Pengendalian Diri Ala Filosofi Teras
Butuh rekomendasi buku bertema self improvement yang menarik untuk dibaca, yuk, simak ulasan buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring. Buku ini memaparkan ajaran filsafat Yunani kuno, yaitu Stoic.
—
Sepanjang hidup manusia mengalami berbagai masalah. Dalam kehidupan sehari-hari, kita menemui banjir ketika hujan lebat, dikecewakan orang lain, mengalami kemacetan parah di jalan, adalah sedikit contoh problem nyata yang terus terjadi. Banyak orang ingin menjalani kehidupan dengan tenang tanpa harus repot memikirkan masalah yang datang. Hal semacam itu tak mungkin terjadi.
Manusia dapat menemukan ketenangan saat menghadapi “kebisingan” dalam menjalani kegiatan. Salah satu cara menemukan ketenangan dapat kita jumpai dengan pengendalian diri ala Filosofi Teras. Buku ini menjadi karya best-seller kategori pengembangan diri untuk semua kalangan usia.
Romo Setyo Wibowo, dalam pengantar buku ini menjelaskan, Filosofi Teras mengusung kebahagiaan yang tidak lazim. Para penganut Filosofi Teras menganggap bahwa kebahagiaan bersifat “negatif logis”, yaitu tiadanya penderitaan, tiadanya emosi, saat manusia tidak diganggu oleh nafsu (hal. xi)
Filosofi Teras adalah ajaran filsafat yang berkembang di Yunani hingga kekaisaran romawi pada tahun 300 tahun sebelum masehi. Pertama kali diperkenalkan oleh Zeno, kemudian pengaruhnya semakin berkembang saat era Marcus Aurelius. Sejak dulu, ajaran ini mengedepankan pengendalian diri atas masalah yang dihadapi. Penulis memaparkan tujuan Filosofi Teras tidak sekadar mencapai kebahagiaan, namun juga berdamai dengan diri sendiri atas masalah yang dihadapi.
Pada Bab 3, penulis memperkenalkan salah satu prinsip terkenal yang disebut dikotomi kendali. Prinsip yang mengutamakan fokus pada hal- hal yang mampu kita kendalikan, bukan pada hal-hal di luar kendali kita. Hal-hal yang dapat dikendalikan adalah pikiran dan tindakan kita sendiri. Sedangkan di luar kendali antara lain: Tindakan orang lain, opini orang lain, kondisi tubuh, dan segala sesuatu di luar tindakan dan pikiran kita. Seseorang tidak bisa memilih kondisi yang ingin dihadapi. Akan tetapi, kita bisa menentukan respon apa dalam menghadapi setiap kondisi.
Baca Juga: Resensi Buku Di Tanah Lada Karya Ziggy Zazsyazeoviennazabrizkie
Kemudian pada bab 6, buku menjelaskan hal tentang memperkuat mental. Ketika manusia menghadapi suatu kejadian apa pun, bisa menjadi momentum untuk melatih diri. Cara kita merespon musibah sebagai suatu pelajaran untuk mempersiapkan diri lebih baik. Saat kehilangan uang karena terjatuh di jalan, respon kita adalah berhati-hati dalam menjaga uang. Mengubah sikap atas masalah adalah kesempatan belajar membentuk mental yang kuat, daripada sekadar mengeluh atau mengumpat tanpa menghasilkan perubahan.
Buku yang terbit tahun 2019 ini secara khusus juga membahas tentang kematian. Kematian bukanlah sesuatu yang menakutkan. Kematian adalah bagian dari alam, yang terus ada sepanjang zaman. Kematian menjadi menakutkan adalah gambaran manusia atas kematian itu sendiri. Para filsuf penganut Filosofi Teras menilai bukan seberapa panjang umur, tapi bagaimana menjalanai hidup dengan berkualitas.
Keuletan dan ketangguhan sejati bukan datang dari otot atau uang yang kita miliki, tetapi dari pikiran kita. Inilah kekuatan pikiran kita yang bisa mengubah halangan menjadi jalan itu sendiri. – Henry Manampiring, Filosofi Teras
Kiat-kiat praktis dan pola pikir yang ditanamkan disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami. Selain itu, setiap bab dilengkapi dengan ilustrasi kartun membuat pembaca tidak merasa bosan. Walaupun ukuran huruf yang dipakai sedikit kecil, hal ini tidak membuat Filosofi Teras kehilangan makna dalam memaparkan setiap informasi. Agar semakin menarik, contoh kasus yang disajikan erat kaitannya pada aktivitas yang mudah dijumpai.
Perjalanan menikmati buku Filosofi Teras membuka wawasan baru mengenai aliran filsafat ini. Seperti ajaran filsafat lainnya, Filosofi Teras bukanlah ajaran yang sempurna. Kemauan untuk terus belajar menjadi lebih baik adalah sikap yang harus diambil dengan kerendahan hati. Buku setebal 320 halaman ini bisa menjadi kamus pegangan yang ingin menjalani “ Kebahagiaan” dalam hidup.
Tentang Peresensi:
Arwin Andrew adalah nama pena dari Andrew Ramos. Lahir di Tenggarong, 27 Februari 1998. Penggemar Musik Country dan suka membaca berbagai jenis buku. Beberapa karya tulisan terbit di media cetak maupun media daring. Berdomisili di Samarinda.
—
Ruangguru membuka kesempatan untuk kamu yang suka menulis cerpen dan resensi buku untuk diterbitkan di ruangbaca, lho! Setiap minggunya, akan ada 1 cerpen dan 1 resensi buku yang dipublikasikan. Kamu bisa baca karya resensi buku menarik lainnya di sini, ya. Yuk, kirimkan karyamu juga! Simak syarat dan ketentuannya di artikel ini. Kami tunggu ya~