Bagaimana Orang Tua Mengedukasi Anak sebagai Pemilih Pemula?
Bayangkan, menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU) terdapat lebih dari 5 juta jiwa pemilih pemula di tahun ini. Banyak sekali ya, Smart Parents? Sayang banget ‘kan kalau kesempatan ini dilewatkan begitu saja dengan minim pengetahuan oleh anak. Lalu, bagaimana ya peran yang seharusnya dilakukan oleh orang tua untuk ikut andil dalam mengedukasi anak sehingga ia tak sekadar ikut-ikutan memilih dan mendapat referensi yang baik. Mari disimak tipsnya.
UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu memberikan jaminan bagi pemilih pemula yang pada 17 April 2019 genap berusia 17 tahun guna menyalurkan hak pilihnya pada Pemilu 2019. Namun, mayoritas dari mereka belum mengerti benar apa perannya dalam pemilu sehingga cenderung abai dan malas-malasan dalam memilih. Padahal, secara jumlah, pemilih pemula cukup besar dan berkontribusi signifikan bagi kemenangan pada Pilpres maupun Pileg.
- Pastikan Terdaftar di DPT
Pemilih pemula yang pada 17 April 2019 berumur 17 tahun dan ingin mengikuti Pemilu masih banyak yang belum melakukan perekaman dan pencetakan e-KTP. Justru inilah hal mendasar yang harus dipenuhi. Yuk, orang tua bantu untuk mengurus perihal administratif ini ke kelurahan terdekat. Nah, jika saat ini anak belum menginjak usia 17 tetapi pada saat Pemilu nanti sudah berusia 17, meski dijanjikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo bisa dilakukan pengurusannya hanya dalam waktu satu jam jika seluruh persyaratan terpenuhi, tetapi bisa dianggap melanggar aturan dan sangat riskan dilakukan. Apalagi di hari libur, karena dipastikan seluruh orang tengah berkonsentrasi untuk kesuksesan Pemilu 2019.
- Tidak mengikuti kampanye berlebihan
Cegah anak menjadi terlalu fanatis pada salah satu pasangan calon sehingga mudah dipolitisasi untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas kontestan Pemilu, baik Pilpres maupun Pileg. Sebab biasanya pemilih pemula menjadi sasaran didekati, dipersuasi, dipengaruhi, dimobilisasi, dan sebagainya untuk bersedia mengikuti kampanye yang dilaksanakan. Padalah sebelum ini, para kontestan Pemilu tersebut tidak jelas kepeduliannya terhadap pemilih pemula.
- Berhati-hati di sosial media
Seorang anak karena merasa sudah mempunyai hak pilih, maka bisa jadi akan terlalu mendukung calon presiden atau legislatif pilihannya dengan merendahkan calon lainnya. Hal ini bisa mereka lakukan dengan beragam cara, misalnya dengan mengunggah foto, membuat video, atau sekadar melempar komentar pedas di akun Instagram/Twitter/Facebook orang lain. Pada akhirnya, hal ini dapat berujung pada pelanggaran UU ITE, lho. Masih ingat nggak Smart Parents dengan kasus RJ (16) yang diproses hukum atas video viral pengancaman terhadap Presiden Jokowi pada 2018 lalu? Polisi menjerat pelajar SMK itu dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman 6 tahun.
- Menjadi apatis
Sebaliknya, karena merasa tidak ada pengalaman Pemilu dan tak mengerti apa-apa tentang politik maka anak menjadi tak peduli sama sekali dengan pesta demokrasi lima tahun sekali ini. Maka, tidak segan-segan mereka mengatakan pada orang tua untuk melakukan Golput. Nah, sekali golput bisa terbawa sampai ketika usia mereka dewasa lho, Smart Parents. Pada posisi inilah, orang tua perlu berperan untuk mengajak bersama-sama mengecek track record setiap calon presiden, wakil presiden, dan legislatif melalui internet. Sekarang semuanya mudah bukan mengakses informasi seperti ini?
- Hindari politik uang
Sadarkah Smart Parents kalau pemilih pemula sering kali menjadi sasaran empuk politik transaksional atau politik uang. Hal ini bisa berangkat atas inisiatif dari partai politik, tim kampanye, dan para calo politik (political broker). Jangan sampai anak menjadi terjebak dan terlena dengan adanya hal ini ya. Jadikan mereka sebagai pemilih cerdas yang lebih mengedepankan rasionalitas (bukan emosionalitas) dalam menentukan pandangan dan sikap politiknya.
- Memahami teknis pencoblosan
Pengalaman pertama kali memilih presiden dan anggota legislatif akan membuat anak bingung apa yang harus dilakukannya di bilik suara. Tentunya, literasi politik sangat dibutuhkan baginya. Orang tua diharapkan juga dapat membagikan pengalaman saat melakukan pencoblosan pada periode lalu, agar si anak menjadi paham dan kehadirannya di TPS tidak sia-sia. Terlebih pada Pemilu Serentak 2019, banyak surat suara (ballot paper) yang harus dicoblos, yakni: (1) Capres dan Cawapres, (2) anggota DPR, (3) anggota DPD, (4) anggota DPRD Provinsi, dan (5) uanggota DPRD Kabupaten/Kota (di Jakarta tidak ada DPRD Kabupaten/Kota). Bukan tidak mungkin, pemilih pemula tidak mengetahui sah dan tidak sahnya pencoblosan surat suara.
Dengan melakukan langkah-langkah di atas, para pemilih pemula atau anak muda akan merasa bahwa mereka dilibatkan benar dalam sebuah pesta politik. Mereka pun akan bersemangat dalam berpartisipasi menyukseskannya.
Smart Parents, tentu anak bukan cuma harus melek masalah politik aja ‘kan ya? Pelajaran tetap dong yang utama. Ayo ajak anak belajar bersama Ruangguru dengan ribuan materi pelajaran yang dikemas menarik seperti bermain game lengkap dengan kumpulan soal serta try out untuk menguji kemampuan si anak. Eits, ada rapor bulanan juga tentang perkembangan belajar anak. Download aplikasinya sekarang!