Cerita Kamila Belajar dengan Ruangguru, Lulus UTBK 2020 dan Masuk Antropologi UI
Artikel ini menceritakan proses pengguna aplikasi Ruangguru yang berhasil lolos UTBK 2020 dan masuk ke Jurusan Antropologi UI.
—
Pada tulisan ini, saya akan membagikan cerita seorang mahasiswi baru Antropologi UI. Kesan saya pada alumni pengguna aplikasi Ruangguru yang satu ini, ia sosok yang cerdas, punya kemauan dan tekad yang tinggi, dan ia adalah sosok periang.
Namanya Kamila. Menurut ceritanya, teman-teman Kamila akrab memanggilnya dengan sebutan Kems, berasal dari inisial namanya, KM. Kems berhasil mewujudkan mimpinya sejak SMP, yaitu kuliah di salah satu PTN terbaik di Indonesia, yaitu Universitas Indonesia. Melalui jalur SBMPTN, Kems berhasil lolos dan kini ia tengah belajar di Jurusan Antropologi UI.
Mau tau seperti apa sosok Kamila yang berhasil mewujudkan salah satu mimpinya ini? Simak obrolan saya dengannya.
Kamila, sebelum kita membahas kesuksesan kamu mewujudkan mimpi kuliah di UI, saya penasaran, kamu itu orang yang seperti apa sih? Coba dong ceritakan.
Sejak kecil, aku adalah orang yang sangat gemar bersosialisasi, jadi aku punya banyak sekali teman. Aku juga sangat aktif dalam banyak kegiatan di sekolah. Mulai dari SD, SMP hingga SMA aku memang gemar beraktivitas di luar waktu sekolah.
Saat SD, aku hanya mengenal organisasi pramuka dan sangat aktif di sana. Dari situ aku mulai menyukai kegiatan outdoor dan mulai mengenal kerja tim. Pengalaman kegiatan di sekolah dasar membawaku pada kegiatan keorganisasian yang lebih jauh lagi di SMP.
Saat SMP aku menjadi seorang yang aktif dalam kepengurusan organisasi siswa intra sekolah (OSIS) dan pasukan pengibar bendera (Paskibra) SMP serta beberapa kegiatan kepanitiaan sekolah. Relasi pertemanan dan pengalaman kegiatanku menjadi semakin luas. Di SMA pun tidak jauh beda. Aku masih aktif dalam kegiatan organisasi majelis perwakilan kelas (MPK). Lalu mulai mengenal dunia jurnalistik, karena sempat magang dalam program jurnalistik khusus pelajar yang diadakan oleh HAI Online – Kompas Gramedia. Dari semua kegiatan itu, terlihat jelas bahwa aku adalah seorang yang sangat senang terlibat dalam berbagai kegiatan dan tidak takut untuk mencoba hal baru.
Lalu bagaimana dengan orang tua atau keluargamu yang lain? Apakah terus didukung?
Keluargaku juga sangat mendukung hal itu. Mereka tipe yang selalu mendukung apa pun yang aku lakukan. Mereka tidak pernah memaksakan kehendak atau memaksa aku untuk belajar terlalu keras. Mereka sangat sadar bahwa pelajaran dan pembentukan karakter tidak hanya bisa didapatkan hanya dengan mempelajari matematika dan sains saja. Aku sendiri sangat kagum dengan pemikiran terbuka dari Ibu ku, sekalipun beliau hanya lulusan SMA, tetapi beliau sangat memperhatikan karakter anak-anaknya.
Terus, kalau cara belajar kamu itu gimana sih? Apakah ada punya cara-cara tersendiri untuk mewujudkan mimpi kamu?
Dengan karakter seperti yang telah kujelaskan di atas, aku ini sebenarnya seorang yang sangat anti dengan belajar. Dalam pikiranku sejak SD, hanya ada kata “main” dan “main” saja yang selalu aku utamakan. Sejak kecil, aku hanya membuka buku pelajaran jika ada tugas dari sekolah saja. Itu pun biasanya kukerjakan dengan sistem kebut semalam atau yang biasa orang sebut SKS. Kebiasaan buruk itu terus berlanjut hingga SMA. Aku juga tidak memiliki mimpi spesifik mengenai cita-cita. Sejak kecil kalau ditanya cita-cita aku selalu menjawab “ingin jadi guru” hanya untuk cari aman hihihi.
Padahal, aku sama sekali tidak memiliki gambaran tentang pekerjaan apa yang akan aku ambil di masa depan. Karena aku seorang yang tidak begitu mementingkan akademis, ditambah lagi dengan aku yang tidak memiliki cita-cita spesifik, begitu lulus SMP, aku memiliki pengetahuan yang sangat minim mengenai jurusan MIPA dan IPS.
Lalu bagaimana ceritanya kamu sampai masuk jurusan IPA tapi akhirnya kamu memilih kuliah di jurusan soshum?
Sistem sosial di daerahku masih memiliki stigma negatif terhadap jurusan IPS dan masih sangat men-superior-kan jurusan MIPA. Bagaimana tidak? Jurusan IPS seringkali dikenal dengan jurusan nomor dua dan masih sangat asing di mata anak-anak SMP. Sejak di SMP, para pengajar di banyak sekolah sering kali hanya berorientasi pada nilai akademik semata. Seperti murid yang mampu mengerjakan soal ujian pelajaran matematika dengan nilai sempurna selalu mendapatkan perhatian lebih daripada para siswa yang mampu berpidato secara lugas atau membuat puisi dengan indah.
Hal ini membentuk pola pikir para siswa mengenai kelas MIPA yang bisa mendapatkan peluang lebih besar dan lebih superior dari kelas IPS, menjadikanku terjebak dalam kebingungan dalam memilih jurusan. Maka, berdasarkan pada stereotip tersebut, aku mengambil keputusan paling fatal yaitu masuk ke kelas MIPA dan benar-benar terjebak selama 3 tahun itu
Aku kira matematika bisa dipelajari hanya dengan melihat paduan pengerjaan dan rumus-rumus yang sudah ada. Ternyata tidak sama sekali. Aku kepayahan mengejar nilai teman-temanku. Kalau orang lain hanya butuh satu sampai dua kali remedial untuk mendapatkan nilai setara KKM, aku membutuhkan lima kali remedial untuk hal itu. Pelajaran eksak yang merupakan makanan sehari-hari malah menjadi terasa seperti siksaan untukku. Hingga akhirnya aku mencapai titik frustasi karena nilai dan kemampuan otakku. Saat itu, berkegiatan di luar sekolah adalah penolong hari-hariku. Aku mendedikasikan banyak waktu untuk kegiatan jurnalistik dan keorganisasian sekolah.
Tak disangka, ditengah masa-masa frustasiku di kelas 11 itu, aku justru menemukan pembelajaran lain. Aku menemukan ketertarikanku mengenai dunia soshum.
Ketika itu aku sangat frustasi hingga sering main malam-malam di sebuah warung kopi untuk melepaskan hari-hari yang menyebalkan di kelas sekaligus untuk melupakan tugas-tugas yang tidak pernah bisa kuselesaikan. Di sana aku mempelajari banyak hal mengenai manusia dan pergaulan yg lebih luas. Aku mulai banyak memikirkan tentang isu sosial, mulai dari stigma masyarakat terhadapku yang sering pulang malam, hingga perbedaan lingkungan pergaulan sekolahku dengan mereka. Hal-hal itu sangat menarik perhatianku dan saat itu juga aku menyadari kalau aku memang tidak cocok dengan dunia sains sama sekali. Dalam dunia ini juga aku menemukan minatku mengenai ilmu Antropologi yang mempelajari manusia.
Dalam masa-masa itu juga aku punya banyak kegiatan di luar sekolah salah satunya adalah magang menjadi jurnalis. Walaupun di tempat magang aku lebih banyak menulis tentang hal-hal popular seputar remaja, namun pengalaman tersebut membantuku menemukan cita-cita untuk menjadi seorang jurnalis dan membuka ketertarikanku untuk banyak membahas dan menulis mengenai isu-isu sosial yang sederhana.
Wah menarik ya cerita perjalanan kamu semasa sekolah. Terus gimana caranya kamu bisa sampai memilih Aplikasi Ruangguru sebagai media belajar kamu?
Karena alasan-alasan tadi, aku memutuskan untuk lintas jurusan. Hal pertama yang aku cari adalah metode belajar yang efektif dan mudah digunakan di tengah kesibukanku. Platform bimbel online adalah pilihan paling tepat karena sangat fleksibel dan praktis. Aku memutuskan untuk mencoba berbagai platform dengan meminjam akun teman-temanku dulu hehe.
Lalu pilihanku jatuh pada Ruangguru. Karena menurutku fitur yang dimilikinya sangat lengkap dan ilustrasinya sangat menarik untuk ditonton. Oh ya, salah satu fitur yg sangat membantuku juga adalah “Rangkuman Ruangguru” yang berbentuk infografis menarik. Untukku yang sering tidak punya waktu untuk memutar ulang video, fitur ini sangat bermanfaat karena meringkas isi video-nya melalui tulisan yang mudah dipahami.
Hingga di kelas 12 aku sudah punya pilihan jurusan, yaitu Antropologi. Aku sudah mantap memutuskan sejak kelas 12 awal karena benar-benar tidak mau kalau harus terjebak dalam kebimbangan memilih jurusan seperti dua tahun yang lalu. Aku takut hal yang lebih fatal terjadi jika aku tidak punya tujuan seperti sebelumnya. Antropologi Sosial Universitas Indonesia adalah pilihan jurusan pertamaku.
Funfact: UI adalah satu-satunya universitas yang aku tahu hehe, karena sangat dekat dengan rumah dan predikatnya sebagai salah satu universitas terbaik di Indonesia. UI adalah kampus impianku sejak SMP, walaupun saat itu aku belum tahu mau jadi apa, tapi aku sudah sangat ingin berkuliah di sana karena fasilitas yang lengkap dan kampus yang sangat luas.
Lalu, seberapa besar peran Ruangguru dalam membantumu mengatasi berbagai masalah belajarmu itu?
Maka dengan keseriusanku, aku meninggalkan semua pelajaran MIPA. Aku diam-diam belajar materi soshum saat pelajaran fisika dan sering kabur ke perpustakaan saat pelajaran matematika. Aku belajar bersama aplikasi Ruangguru. Aku berlangganan paket 6 bulan yang kubeli dengan uang hasil pekerjaanku.
Metode belajarku jadi lebih gampang dan fleksibel banget. Aku belajar dimana pun. Menonton video di kereta dalam perjalanan magang, di perpustakaan, di rumah dan meringkas materi saat di kelas. Untukku yang mempelajari soshum dari 0, Ruangguru sangat membantuku memahami semua materi. Teman-temanku juga sangat mendukung keputusanku dan membantuku dalam berbagai hal.
Seperti menyemangatiku yang selalu belajar di waktu istirahat, membantu menyembunyikan aku yang harus diam-diam belajar di tengah pelajaran fisika atau kabur di pelajaran matematika.
Syukurlah kalau begitu. Terus ceritakan dong proses saat kamu menghadapi ujian-ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri. Apakah aplikasi Ruangguru juga berperan?
Pas di bulan Maret, pandemi Covid 19 kan mulai menyebar di Indonesia, terus di bulan April keluar keputusan bahwa tes kemampuan akademik soshum (TKA Soshum) di hapus. Hal itu sempat membuatku merasa semua yang telah aku pelajari menjadi sia-sia. Akan tetapi saat itu juga bertepatan dengan paket belajar Ruangguruku yang habis. Maka, aku mengubah strategi belajarku menjadi berfokus pada test potensi skolastik (TPS) saja. Untuk kedua kalinya, aku berlangganan paket belajar Ruangguru dan kali ini aku membeli paket SBMPTN yang 3 bulan.
Hari-hari di tengah pandemi aku habiskan dengan belajar, latihan soal, try out dan meringkas materi TPS. Bahkan aku tidak pernah absen dari mengerjakan try out yang diadakan Ruangguru lho. Aku tidak langsung mendapatkan skor tinggi dalam setiap try out, tetapi hasilnya selalu menunjukan progres peningkatan.
Hingga akhirnya tiba pada hari H UTBK. Aku memilih pusat UTBK di Universitas Indonesia, satu-satunya universitas yang aku tahu sejak SMP itu. Awalnya aku mendapatkan tanggal 7 Juli 2020. Namun, perubahan sistem karena pandemi membuatku terkena reschedule jadwal dan jadi mendapatkan gelombang kedua pada tanggal 22 Juli 2020 dan berlokasi di UI Salemba yang sebenarnya terbilang jauh dari tempat tinggalku di Cibinong, Kab. Bogor.
Dalam perjalanan aku masih menyempatkan diri membaca rangkumanku dan menonton salah satu video Ruangguru tentang Penalaran Umum hehe.
Aku menantikan hari pengumuman dengan sangat gelisah. Aku merasa tidak begitu yakin dengan hasil SBMPTN-ku. Ditambah lagi, ujian SIMAK UI ku sempat kacau karena kebodohanku yang salah melihat jadwal pengerjaan hingga akhirnya membuatku melewatkan pengerjaan dua subtest (Sejarah dan Ekonomi). Aku juga tidak mengikuti seleksi mandiri lain karena merasa biaya-biayanya sangat mahal. Aku hanya bisa berpasrah dan berdoa untuk tanggal 14 Agustus 2020.
—
Tanggal 14 Agustus 2020, akhirnya menjadi momentum paling menggembirakan bagi Kamila. Setelah perjuangan yang ia hadapi dari SMP hingga menjelang pengumuman UTBK, akhirnya kata “Selamat” ia dapatkan. Kamila berhasil masuk dan mencatatkan namanya sebagai mahasiswi Antropologi Universitas Indonesia.
Kamila sangat bahagia atas keputusan berani yang ia tentukan. Ia memeluk ibunya, berkali-kali mengucap syukur, dan ia semakin percaya bahwa proses tidak akan pernah mengkhianati hasil.
Lewat obrolan kami, Kamila menitipkan pesan untuk teman-teman semua.
“Untuk teman-teman pejuang kampus impian, jadilah seorang yang tahu apa yang akan kamu kejar. Karena hal itulah yang akan menjadi pegangan dan penyemangat ketika mungkin nanti kamu kehilangan arah dan motivasi untuk mengejar mimpimu.
Tetap jadi diri sendiri, ketika kamu merasa gagal dan punya progres yang jauh di bawah teman-temanmu, kamu hanya butuh menggali lebih dalam mengenai dirimu. Serta, Jangan takut untuk keluar dari zona aman dan mencoba hal-hal baru yang bisa membuatmu menemukan banyak hal yang tidak bisa didapatkan hanya dengan belajar.” Pesan Kamila.
Nah teman-teman, kalau kita baca cerita Kamila, ternyata memang tidak ada yang tidak mungkin selama terwujud, selama keinginan dan mimpi, berjalan selaras dengan tekad dan proses yang baik. Jika kamu ingin mengikuti cara Kamila dengan menjadikan aplikasi Ruangguru sebagai teman untuk mewujudkan mimpi, yuk berlangganan ruangbelajar. Kamu bisa mengatur jadwal belajarmu sendiri, dan memudahkan metode belajarmu di manapun dan kapanpun.