Belajar dari Ikhbal: Kondisi Ekonomi Bukan Alasan Tidak Bisa Berprestasi
Artikel ini menceritakan perjuangan seorang pengguna aplikasi Ruangguru dalam mewujudkan cita-citanya dan membahagiakan kedua orang tuanya.
—
Kita tinggal di sebuah negara yang memiliki sejarah perjuangan yang sangat panjang, dan juga heroik. Merdeka dan berdaulat atas wilayah sendiri, berjuang tak kenal lelah melawan siapa saja yang datang dengan tujuan mengusik, dan merusak apa yang dimiliki negara ini.
Nama-nama besar seperti HOS Cokroaminoto, Soekarno, Syahrir, Hatta, Kartini, Dewi Sartika, Tan Malaka, Bung Tomo, Agus Salim, Ki Hajar Dewantara, dan banyak lainnya, adalah bukti kalau negara ini dibangun oleh orang-orang dengan pemikiran besar dan semangat juang tinggi dalam membangun bangsa, sekalipun harus angkat senjata.
Bukan nggak mungkin, kalau semangat perjuangan dan pemikiran besar para pendiri bangsa ini, juga menurun ke generasi-generasi selanjutnya. Saya percaya itu, apalagi setelah bertemu dengan seorang pengguna aplikasi Ruangguru di sebuah desa, di Karawang Barat.
Senin, 29 Juli 2019, saya melakukan perjalanan bersama Kevin (rekan satu tim Ruangguru) untuk bertemu dengan anak itu. Untuk sampai ke rumahnya, kami menempuh perjalanan yang memakan waktu kira-kira 3 sampai 4 jam, dari Jakarta. Sebelumnya, kami memang sudah membuat janji dengan anak ini melalui pesan Whatsapp.
Baca juga: Tuna Netra Juga Bisa Berprestasi di Pendidikan
Sekitar pukul 10 pagi saya dan Kevin sampai di lokasi. Tidak sulit untuk sampai ke tempat yang dituju. Cukup mengikuti petunjuk arah yang diberikan oleh anak ini. Perjalanan ke rumahnya cukup menyenangkan.
Sepanjang perjalanan, mata saya dimanjakan dengan hijaunya sawah. Kevin juga setuju. Sesekali saya turunkan sedikit kaca mobil, meskipun panas, tapi anginnya lumayan sejuk. Maklum, sehari-hari di ibu kota yang ditemukan itu macet dan polusi, sekali melihat yang hijau-hijau dan kena angin yang sejuk aja udah seneng banget.
Nah, saat kami sampai, ternyata sudah ada yang menunggu. Selesai memarkirkan mobil, saya dan Kevin turun. Tangan kami langsung dijabat oleh anak muda, yang sepertinya, dialah yang bernama Ikhbal Fadillah, anak dari ayah yang berprofesi sebagai buruh tani dan ibu seorang TKI, dialah pengguna Ruangguru yang saya maksud.
Tahukah kamu? Tahun 2018 lalu, Ikhbal mendapat kesempatan mewakili Indonesia untuk mengikuti pertukaran pelajar ke Negeri Tirai Bambu, Tiongkok. Kemudian, dalam waktu dekat ini status Ikhbal akan berubah dari yang sebelumnya seorang siswa SMA, menjadi mahasiswa Universitas Gadjah Mada. Salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia.
Bagaimana itu semua bisa ia dapatkan? Itulah yang menjadi salah satu alasan saya untuk bertemu dengannya. Sudah sejak hari Kamis tanggal 25 Juli, saya menghubungi Ikhbal, dan senin tanggal 29 Juli adalah waktu yang pas untuk kami bertemu, karena hari selasa ia harus berangkat ke Jogja bersama ayahnya.
“Hai Kak, aku Ikhbal. Akhirnya nyampe juga, jauh ya? Susah nggak jalannya buat sampe ke sini?” Ucap Ikhbal sambil menjabat tangan saya. Sudah saya duga dari awal kami chatting-an, kalau anak ini sangat ramah.
“Hai Ikhbal, saya Fahri, dan ini Kevin, teman satu tim di Ruangguru. Enggak susah kok jalannya, asyik hehe,” jawab saya, sedikit basa basi.
Setelah itu kami diajak langsung ke rumahnya. Ternyata sudah ada dua orang ibu-ibu dan satu orang nenek, dan ayahnya. Sambutan yang hangat, dan kami saling menjabat. Kemudian saya masuk ke rumahnya, duduk, dihidangkan minuman dan cemilan.
Tiba-tiba mata saya langsung tertarik pada satu ruangan yang terbuka. Di ruangan itu banyak sekali buku, ada meja yang tidak terlalu besar, juga papan tulis putih yang tergantung.
Ternyata itu adalah ruangan yang selama ini digunakan Ikhbal untuk belajar. Ikhbal menganggap, ruangan itu adalah ruang penyimpanan senjata, tempat ia menyusun strategi sebelum berperang. Pada papan tulis putih yang tergantung, terpampang sebuah tulisan “Perang Dunia Ke II”.
“Ini bekas kamu belajar sejarah kemarin ya?” Tanya saya. Berharap Ikhbal menjawab IYA dan berlanjut ke obrolan tentang sejarah, karena saya sangat suka pelajaran sejarah.
“Oh bukan Kak, Perang Dunia ke II itu sebutan ku untuk ujian-ujian mandiri Universitas, kaya SIMAK UI, UTUL UGM, dan UM Brawijaya. Nah, kalau SBMPTN itu aku namakan Perang Dunia Pertama,” jawab Ikhbal menjelaskan maksud tulisan itu. Ternyata perkiraan saya salah.
Ikhbal bercerita, sudah sejak SD ia ditinggal ibunya bekerja sebagai TKI. Tiga sampai empat tahun sekali ibunya baru bisa pulang. Semua itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan Ikhbal. Sebagai anak yang tidak mau menyia-nyiakan usaha dan pengorbanan sang ibu, Ikhbal mau terus semangat dan giat belajar.
Ayahnya yang sehari-hari sibuk bertani, juga terus mendorong Ikhbal untuk fokus pada pendidikannya. Ayahnya beberapa kali melarang anak satu-satunya itu turun ke sawah. Meskipun begitu, ketika hari libur, Ikhbal tetap menyempatkan membantu di sawah, atau sekedar membawakan makan siang untuk ayahnya itu.
Ikhbal tumbuh menjadi anak yang mandiri. Meskipun jauh dari ibu, ia tetap bisa mengurus kebutuhan sehari-harinya seorang diri. Sejak SD Ikhbal sangat menggemari bahasa, baik bahasa Indonesia, maupun bahasa Inggris. Baginya, bahasa adalah jendela untuk ia bisa membuka jendela dunia.
Satu cita-cita besarnya, yaitu menjadi seorang diplomat di bidang pertanian. Menurut ceritanya, sebagai anak yang lahir di sebuah desa dengan lahan pertanian yang luas, ia ingin bisa mengembangkan potensi desanya. Demi mewujudkan cita-citanya itu, satu-satunya cara adalah dengan terus belajar.
Saat masuk SMA, Ikhbal sempat mengalami kesulitan mengikuti dan memahami pelajaran di sekolah. Untuk mengatasi itu, Ikhbal berinisiatif mencari video-video pembelajaran di youtube. Tapi, yang ia temukan, tidak cukup membuatnya puas. Menurutnya, video belajar yang ia temukan masih kurang lengkap.
“Nah, saat kelas 11 itu saya tau kalau ada aplikasi Ruangguru. Cuma, saat itu saya hanya bisa memakai ruanglesonline,” kata Ikhbal.
Berkat usaha kerasnya menemukan metode-metode belajar yang sesuai, Ikhbal pun bisa mengikuti dan memahami pelajaran-pelajaran di SMA. Setiap semester, ia selalu menjadi yang terbaik di kelasnya. Sampai pada tahun 2018, Ikhbal mendapat kesempatan pertukaran pelajar ke Tiongkok. Sebuah pencapaian luar biasa yang ingin ia tunjukkan kepada ibu dan bapaknya.
Selama belajar di Tiongkok, Ikhbal tetap menyiapkan amunisi-amunisinya untuk menghadapi peperangan di Perang Dunia I dan II (istilah yang digunakan Ikhbal untuk ujian-ujian seperti SNMPTN, SBMPTN, juga Ujian Mandiri Universitas.
“Waktu mau masuk ke kelas 12, aku dapet informasi kalau aplikasi Ruangguru lagi diskon besar. Udah lama pengen belajar pakai video belajarnya, tapi belum bisa karena uangnya masih untuk yang lain. Karena ada diskon, aku minta Bapak belikan. Waktu itu aku masih di Tiongkok, tapi aku tetep minta tolong ke Bapak belikan langganan ruangbelajar itu. Akhirnya, Bapak bisa membelikannya untukku. Setelah pulang dari Tiongkok, dan masuk ke kelas 12, senjataku untuk menyambut ujian masuk perguruan tinggi itu ada 3, aplikasi Ruangguru, kelompok belajar temen-temen sekolah, dan mengajar anak-anak kecil,” cerita Ikhbal.
Situasi belajar Ikhbal sehari-hari. (Sumber: Dokumentasi Ruangguru)
Ya, ketiganya adalah senjata paling ampuh untuk ia bisa lulus ujian masuk perguruan tinggi. Pada Perang Dunia I (SNMPTN) Ikhbal gagal masuk ke perguruan tinggi. Tapi semua itu ia evaluasi dan terus perbaiki, sampai akhirnya, dengan ketiga senjata andalannya itu, Ikhbal berhasil mendapat 2 perguruan tinggi negeri sekaligus. Dan ia memilih Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada.
Selain berhasil mencatatkan namanya sebagai mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Ikhbal juga berhasil mendapatkan beasiswa dari luar kampus. Sehingga, semua biaya selama Ikhbal kuliah sudah ditanggung oleh pihak pemberi beasiswa.
Kepada saya, Ikhbal bercerita kalau semua itu ia lakukan, untuk membuktikan kepada ibunya. Apa yang selama ini diperjuangkan oleh sang ibu, berhasil terjawab oleh prestasi-prestasi yang Ikhbal raih.
Harapannya ada dua, yang pertama, ibunya pulang ke Indonesia, berhenti menjadi TKI, agar bisa berkumpul kembali seperti dulu saat Ikhbal duduk di bangku Taman Kanak-Kanak. Kemudian yang kedua, Ikhbal bisa menjadi diplomat di bidang pertanian, supaya bisa memajukan desanya, agar tidak ada pihak yang berani merusak dan mengambil kekayaan alam di daerah ia tinggal.
Sosok Ikhbal, menunjukkan kepada kita bahwa ia memiliki semangat yang sama seperti pahlawan-pahlawan pendiri bangsa ini. Terakhir, Ikhbal menitipkan pesan untuk semua anak di Indonesia:
“Belajar itu mudah, tapi yang susahnya adalah keinginan. Belajar itu, memang harus diniatkan. Dan aplikasi Ruangguru, membantu teman-teman untuk lebih giat lagi belajar.”
Ikhbal menggandeng tangan ayahnya di UGM. (Sumber: dok. pribadi)
Apakah kamu salah satu yang ingin seperti Ikhbal? Jika iya, kamu bisa mengikuti langkah Ikhbal untuk menuju apa yang menjadi harapannya. Giat belajar, selalu mencari cara agar belajar tetap menyenangkan dan membuat kamu paham pada semua materi yang kamu pelajari.
Selama ini Ikhbal belajar dengan cara, rajin membaca buku, latihan-latihan soal dan menonton video belajar di ruangbelajar untuk memperdalam pemahaman materi, aktif mencatat, dan juga senang berdiskusi dengan kelompok belajar di sekolah.
Punya pengalaman menarik selama belajar pakai aplikasi Ruangguru? Yuk bagikan ceritamu kepada anak-anak di seluruh Indonesia. Bagaimana caranya? Kamu tinggal klik link ini.