Selamat Hari Pendidikan Nasional: 3 Karakter, 2 Mei, dan 1 Pendidikan
Mengawali semangat Hardiknas, kita akan diingatkan kembali dengan perjuangan Ki Hajar Dewantara dalam membangun karakter dan pendidikan di Indonesia. Ada apa dibalik makna 3 Karakter, 2 Mei, dan 1 Pendidikan? Simak yuk artikel dari Ruangguru.com berikut!
Kamu pasti sudah familiar dengan lambang di atas, bukan? Lambang yang biasa ditemukan di topi dan dasi sekolahmu ini merupakan lambang pendidikan yang disahkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Sudah tahu belum makna di balik lambang pendidikan ini?
Bentuknya yang segi lima menggambarkan awal kehidupan Pancasila sebagai dasar negara. Di bagian kiri dan kanan, ada ekor dan sayap garuda yang masing-masing berjumlah lima, sesuai dengan lima sila.
Pada bagian tengah lambang, yaitu tubuh garuda dimaknai sebagai kegagahan, dinamis, dan berani mengarungi angkasa. Kemudian, di tengah badan garuda ada sinar menyala.
Nah, sinar menyala itu adalah gambar belencong. Ini merupakan lampu khusus yang digunakan ketika pertunjukan wayang kulit. Cahaya dari belencong ini membuat pertunjukan lebih hidup. Lalu, di bagian bawah terdapat buku sebagai sumber segala ilmu yang dapat memberi manfaat bagi kehidupan.
Pada lambang ini juga terdapat semboyan Tut Wuri Handayani. Jadi, Tut Wuri Handayani ini berasal dari semboyan sang bapak pendidikan, yaitu Ki Hajar Dewantara. Semboyannya yang sangat terkenal berasal dari ketiga ajaran karakter dan budayanya, diantaranya:
1. Trihayu
‘Memayu hayuning salira, memayu hayuning bangsa, dan memayu hayuning manungsa (bawana)’. Maksudnya adalah apapun yang dilakukan, hendaknya memberikan manfaat bagi diri sendiri, sesama, juga bangsa.
2. Trilogi kepemimpinan
Inilah semboyannya yang terkenal, “Ing ngarsa sang tulada, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani.”. Artinya adalah di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, dan di belakang memberi dorongan. Semboyan ini dapat dimaknai dengan guru yang mampu menjadi teladan jika di depan murid.
Selain itu, dapat membangkitkan niat untuk maju dan belajar ketika sedang di tengah murid. Dari belakang murid, guru berperan sebagai pendorong serta pengarah untuk jadi lebih baik. Ini merupakan ungkapan penting dari sebuah keteladanan bagi seorang pendidik/pemimpin baik moral maupun semangat bagi anak didiknya. Semboyan ini dipakai sebagai penghormatan terhadap Ki Hajar Dewantara.
Baca Juga: Hari Pendidikan Internasional: Misi Mewujudkan Pendidikan Ideal
3. Tripantang
Pantang harta, praja, wanita. Maknanya, tidak boleh menyalahgunakan jabatan (kolusi), menggunakan harta orang lain secara tidak benar (korupsi), dan bermain wanita (menyeleweng).
Pahlawan kelahiran Jogja ini adalah pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia saat zaman penjajahan Belanda. Agar para pribumi jelata (priyayi maupun orang Belanda) mendapat hak pendidikan, beliau mendirikan sebuah lembaga dengan nama Perguruan Taman Siswa. Dengan prestasi besar dalam dunia pendidikan, beliau diangkat menjadi menteri pendidikan di era Soekarno, tahun 1956.
Lahir pada 2 Mei 1889 dengan nama Suwardi Suryaningrat, beliau mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara. Sang Hajar artinya pendidik, seseorang yang menulis kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Nama Ki Hajar Dewantara memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan, keluruhan, dan keutamaan. Perubahan nama ini dilakukan dengan maksud adanya perubahan sikap dalam melaksanakan pendidikan dari satria pinandita ke pinandita satria. Kamu pernah dengar sebelumnya?
Satria pinandita adalah pahlawan berwatak guru spiritual, sedangkan pinandita satria itu guru spiritual berjiwa ksatria. Bagi beliau, yang diutamakan dari seorang guru adalah memiliki fungsi sebagai figur keteladanan bagi siswanya. Setelah itu, barulah menjadi fasilitator, atau pengajar.
Baca Juga: Hari Pendidikan Nasional: Nggak Selamanya Nilai Jadi Patokan
Pendidikan merupakan usaha bangsa membawa manusia untuk keluar dari kebodohan. Prinsip dasar beliau adalah proses humanisasi, yaitu memanusiakan manusia. Tujuannya untuk penguasaan diri, agar tercapai pendidikan yang humanis. Kalau siswa sudah bisa menguasai dirinya, tentu akan lebih mampu dalam menentukan sikap.
Dengan demikian, tumbuh sikap mandiri dan dewasa pada setiap individu. Pada intinya, pendidikan itu adalah pilar utama peradaban bangsa, martabat, manusia, kecerdasan, kemandirian, kemerdekaan, juga kreativitas. Seluruhnya harus dibarengi antara teori dan praktek.
Bagi pemerintah, perlu adanya pembenahan sistem kualitas, biaya, dan pemerataan pendidikan. Sedangkan untuk guru, profesionalitas dilihat dari keunggulan dalam mengajar, menjalin relasi, serta kepribadian yang baik. Kemudian, meningkatkan kemauan untuk terus introspeksi dan inovasi, menekankan nilai-nilai, moral, dan kerohanian. Bagi siswa, yuk mulai sadar pentingnya pendidikan untuk masa depan! Giat belajar, dan raih cita-cita setinggi langit.
Akhir kata, pendidikan hendaknya menghasilkan pribadi-pribadi yang lebih manusiawi, berguna dan berdampak positif di masyarakat. Selamat hari pendidikan nasional!