5 Konsep Sekolah Unik yang Membuat Belajar Menyenangkan
Bagaimana kabar, smart buddies? Pernah berimajinasi mengenai sekolah impian yang keren dan menyenangkan? Belajar tidak selalu identik dengan bangku dan meja yang membosankan, lho. Inilah beberapa sekolah unik dengan konsep keren dan menarik dalam melakukan sistem pembelajaran. Keep scrolling 🙂
1. Steve Jobs School
Familiar dengan nama Steve Jobs, smart buddies? Meskipun begitu, sekolah ini bukan didirikan oleh pendiri Apple itu lho. Namun, slogan “think different” yang diusung oleh perusahaan itu menjadi motto penggerak utama di Steve Jobs School.
Pembelajaran sekolah yang terletak di Belanda ini dirancang supaya peserta didik dapat mengembangkan talenta dan keunikan masing-masing individu. Sistem self paced learning membebaskan siswa untuk membuat rancangan belajarnya sendiri. Masa awal studi, siswa diminta untuk membuat individual development plan (IDP) sendiri yang akan dievaluasi setiap 6 minggu oleh siswa, wali, bahkan coach (sebutan untuk pengajar). Hasil dari IDP akan menentukan instruksi dan tantangan belajar selanjutnya.
Pembagian kelas tidak berlaku di Steve Jobs School. Setiap siswa akan masuk pada core groups tertentu yang berisi 25 siswa dengan perbedaan usia maksimum 4 tahun. Perbedaan usia ini dimaksudkan supaya siswa yang lebih tua dapat membimbing yang lebih muda, dan terjalin sikap saling menghormati satu sama lain. Setiap kelompok hanya berkumpul selama 30 menit setiap pagi untuk mendiskusikan apapun. Setelahnya, setiap siswa melakukan belajar dengan masing-masing subject specialist.
2. Big Picture Learning
Model pembelajaran Big Picture Learning ingin menjadi jembatan antara dunia pendidikan dan dunia profesional. Siswanya didorong untuk mengeksplorasi dan mengejar passion di dalam diri mereka. Setelah menentukan tujuan profesi yang ingin digeluti, sekolah menentukan mentor yang dapat mendampingi peserta didik. Dari program magang langsung pada ahli ini membantu siswa lebih paham mengenai seluk beluk dunia profesional bidang yang ia minati. Namun, tak hanya terpaku pada satu profesi saja lho.
Meskipun memfasilitasi keunikan tiap individu, 15 siswa digabungkan dalam satu kelompok belajar yang dibimbing oleh satu advisor. Seorang advisor ini menjadi pendamping yang memberi nasihat-nasihat personal pada masing-masing peserta didik.
Prinsip “learning by doing” benar-benar berlaku di sini. Pertama kali dijalankan di negara bagian Rhode Island, jaringan Big Picture Learning meluas di berbagai negara bagian Amerika Serikat.
3. Makoko Floating School
Sesuai namanya, Makoko Floating School benar-benar terapung di atas Laguna Lagos, Nigeria. Bahkan, siapapun yang ingin mendatangi sekolah itu harus menggunakan perahu-perahu kecil. Sebenarnya bangunan dengan bahan utama kayu ini tidak hanya menampung anak-anak usia wajib belajar, namun juga sebagai communal learning space yang dapat dimanfaatkan seluruh warga. Makanya jangan heran bila yang beraktivitas di sini tidak hanya anak-anak, smart buddies.
Tempat yang mampu memberi tempat pada terciptanya ide-ide baru dan ramah lingkungan menjadi tujuan utama Makoko Floating School. Kunle Adeyemi, sebagai arsitek, membuat konsep bangunan yang mampu beradaptasi terhadap tipikal kota di pesisir pantai Afrika. Sempat terancam dibongkar, sekolah ini malah menjadi model pemerintah untuk pembangunan perumahan-perumahan baru.
4. Orestad Gymnasium
Alih-alih membagi gedung sekolah dalam bentuk ruangan-ruangan, Orestad Gymnasium menggunakan satu ruangan besar untuk berbagai keperluan. Sekolah menengah ini mendorong kolaborasi antar siswa untuk membentuk sistem berfikir yang fleksibel dalam keberagaman. Konsep ini diharapkan dapat membekali siswanya dengan kreativitas dan inovasi yang berguna untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi. Selain itu, konsep open space ini juga semakin mudah bagi penghuni sekolah saling berbagi inspirasi.
Pengajar di Orestad Gymnasium berfungsi sebagai fasilitator dalam belajar. Mereka hanya memegang 50% pembelajaran, sementara sisanya diserahkan masing-masing pada peserta didik. Ketika kelas berlangsung pun, guru tak selalu menerangkan di depan kelas namun berkeliling di area belajar siswa. Meskipun siswa menggunakan iPads dan Googl apps selama belajar, prinsip yang ditanamkan sekolah yang ada di Denmark ini adalah “producers of content, not just consumers.”
5. Innova Schools
Menanggapi pendidikan yang tertinggal di negaranya, Carlos Rodriguez, milyarder asal Peru ini membangun Innova Schools. Misi awalnya adalah membuat alternatif pendidikan bagi kaum menengah yang lebih terjangkau dari sekolah swasta namun lebih baik daripada institusi milik pemerintah.
Setiap kelas terdiri dari 30 siswa. Pada paruh pertama hari belajar, siswa berdiskusi menemukan pemecahan suatu masalah bersama-sama dengan seminimal mungkin campur tangan pengajar. Sementara paruh kedua, siswa belajar secara mandiri melalui Khan Academy dan Time to Know. Pada akhir tahun, kelompok siswa ini mempresentasikansolusi yang mereka tawarkan.
Sebagai bagian dari pendidikan holistik, peserta didik didorong untuk melakukan aktivitas fisik di luar ruang. Metode ini dirasakan berhasil. Sebanyak 61% siswa mampu melampaui batas nilai Matematika yang ditetapkan pemerintah federal, sementara secara nasional hanya diraih oleh 17% siswa.
Apakah ada smart buddies yang ingin mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah di atas? Atau malah ingin mengadaptasi model sekolah tersebut untuk pendidikan Indonesia? (NM/TN)