubah haluan bermusiknya menjadi alat perjuangan. Berbeda saat masa penjajahan Belanda yang ia jadikan untuk mendapatkan popularitas.
Hal ini bisa dilihat dari lagu ciptaannya yang berjudul “Bisikan Tanah Air” dan “Indonesia Tanah Pusaka”. Lagu ini diperdengarkan secara luas melalui radio. Tidak lama setelah itu, kepala Seidenbu (Badan Propaganda) melaporkan Ismail Marzuki ke Kempetai. Ismail pun dipanggil oleh polisi Militer Jepang untuk diinterogasi.
Setelah itu, lahirlah lagu-lagu perjuangan lain seperti “Gagah Perwira” untuk membakar semangat kemerdekaan khusus untuk Peta (Pembela Tanah Air). Dalam melakukan perjuangan melalui musik ini, Ismail Marzuki tidak sendirian. Ia dibantu oleh komponis patriotis bernama Cornel Simanjuntak menghasilkan lagu “Maju Tak Gentar”. Selain itu juga menggubah lagu “Bagimu Negeri” bersama Kusbini.
Pada Oktober 1944, lagu Ismail Marzuki Rayuan Pulau Kelapa dibuat untuk menggambarkan cinta kasihnya pada tanah air.
Baca Juga: Mengenal 10 Pahlawan Indonesia yang Belum Banyak Dipublikasikan
Saat Indonesia telah merdeka, Ismail masih bersiaran di RRI. Pada tahun 1947, saat Belanda kembali menguasai RRI, Ismail memutuskan untuk hengkang dari RRI. Alasannya adalah ia tidak mau bekerja sama dengan Belanda, guys.
Ismail Marzuki mau kembali ke RRI kalau sudah berhasil diambil alih oleh Indonesia lagi. Di era ini, Ismail Marzuki memimpin Orkes Studio Jakarta. Di sinilah lagu “Pemilihan Umum” tercipta dan diperdengarkan pertama kali pada Pemilu 1955.
Oh iya, setelah masa Perang Dunia II, Ismail Marzuki masih terus menciptakan lagu, loh! Salah satunya adalah lagu nasional yang masih sering kita dengar sampai sekarang, yaitu “Halo-Halo Bandung”. Saat itu, Ismail bersama istrinya pindah ke Bandung akibat rumah mereka di Jakarta hancur oleh hantaman peluru mortir.
Ketika Ismail Marzuki tinggal di Bandung, ayahnya meninggal di Jakarta. Namun ia terlambat menerima berita sehingga ia baru bisa ke Jakarta beberapa hari setelah pemakaman. Lagu Ismail Marzuki Gugur Bunga pun tercipta untuk mengenang kepergian ayahnya.
Walaupun lagu-lagunya berbau perjuangan, namun Ismail Marzuki juga menciptakan lagu yang bergaya romantis, lho. Misalnya saja “Sepasang Mata Bola”, “Ke Medan Jaya”, “Melati di Tapal Batas Bekasi”, “Saputangan dari Bandung Selatan”, “Selamat Datang Pahlawan Muda”, dan “Selendang Sutra”. Lagu Ismail Marzuki Rayuan Pulau Kelapa digunakan sebagai lagu penutup siaran TVRI pada masa pemerintahan Orde Baru.
Diskografi
Lagu apa saja yang diciptakan oleh Ismail Marzuki? Lagu gubahan sang maestro ini tuh sebenarnya banyak banget, guys! Nah, berikut judul-judul lagu terkenal yang pernah diciptakan oleh Ismail Marzuki:
Aryati
Keroncong Sejati
Gugur Bunga
Melati di Tapal Batas
Bapak Kromo
Wanita
Rayuan Pulau Kelapa
Sepasang Mata Bola
Melancong ke Bali
Panon Hideung
Bandung Selatan di Waktu Malam
O Sarinah
Keroncong Serenata
Duduk Termenung
Als de Ovehedeen
Kasim Baba
Bandaneira
Pulau Saweba
Lenggang Bandung
Sampul Surat
Ibu Pertiwi
Hari Lebaran
Karangan Bunga dari Selatan
Selamat Datang Pahlawan Muda
Di Tepi Laut
Juwita Malam
Olee lee di Kutaraja
Di Ambang Sore
Halo-Halo Bandung
Rindu Malam
Sabda Alam
Roselani
Rindu Lukisan
Indonesia Pusaka
Gugurnya Sang Maestro
Ismail Marzuki meninggal akibat penyakit paru-paru. Suatu hari, ia mendapatkan hadiah saxophone dari temannya yang mengidap penyakit paru-paru. Setelah itu, Ismail mengeluhkan gangguan di pernapasannya. Dokter menjelaskan bahwa ia mengidap penyakit paru-paru.
Sang maestro akhirnya tutup usia pada 25 Mei 1958 dalam usia 44 tahun di Kampung Bali, Jakarta Pusat. Untuk menghormati jasanya, pemerintah membuka sebuah taman pusat kebudayaan dan kesenian di Cikini yang diberi nama Taman Ismail Marzuki. Di tahun 2004, Ismail Marzuki dianugerahi gelar pahlawan nasional.
—
Wah, menarik ya kisah perjuangan Ismail Marzuki melalui lagu-lagu gubahannya. Bahkan hingga saat ini, lagu-lagunya banyak loh yang diaransemen ulang oleh musisi-musisi hebat. Contohnya “Sabda Alam” yang dinyanyikan ulang oleh almarhum Chrisye dan “Juwita Malam” oleh grup band legendaris Slank.
Gimana? Kamu tertarik untuk belajar tentang pahlawan-pahlawan nasional lainnya? Atau kisah-kisah perjuangan kemerdekaan Indonesia? Yuk langganan ruangbelajar sekarang juga!